Thirty Four

2.3K 122 0
                                    

Pagi menyapa di Desa Ranu Pane.

Pihak keluarga Sherlyn dan Vigo sudah diberi tahu perihal kejadian ini. Vina yang mengangkat telepon pertama kali langsung pingsan, membuat Reynand dan Enno panik—tidak hanya tentang keadaan Sherlyn, namun juga Vina. Akhirnya Irwan-lah yang berbicara di telepon dengan Pak Umar, salah satu guru yang ikut dalam Tour Week kelas 10. Irwan memohon dengan sangat untuk terus mencari keberadaan putrinya. Jika sampai sore nanti Sherlyn belum ditemukan, Irwan dan keluarga sepakat menyusul ke Gunung Semeru.

Tak begitu jauh dengan keadaan keluarga Sherlyn, keluarga Vigo pun shock berat dengan berita ini. Jamil yang menerima telepon pertama kali. Rania yang sedang menjahit baju-baju kebaya seperti biasa—kegiatan yang sering dilakukannya sebelum jatuh sakit dan koma dulu, menatap Jamil dengan penasaran karena raut wajah suaminya yang mendadak pias. Setelah selesai berteleponan, Jamil pun menceritakan semuanya ke Rania. Wanita itu langsung menangis tersedu. Kylie yang mendengarnya pun sama khawatirnya. Jamil pun meminta pihak sekolah agar bertanggungjawab atas hal ini dan meminta mereka untuk tetap mencari keberadaan Vigo.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 06.00. Sebenarnya jam 07.00 nanti mereka harus berangkat, kembali pulang ke Jakarta. Namun sepertinya jadwal mereka akan sedikit terganggu akibat menghilangnya Sherlyn dan Vigo.

Seluruh anak membicarakan Sherlyn dan Vigo. Mereka ikut khawatir dengan dua remaja itu. Suasana pun hening saat makan malam dan sarapan bersama. Mereka semua larut akan pikiran masing-masing.

Terlebih-lebih Kinta. Gadis itu langsung duduk di teras homestay dan menatap jauh ke arah jalan setapak menuju Gunung Semeru, jalan yang semalam mereka lewati, tak peduli suhu dingin yang menggigit. Wajahnya lesu sejak kemarin. Beberapa saat kemudian, Raka, Rome, Alvin, dan Dean pun menghampirinya, duduk di sekitarnya juga.

"Ck, Vigo ... Sherlyn ... sebenernya lo berdua ke mana sih?" Raka bergumam pelan. Yang lain hanya diam.

"Gue takut," ucap Kinta tiba-tiba, dengan suara yang parau dan amat pelan. Ia terus mengatakan itu sejak kemarin.

"Kita semua takut, khawatir mereka kenapa-napa," timpal Dean. Yang lainnya mengangguk setuju.

"Mana gue belom minta maaf sama si Vigo lagi soal kejadian ToD itu," celetuk Alvin. Tidak biasanya ia sediam dan sekalem ini.

Beberapa saat kemudian, hening pun kembali menyapa. Tidak ada lagi diantara mereka yang berbicara.

********************

Sherlyn meringis pelan merasakan pegal di sekujur tubuhnya. Perlahan, ia membuka kedua matanya. Sinar matahari pagi menyilaukan pandangannya. Oh, dia masih berada di hutan ini ternyata. Ia sempat berharap semua yang terjadi ini hanyalah mimpi, sehingga saat ia bangun dari tidurnya, ia sudah berada di atas ranjang kesayangannya, dan bukan di sini.

Namun ternyata kenyataan berbuat jahat padanya.

Sherlyn memegang lehernya yang pegal. Bahkan tidak hanya leher, namun sekujur tubuhnya. Bagaimana tidak? Ia tidur dalam posisi duduk semalaman. Sherlyn menoleh ke sebelah kanannya. Kepala Vigo masih betah bersender di pundaknya, namun lelaki itu tidak lagi memeluknya. Kedua matanya masih terpejam. Ah, Vigo selalu bangun terlambat.

Sherlyn terdiam. Ia tidak ingin mengganggu Vigo. Ia teringat apa yang telah terjadi kemarin, membuat wajahnya bersemu merah. Bagaimana bisa? Seharusnya Sherlyn tidak meladeni Vigo. Gara-gara hipotermianya yang kambuh tiba-tiba, Sherlyn jadi harus tetap dekat dan memperhatikannya. Ia hanya khawatir dengan lelaki itu. Dan jujur, Sherlyn amat sangat takut kemarin. Ia tidak ingin kehilangan Vigo.

Oke, mungkin ini terdengar jahat. Sherlyn 'jatuh' kembali ke Vigo di saat ia masih memiliki hubungan dengan Devon.

Mengingat Devon membuatnya meringis. Apa Devon tahu soal berita hilangnya Sherlyn dan Vigo? Jika Devon tahu mereka menghilang secara bersamaan di Gunung Semeru ini....

EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang