I Was My Asensiorekta, Arc 07

66 13 0
                                    

"Kenapa dia?"

Aku beradu pandang dengan Nutty. Nafasnya tidak teratur... terengah-engah, menonjolkan matanya yang juga merah selayaknya kumpulan darah di sekitar mulut Nutty. Kami bertiga terpaku dalam posisi tegak, jantung kami memompa darah lebih cepat. Dalam ruangan remang terkena kuning matahari, Nutty menatap kami, haus darah.

"Apa disekitar mulutnya... darah?" Petunia ragu, Matanya tampak bergetar.

"Dia tidak terlihat waras" Ucap Splendid, meskipun kuyakin sejak dahulu Nutty tak waras.

Tak ada yang tak mengenal nama Nutty di sekolah. Dua kata baginya : Maniak gula. Hampir seluruh makanannya ditaburi gula dan... dia hanya terobsesi dengan gula. Keberadaan orang tua tak diketahui, umurnya juga tak ada yang tahu. Dia sudah tinggal di sekolah sejak aku mengikuti acara pembukaan kelas. Bahkan, Ayah Flaky tak tahu kapan orang itu mulai tinggal. Menurut ilmu 'Gegosipan' Petunia, dia sudah ada sejak sekolah dibangun, sekitar 20 tahun yang lalu.

Tidak ada yang percaya penuh sebab Nutty berwajah awet muda... bahkan dia terlihat mirip anak SD.

Anak SD yang belepotan darah.

Dia bergerak cepat, Petunia menjerit. Splendid dan aku segera menghadangnya. Kami menahan mulutnya yang meraung-raung, berusaha mencabik kami. Aku sadar ada yang tak beres pada manusia ini. Tapi... Darimana darah itu berasal?

"Ughhh....!" Splendid kesulitan menahan Nutty

"Petunia, Cari Flaky!" Teriakku cemas "Darah itu..."

"Berisik! Seenaknya aja nyuruh aku!" Bentaknya kasar "Aku punya ide lain, aku harus nelpon dulu!"

"Hah!?" Nutty masih berusaha membebaskan diri.

"Pacarku, Handy!" Dia mengangkat smarphonenya dekat telinga "Dia ada di sekolah, sebenarnya dia membentuku mencari Flaky dalam lomba!" Dalam sekejap, kudengar Petunia meneriakkan sesuatu. Setelah kata 'tolong', 'please', dan 'cepetan!' kulihat dia menutup telpon. Segera dia membuat isyarat untuk mengejar.

"Serahkan Flaky padaku, tolong kalian tahan dia sampai pacarku datang" Buru-buru Petunia pergi, memang si Handy bisa apa disituasi begini!?

Tiba-tiba saja Nutty terlepas dari cengkramanku, dia menggigit lengan Splendid. Splendid menggeram "ARGHH!". Segera saja kuserang tengkuknya dengan siku, Nutty tergelepar sesaat. Lengan Splendid bercucuran darah, kuperhatikan dia meringis kesakitan.

"Gulaaa...." Jeritnya pelan, kami mengambil langkah menjauh, kemudian berlari sekuat tenaga saat dia berteriak "GULAAAAAAAAAAAAAAA!!!" 

Kami menikung tajam di persimpangan, lalu aku menjatuhkan almari barang di koridor. Nutty menabraknya hebat sekuat tenaga. Dia berjalan merangkak, cepat, begitu cepat. Seolah memiliki 8 kaki.

Splendid makin pucat dari waktu ke waktu.

Menyadari hal tersebut, aku membuat arah memutar. Kami memasuki kelas, lalu kami membuat rapat strategi kilat. Nutty yang masuk akan kubuat tak sadarkan diri.

terdengar rentetan bunyi dobrakan diiringi geraman ngeri dari mulut Nutty. Kami menyiapkan hati kami dari lubuknya yang terdalam. Lalu terdengarlah bunyi keras, barikade meja kursi penahan pintu sudah runtuh. Saat keadaan berdebu, kubiarkan rencana pertama.

Splendid melompat mendudukinya, membuatnya tersungkur sekali lagi berciuman dengan lantai.

Nutty mengerang. Dia memberontak. Splendid bangkit kembali melemparkan kakinya kebelakang sekuat mungkin. Nutty berdiri, kemudian rencana keduaku muncul. Jebakan Batman!

Barikade meja yang lain, yang kutumpuk tinggi secepat mungkin diruntuhkan. Kondisinya pas mengenai Nutty. Tak elak, dia tertimpa mentah-mentah. Splendid masih memberinya kuncian agar dia kehilangan kesadaran. Dasar monster! Nutty masih sanggup berdiri, Splendid mundur perlahan.

