Friendship Beetwen Love, Arc 09

68 15 2
                                    

Semerebak cahaya matahari, menerobos masuk melalui cerminan kaca yang selanjutnya membiaskan pandangan secara beberapa derajat. Petunia, yang sedang berbaring di ranjangnya di rumah sakit, mengamati burung-burung tekukur biru membawa ranting untuk sarang di paruhnya. Dia tersenyum, rasanya damai.

Kilas balik setelah pertarungan tersebut ialah, mereka ditemu oleh orang dan diantar oleh ambulans ke rumah sakit. Mereka berempat, tak kurang, tak lebih.

Petunia hanya mengalami kaki keseleo tak parah, tinggal diputar dikit dan PYUT! Kakinya kembali normal. 

Splendid ditambah Flippy mengalami bekas luka, banyak-banyak memar. Tapi intinya mereka masih sehat, walau mereka belum juga sadar setelah lima hari tersebut.

Flakylah yang paling parah, nona pemilik salju ketombe nista tersebut memerlukan operasi darurat. Keadaannya kritis, banyak-banyak disebabkan dia syok. Secara fisik seharusnya dia pulih, luka tusuknya tak dalam, tapi mentalnya kritis. 

Dan... seperti yang diduga dari Flaky. Dia yang paling cepat sembuh juga sadar, terbangun akibat mencium bau telur goreng yang hendak dimakan Petunia. Lalu dia meminta makan. Bangun-bangun dia minta makan! Mana habis tujuh piring lagi! Hampir saja telur goreng milik Petunia diembat juga kalo Petunia gak buru-buru ngancem bakal nyemprotin Baygon ke wajah Flaky. Biar tahu rasa!

Setelah makan, dia tidur. Petunia yakin seyakin-yakinnya tu cewek bakal gembrot kayak gajah di masa depannya, kalo semua kalori yang Flaky makan gak berobah jadi ketombe!

Hari ke-enam di rumah sakit. Kedua lelaki itu sadar, tapi mulut mereka terkunci. Tergembok satu sama lain. Splendid masih bicara -sedikit, kepadanya juga Flaky.  Namun Flippy hanya mengunci diri, memandangi langit jauh seperti dahulu kala.

Pikirannya kosong. Hanya memandang langit.

Entah kenapa itu membuat Petunia teringat akan Flippy di masa lalu, disaat belum bertemu Flaky, belum bertemu dirinya, belum ada kejadian 'ular' dan segalanya. Semuanya terngiang.

Itu membuat Petunia merasa kasihan, tapi dia tak tahu, Apa yang bisa dibantunya?

Jadinya ia mampir, kakinya sudah enakan. Dia membawa susu. Satu dilemparkannya ke pipi Flippy hingga dia menatap Petunia kaget. Dingin. Susu itu dingin, tatapannya juga, beku bagaikan es.

Dia menatap Petunia pucat. Untuk memecah rasa bisu, Petunia mulai bicara.

"Jadi... kau sudah oke?" Ujar Petunia pelan "Sekrupmu sudah nempel semua? apa nyawamu sudah terkumpul?"

Flippy mendengus, tapi tidak menjawab.

"Aku baik-baik saja, kakiku masih menempel dan tidak lepas. Aku juga... memaafkanmu... Kondisinya kayak gitu sih. Aku maklum. Jadi... jangan terlalu menyalahkan dirimu atas apa yang terjadi. Toh, itu juga rencana kami..."

"Kau dan TOOTHY yang merencanakannya!!" Flippy berseru hingga membuat Petunia melompat. Flippy mendekat, tangannya menarik Petunia hingga wajah mereka saling berdekatan. "Kau tak tahu betapa susahnya diriku hari itu!"

"Maaf... karena itulah, aku juga minta maaf"

"Kau mendalangi kemarahanku, padahal aku sudah menahan diri!!"

"Maaf..."

"Benar-benar, kau itu... cewek iblis!"

"HAH!? Permisi!?" Petunia ikutan tersulut, "Siapa diantara kita yang iblis, sebenarnya! Antara Kau dengan aku!? Laknat benar kau memanggilku iblis!"

Mereka berpandangan, tatapan mereka beradu. Cepat-cepat Petunia memalingkan wajah.

"Ah, udah-udah. Ruyem deh, niatku berbaikan hari ini. Huh!" Petunia kesel "Aku pergi!"

I Was My AsensiorektaWhere stories live. Discover now