Seventeen

2.3K 107 2
                                    

"Ya. Dan gue minta tolong, gue mohon banget sama lo, sekali ini aja. Tanggal 9 nanti, please, lo dateng ke rumah sakit, ke kamar rawat nyokap gue, dan bertingkah di depan nyokap gue kayak kita ... masih pacaran."

"HAH?!" Sherlyn sukses terlonjak kaget. Wajahnya shock berat. Bahkan ia sampai bangkit dari duduknya dan menatap Vigo tak percaya dengan kedua mata terbelalak. 'I-ini ... gue nggak salah denger kan?!' Sherlyn berteriak dalam hati.

Vigo ikut berdiri, menatapnya dengan tatapan penuh permohonan. "Gue mohon, She. Sekali ini aja. Yang penting nyokap udah ngeliat lo, ngelepas rasa kangennya, dan abis itu lo langsung pulang juga nggak apa-apa. Alesan aja ada acara keluarga atau apa kek—"

"No! Tapi itu bohong, Vigo! Lo gila ya? Gak, gak bisa. Selain karena itu penipuan, gue dan lo juga udah nggak pacaran. Go, please ya. Gue udah sama Devon, dan kita baru pacaran beberapa hari. Lo mikir gak sih?!"

"Gue juga gak akan mohon-mohon kayak gini ke lo kalo bukan karena nyokap gue, She!" sentak Vigo. Ya, ia mempertaruhkan harga dirinya di depan Sherlyn demi Rania. Ia mengabaikan gengsinya, ia tidak mempedulikan rasa malunya. Ini semua butuh niat, usaha, dan kerja keras tersendiri bagi Vigo untuk memikirkannya semalaman sampai ia tidak bisa tidur.

Sherlyn terkelu mendapat sentakan Vigo. Laki-laki itu tampak kacau sekali. Rambutnya semakin acak-acakkan dan kedua matanya sedikit memerah. Terdapat dua lingkaran hitam di bawah matanya, menandakan bahwa ia kurang tidur—atau malah tidak tidur semalaman? Vigo terlihat seperti sudah kehilangan akal sehatnya, membuat Sherlyn iba padanya.

"Sekali ini aja, She. Habis itu lo boleh benci sama gue, jauhin gue sejauh yang lo mau. Tapi tolong, sekali ini aja, lo bantu gue. Gue bener-bener nggak punya alasan lain untuk bohong ke mama, gue nggak tega ngeliat dia yang selalu nunggu lo di kamarnya, yang kangen sama lo. Lo cuma harus bertingkah kayak kita masih pacaran di depan mama tanggal 9 nanti. Udah, itu aja. Dan setelah itu, gue janji bakal mikirin gimana caranya ngomong sama mama soal hubungan kita. Cuma untuk sekarang, gue bener-bener belom siap ngasih tau dia, She."

Sherlyn mengalihkan wajahnya, berpikir keras. Bahkan Vigo mengganti kata-kata 'nyokap gue' dengan 'mama'. Ia hanya akan berkata begitu jika ia sudah sangat lelah dan putus asa. Ia sebenarnya sama sekali tidak bisa menerima ini. Ia tidak mau. Ia tidak mau hubungannya dengan Devon yang baru beberapa hari terancam karena masalah ini. Ia tidak siap bertengkar dengan Devon yang sudah sangat baik padanya. Bertemu dengan Rania dan melepas rindu sama sekali bukan masalah baginya, karena ia sendiri pun sangat merindukan Rania. Namun, bertingkah seolah-olah ia dan Vigo masih berpacaran? Itu sama sekali tidak bisa diterimanya!

Beberapa saat kemudian, Devon menghampiri taman, namun tidak menghampiri mereka. Lelaki itu menatap Sherlyn dan Vigo dari kejauhan sembari bersedekap, menunggu. Sepertinya sudah lebih dari 5 menit Sherlyn dan Vigo berbicara.

Vigo dan Sherlyn sama-sama menatap Devon, kemudian tatapan Vigo kembali ke Sherlyn, menatapnya serius. Ia sedikit berbisik, "Lo gak perlu kasih tau tentang hal ini ke Devon. Gue tunggu jawaban lo sampe nanti malem."

Dan setelah mengatakan itu, Vigo langsung berlalu dari hadapan Sherlyn dan melewati Devon dengan tak acuh.

********************

Sherlyn menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, membentuk bintang raksasa. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan gelisah. Permintaan Vigo dan wajah memelas memohonannya terbayang-bayang di hadapannya.

"ARGH! Gimana ini jadinya..." Sherlyn berguling ke kanan, kini menutup seluruh wajahnya dengan bantal guling. Ia berpikir, kepada siapa ia harus menceritakan ini semua. Ia benar-benar membutuhkan saran! Apalagi hari juga sudah gelap. Sherlyn yakin cepat atau lambat Vigo akan mengiriminya chat, menanyainya soal permintaannya itu.

EXDonde viven las historias. Descúbrelo ahora