 Rencana ketigaku terpaksa dipakai...

Aku mengumpan Nutty agar mendekat. ya... sini mendekat... kemarilah pada papa... Nutty merayap padaku mengerikan. lalu aku menyalak padanya. Dia sontak kaget, lalu melompat padaku. Kuraih kipas angin kelas yang tertempel di langit-langit, mencengkram kepala Nutty dengan kedua kaki, diakhiri dengan salto dahsyat menghantamkan ubun-ubunnya ke lantai.

Kami berhasil membuat Nutty tak sadarkan diri.

"Akhirnya..." Splendid mendesah, rupanya sudah sangat pucat. Kuangkat dirinya untuk kupapah.

"Eh... kau menolongku? Kupikir kau tidak menyukaiku..." Sindir Splendid, mulutnya masih bisa tersenyum.

"Jangan besar kepala! Flaky akan marah jika kau tidak kutolong, katakanlah terimakasih!"

"Nanti kukirim lewat Line!" Dia bercanda, lalu terbatuk.

 "Sudah cukup, jangan banyak omong! Sekarang kita harus menemukan Petunia juga Flaky... kita harus memikirkan apa yang terjadi dengan Nutty!" Aku membuka pintu UKS, seingatku ada obat-obatan disana, lalu... kau tak akan percaya apa yang kutemukan disana.

Petunia terduduk, berlumuran darah juga.

Tapi dia masih hidup, orang disampingnyalah yang sudah tewas. Terbaring, tak bergerak maupun bernafas. Rintikan sedu menetes dari Petunia membasahi keramik sekolah. Bau ruangan dipenuhi anyir membuatku merinding. Sebuah pisau menancap, sementara tubuhnya terkoyak tak manusiawi.

"Dia bilang dia diserang Nutty... aku tak bisa menolongnya..." Petunia sesenggukan "Jantungnya mau berhenti... sudah kulakukan pertolongan pertama..."

"Tapi dia tak bangun juga... Dia kesakitan. Si malang ini kesakitan... aku tak tahu harus apa..."

"Makanya, kubunuh dia! Pacarku Handy, berakhir dibunuh olehku sendiri" Petunia membuka kedua tangan yang menutupi mukanya. Wajahnya sangat sendu, namun mulutnya tersenyum lebar. Satu bola matanya bewarna merah. Setengah rambut Petunia bewarna putih.

"Apa yang terjadi? Aku tak tahu... HAHA.. HAAHAHA.... HAHAHAHA!!!" Petunia menangis, mulutnya tersenyum girang.

Petunia menangis, tersenyum kegirangan. 

Ini... bohong kan?

Selipan yang ngeselin dibaca.

<<Bumbu Rahasia>>

Aku pergi mendatangi Flaky di dapur.

Aku : "Ketombe, sebenarnya bumbu rahasiamu apa sih?"

Flaky : "Bumbu rahasia apa? Minyak telon kali!"

Aku : "Jangan ngaco! Telur goreng oncommu itu lo!"

Flaky : (Malu-malu)

Aku : "Gak usah malu-malu, sepet tahu!"

Flaky : "Sebenarnya... aku ngantuk banget waktu buat tu telur goreng... waktu masak, tanpa sadar..."

Aku : "Tanpa sadar?"

Flaky : "Ilurku netes jatuh ke adonan oncom"

Aku : "Hah!?"

Flaky : "Makanya itu! Biar bakterinya hilang, aku tetesi betadine sedikit, eh, gataunya malah numplek! terus-terus... aku tambahi asam sitrat biar bau betadinenya ilang. Tapi waktu kuliat, rupanya itu asam Sulfat, untung baru kecampur satu sendok. Kutambahi zat yang berpendar dari kamar ayahku, namanya apa ya? Fransium... Uranium... Sesium? Tahulah apa itu! Pokoknya, jadinya gitu deh."

Flaky kegirangan. Aku menarik tangannya seerat mungkin.

Flaky : (Tersipu) "Flippy...? Apa Kau terpesona dengan kejeniusanku?"

Aku : (Menggeleng) "Ya, tapi semoga umurku masih panjang untuk mengucapkannya, terutama setelah mendengar bumbumu itu"

Flaky : "haha... selain ilurnya, betadine ama asam sulfatnya, aku bohong kok. Kamu bisa aja... Flippy? FLIPPYYY!!"

Aku sudah keburu pingsan.



I Was My AsensiorektaWhere stories live. Discover now