Thirteen

2.1K 126 1
                                    

"Oh ... jadi, sebenernya pasangan yang tiba-tiba keluar dari Turner Café itu ... kakak kelas dan mantan lo?" Alice bertanya, memastikan. Ia telah mendengar semuanya dari Vigo. Dan sekarang mereka ada di salah satu restoran di mall tersebut.

Vigo mengusap kepalanya, menunduk dalam. Ia mengangguk samar.

Alice menghela napas. Entah mengapa ada sedikit rasa kecewa di hatinya. "Go," panggilnya pelan. Vigo sedikit menengadah, menatapnya. "Lo gamon ya dari dia?"

Vigo kembali terdiam. Entah perasaannya sekarang bagaimana, mungkin benar. Ia mengalami gamon alias gagal move on dari Sherlyn. "Gue gak tau," jawab Vigo. "Jangan tanyain hal itu lagi."

Alice menatap cowok itu, yang kini terlihat rapuh hanya dengan sebuah pertanyaan yang ia lontarkan. Sepertinya kegamonan Vigo termasuk akut. Perlahan, Alice menyentuh kedua tangan Vigo di atas meja, menggenggamnya erat. Vigo terkejut, tentu saja. Ia menatap wajah cantik Alice yang menatapnya sambil tersenyum.

"Lo harus bersyukur dan berterimakasih sama Raka. Karena dia, sekarang lo ketemu gue. Gue janji, gue bakal bantuin lo untuk beralih dari mantan lo itu. Oke?"

Vigo hanya bisa mengangguk samar.

********************

Hari demi hari berlalu. Hubungan Devon-Sherlyn dan Vigo-Alice bisa dikatakan semakin dekat, walaupun Vigo hanya bisa bertemu Alice saat weekend ataupun pulang sekolah, itu pun jika ia tidak ada jadwal ke rumah sakit untuk menemani ibunya.

Semakin lama, Alice semakin pintar menunjukkan rasa sukanya dan membuat Vigo melted dengan seluruh kejutan-kejutan kecilnya. Kini Vigo mulai merasa sebagai wanita, sementara Alice prianya. Walaupun Vigo belum menyatakan perasaannya secara khusus untuk gadis itu, namun keduanya selalu bertingkah seolah-olah mereka sudah berpacaran lama. Sebenarnya Alice sih yang lebih agresif. Vigo masih tetap pada sifat lamanya; cuek namun terkadang manis dan mempesona. Teman-teman mereka bahkan sudah menganggap mereka sebagai sepasang kekasih, padahal Vigo menembak Alice saja belum. Ia masih membutuhkan waktu untuk memantapkan hatinya, dan Alice maklum akan hal itu.

Begitu pula dengan Sherlyn. Semakin lama, ia merasa semakin nyaman bersama Devon. Devon selalu memperlakukannya dengan baik dan manis, membuat banyak perempuan di sekolah iri dengannya. Devon selalu ada untuknya, di saat ia bad mood ataupun good mood, Devon selalu menemani hari-harinya. Sherlyn juga bersyukur karena Devon pintar. Tak jarang, ia meminta Devon untuk mengajarinya beberapa materi pelajaran yang ia tidak mengerti. Kebetulan Devon juga memilih jurusan IPS, sama sepertinya. Intinya, Sherlyn mulai merasa bahwa Devon adalah pengganti Vigo yang terbaik baginya.

Ya, mereka sudah sama-sama 'hampir' melupakan. Kini, Sherlyn mulai terbiasa jika mendengar nama Vigo. Begitu pun dengan Vigo. Hubungan keduanya bisa dibilang menjauh. Jika mereka berdua tak sengaja berpapasan di koridor, Sherlyn maupun Vigo langsung mengalihkan pandangan dan kembali berjalan. Tidak ada yang spesial, dan mereka pun sudah semakin jarang berkomunikasi. Hal itu disyukuri habis-habisan oleh Sherlyn. Ia berharap ia akan benar-benar bisa melupakan Vigo sepenuhnya. Dan ia yakin itu.

********************

Sore itu, tanggal 2 September. Sherlyn buru-buru berjalan menuju parkiran. Pasti Devon sudah menunggunya di sana! Hari ini ia memang sedikit telat keluar kelas karena harus melaksanakan tugas piket terlebih dahulu. Teman-temannya yang kebagian tugas piket pun dengan jahatnya pulang buru-buru secara serempak, entah mereka janjian atau bagaimana, meninggalkan Sherlyn membersihkan kelas sendirian sembari menggerutu kesal. Bahkan Kinta saat bel pulang berbunyi langsung berlari keluar kelas seraya berteriak, "SHERLYN! GUE DULUAN YA? GUE ADA URUSAN!!!"

Sherlyn mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. 'Pasti Devon udah nelpon dan nge-chat gue berkali-kali!' batin Sherlyn. Namun yang terjadi ketika ia memeriksa ponselnya adalah sama sekali tidak ada missed-call maupun chat dari Devon. Sherlyn mengecek jaringan sinyalnya, mungkin bermasalah. Namun jaringan sinyalnya baik-baik saja, bagus malah. 'Lah, tumben Devon nggak bawel kayak biasanya? Paketannya abis kali ya?' Sherlyn bertanya-tanya dalam hati. Tiba-tiba, sebuah pesan Line masuk ke notifikasinya. Dari Devon! Sherlyn buru-buru mengeceknya.

EXWhere stories live. Discover now