"Kamu diapain aja sama Viny, Shan?" Sama seperti Veranda, Kinal juga bisa langsung menebak apa yang alasan dibalik senyuman Shani pagi ini.

"Ngga diapa-apain kok." Shani tertawa kecil membayangkan wajah gugup Viny saat ia menggodanya. "Pokoknya dia lucu banget deh."

"Aku jadi inget sesuatu." Kinal mengambil satu piring yang sudah Veranda tumpukan kemudian menuangkan nasi goreng secukupnya. Ia menyimpan piring itu di atas nampan, di sampingnya ada segelas susu dan buah apel yang sudah diiris. Kinal menatap Veranda sejenak, gadis itu tersenyum lebar ke arahnya. Seperti mendapat suntikan semangat, Kinal mengangguk cepat sambil tersenyum lebar dan langsung masuk ke dalam.

Langkah Kinal terhenti tepat di depan pintu Viny. Jantungnya berpacu sedikit cepat karena takut dengan respon Viny nanti. Kinal memang sengaja bangun pagi buta hanya untuk menyiapkan nasi goreng spesial yang akan ia berikan pada Viny sebagai permintaan maaf.

Baru saja Kinal akan membuka pintu, pintu itu terbuka sendiri. Kinal tersenyum kikuk melihat Viny berdiri dengan rambut pendeknya yang masih basah.

Viny memandangi Kinal dari atas sampai bawah kemudian mendelik dan segera membuang pandangannya ke arah lain. "Mau apa?" tanyanya dingin tanpa menatap Kinal.

"Aku mau minta maaf. Ini nasi goreng buat kamu." Kinal berusaha bersikap biasa saja dengan memperlihatkan senyumannya. Viny hanya menatap sekilas nasi goreng itu lalu melangkah pergi meninggalkan Kinal tanpa mengucapkan apapun.

Kinal mengembuskan napas keras saat merasakan sesak di dadanya melihat sikap Viny yang tak kunjung membaik. Kinal berbalik, memandangi punggung Viny yang semakin memudar dari pandangannya kemudian menunduk untuk menatap nasi goreng malang itu yang tak tersentuh oleh pemiliknya. Baiklah, ia harus terus berusaha mencairkan hati adiknya yang masih membeku itu.

Veranda mengerutkan dahi melihat Viny berjalan ke arah meja makan tanpa Kinal. Namun tak lama, ia melongos melihat Kinal menyusul Viny dengan langkah lemas, nasi goreng yang masih dibawanya cukup menunjukan kalau usaha Kinal belum berhasil. Menurut Veranda, Kinal sudah cukup sempurna untuk menjadi seorang kakak. Seharusnya hanya karena satu kesalahan, Viny tidak bisa bersikap seperti itu sampai berhari-hari.

"Muka kamu kenapa, sayang?" tanya Marissa pada anak bungsunya yang baru saja duduk di sampingnya. Tangan Marissa terayun mengusap rambut basah Viny. Bibir Viny yang mengerucut lucu mengundang senyum disudut bibirnya.

"Aku masih ngantuk." Viny menggeserkan kursinya sampai menempel di kursi milik Marissa. Sepasang tangannya langsung memeluk Marissa dari samping.

"Dih manja banget sih," gumam Shani yang sedari tadi memperhatikan Viny. Viny hanya meleletkan lidah ke arahnya tanpa mengucapkan apapun, sangat menyebalkan di mata Shani.

"Kamu sarapan dulu ya," ucap Marissa mengambil satu sendok nasi goreng yang segera masukan ke dalam mulut terbuka Viny. Marissa tersenyum melihat Viny yang dengan lahapnya mengunyah nasi goreng itu. Namun senyumannya tak bertahan lama ketika mengingat satu kenyataan yang selama ini berusaha Viny sembunyikan darinya. Marissa mengantup matanya sejenak saat merasakan air matanya merangsak ingin keluar. Sebisa mungkin ia coba menahan air mata itu tapi tidak bisa. Dengan lancang, cairan itu turun membasahi pipinya.

"Mama kenapa?" Viny menegakan kembali tubuhnya untuk menatap Ibunya itu. Ia menyentuh lembut air mata di pipi Marissa dengan dahi berkerut bingung. Viny mengalihkan pandangan pada Kinal seakan menanyakan ada apa, tetapi Kinal menjawabnya hanya dengan gelengan pelan tanpa melepas pandangannya dari Marissa.

"Cuma kelilipan tadi." Marissa tersenyum dan dengan cepat menghapus air matanya. Ia memandangi Shani dan Viny secara bergantian lalu membuang nafas kasarnya. Tidak tahan lagi berada di sini, Marissa memutuskan untuk bangkit dan berlalu pergi keluar.

CintaWhere stories live. Discover now