Forty Two

3.9K 156 10
                                    

6 tahun kemudian....

"Go, udah siap? Oke. Oke, gini, gini. Kamu udah sampe kan di Artana Resto? Kamu tunggu di situ dulu, 5 menit lagi aku dan keluarga ke sana. Kue ulang tahun ayah udah? Oke, sip. Hiasan-hiasan kayak balon dan pita-pita? Oke. Nah, nanti pas aku dan keluarga sampe, kamu bilang ke bagian musik dan orkestra untuk langsung mainin lagu Happy Birthday! Iya. Ya iyalah, ayah aku nggak tau soal kejutan ini, masa aku kasih tau? Aku bilangnya mau ngajak dia dan keluarga makan malem bersama aja. Hehehe, iya. Oke, byeee!" Sherlyn menutup telepon. Ia melirik jam tangannya. Gadis yang kini sudah berumur 22 tahun itu sudah siap dengan gaun pestanya; dress selutut berlengan tiga perempat berwarna hitam yang terkesan sederhana namun elegan. Rambut panjangnya disanggul rapi. Cantik sekali.

Ya, selama 6 tahun terakhir ini, ia dan Vigo langgeng menjadi sepasang kekasih. Mereka melewati suka dan duka bersama, saling menguatkan. Tentu saja mereka harus menghadapi berbagai cobaan yang menguji kesabaran serta kesetiaan mereka, namun mereka bisa melewatinya. Dan sekarang, 8 Agustus, adalah hari ulang tahun Irwan, ayah dari Sherlyn. Sherlyn meminta Vigo untuk membantunya menyiapkan kejutan untuk ayahnya. Keluarga Vigo pun turut datang ke sana, makan malam bersama antar dua keluarga.

Beberapa saat kemudian, Sherlyn dan keluarga pun segera meluncur menuju Artana Resto.

********************

Sherlyn mengernyit bingung ketika tiba di Artana Resto. Harusnya saat ia dan keluarganya menginjakkan kaki di restoran itu, lagu Happy Birthday sudah berputar. Namun ini tidak. Keadaan ruangan itu pun gelap-gulita. Ke mana Vigo?

Sherlyn dan keluarganya pun menghampiri meja resepsionis. "Selamat malam, Mbak. Ini kenapa suasananya gelap banget ya? Saya yang kemarin datang ke sini untuk menyewa restoran ini malam ini. Apa ada kesalahan? Atau bagaimana?" tanya Sherlyn. Irwan, Vina, Reynand, dan Enno menunggu di belakangnya.

Wanita yang menjaga meja resepsionis itu tersenyum ramah. "Tidak ada kesalahan, Mbak. Mari, saya antar Mbak dan keluarga menuju meja yang telah disiapkan."

"Hah?" Sherlyn makin tidak mengerti.

Namun, wanita itu langsung bangkit dan berkata, "Mari, Mbak. Kedatangan Anda dan keluarga sudah ditunggu sejak sore tadi."

Sherlyn yang tidak mengerti apa-apa hanya mengangguk, bersama keluarganya mengikuti langkah wanita itu menuju salah satu meja bundar yang berada tepat di depan panggung kecil yang biasanya digunakan untuk panggung orkestra dan juga untuk menghibur pengunjung. Sherlyn yang masih bingung—beserta keluarganya, duduk dengan ragu-ragu melingkari meja tersebut. Cahaya keremangan berpendar dari arah panggung, namun tidak cukup untuk menerangi seluruh ruangan. Suasana restoran besar itu benar-benar sepi.

"Lyn, ini ada apa sih sebenernya? Keluarga Vigo mana?" tanya Irwan.

Sherlyn gelagapan seketika. "Ehm, mungkin masih di jalan, Yah. Bentar, biar aku telepon dulu," jawab Sherlyn. Ia mencari nomor telepon Vigo di kontaknya dan langsung meneleponnya. Nada sambung terdengar beberapa kali, namun Vigo tak kunjung mengangkat teleponnya. "Come on, Vigo.... Lo di mana sih? Duh...."

Sherlyn pias seketika. Ia berfirasat bahwa rencana kejutan ulang tahun untuk ayahnya akan gagal total. Ia meyumpahi Vigo berkali-kali dalam hati. Di saat seperti ini, mengapa lelaki itu tak juga mengangkat telepon darinya?

"Ni orang minta diputusin apa ya? Sebentar ya, Elyn ke luar dulu."

"Tunggu, Lyn!" Vina menahan lengan Sherlyn yang tadinya sudah bangkit dan ingin berjalan keluar dari restoran ini.

Sherlyn balik badan. "Kenapa, Bun?"

"Duduk dulu. Coba liat itu," Vina yang sejak tadi pandangannya ke panggung menunjuk sesuatu yang ada di sana.

EXOnde as histórias ganham vida. Descobre agora