"Kalian kenapa berantem mulu sih? Gak disini gak di tenda. Kayanya kalian sengaja bikin gue gila!" Naomi mendelik tajam kemudian berjalan pergi meninggalkan tempat itu.

Viny menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kenapa pagi ini orang-orang pada aneh," gumamnya tidak habis pikir

***

"Gak, gue dulu!" Shani mendorong bahu Viny yang hendak masuk kedalam bis. Di sebelahnya juga ada Kinal dan Veranda yang sama-sama bertengkar karena ingin lebih dulu masuk bis. Sementara di belakang mereka puluhan murid menunggu dengan wajah kesal siap menerkam mereka berempat.

"Ada apa ini?" tanya Pembina yang mendengar sorakan puluhan murid itu.

"Ini kak mereka berempat berantem mulu tuh," jawab salah satu siswi mendelik tajam pada mereka.

"Kalian kerjaannya berantem terus!" Pembina berkacak pinggang menatap mereka berempat secara bergantian. Yang ditatap hanya memasang ekspresi wajah datar seolah tidak pernah melakukan kesalahan apapun, tentu itu membuat sorakan semakin keras. Tidak ada yang tidak merasa geram melihat wajah mereka, termasuk Pembina itu.

"Kalian saya hukum, di dalam Viny duduk sama Shani, Kinal sama Veranda! Gak ada kakak adik duduk berdua lagi!" bentak Pembina itu kemudian berlalu pergi meninggalkan mereka berempat.

"Kok gitu sih hukumannya? Najis gue sebangku sama cewek sombong ini!" Kinal mendorong kasar bahu Veranda dengan tatapan sinis.

"Eh siapa juga yang mau sebangku sama lo!" Veranda mencengkeram kuat tangan Kinal. Tatapannya tak kalah tajam

"Ya udah Kinal sebangku sama gue," sahut Naomi santai

Veranda tergelak, "Gak. Tar gue dihukum lagi gara-gara gak nurut sama Pembina."

"Udah bubar-bubar!"

Semua murid bergegas masuk kedalam bis ketika mendengar teriakan Pembina dari jauh. Kinal dan Veranda duduk di kursi kedua, sementara Viny dan Shani dibelakang, nyaris paling ujung.

"Mau diangkatin?" Tanpa menunggu jawaban, Kinal mengangkat tas Veranda untuk disimpan di tempat penyimpanan tas. Setelah itu ia duduk di kursi, sedangkan Veranda dekat Jendela.

Veranda menengok sebentar kearah belakang memastikan bahwa kursi Shani dan Viny jauh lalu menatap Kinal. Tangannya teranyun menggenggam pergelangan tangan Kinal yang tadi dicengkeram olehnya, "Sakit gak? Maaf ya."

"Gapapa." Kinal tersenyum lembut seraya menangkupkan tangannya dipunggung tangan Veranda, "maaf juga ya tadi udah dorong-dorong."

Veranda tersenyum lebar, "Santai santai."

"Pembina nya baik ya? Hukumannya enak." Kinal terkekeh pelan diangguki oleh Veranda

"Bener banget." Veranda melepaskan genggamannya pada Kinal lalu membuang pandangannya keluar Jendela. Bis sudah mulai melaju, sehingga pandangannya kini di suguhkan oleh sawah dan beberapa tumbuhan hijau yang sangat indah. Di ujung sana ada Gunung yang terlihat dekat meskipun sebenarnya jauh. Namun mampu menambah keindahan tempat ini.

"Indah?" tanya Kinal memandang kearah yang sama dengan Veranda. Jujur saja pada dasarnya ia bukan orang yang suka menikmati pemandangan alam seperti ini.

Veranda mengangguk setuju, "Aku suka tempat kaya gini."

Kinal termenung sejenak memikirkan sesuatu. Selama ini ia sering berpergian ketempat wisata alam, baik tertutup maupun terbuka. Sepertinya Veranda akan suka jika diajak ke suatu tempat yang sering ia kunjungi.

"Mikirin apa deh?" Veranda melirik sekilas kearah Kinal, "ada masalah?"

"Itu," sebelum melanjutkan ucapannya, Kinal memiringkan posisi tubuhnya menghadap Veranda, "aku sering ke tempat indah gitu, bukit. Kamu mau kesana gak?"

CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang