Six

3.6K 200 8
                                    

Lelaki itu menggenggam tangan kurus seorang wanita paruh baya yang terkapar tak berdaya di atas ranjang bersprei putih, menatap wajah wanita itu dengan tatapan menyedihkan. Sudah 6 bulan, namun lelaki itu tak bosan-bosan menyempatkan diri untuk menemaninya dan hampir selalu mengobrol dengannya, walaupun ia tahu tidak akan ada balasan dari kata-katanya. Kedua mata wanita itu yang hangat tatapannya sangat lelaki itu rindukan.

"Ma, Vigo putus sama Sherlyn," ucapnya pelan. "Maaf, Ma. Vigo udah gak bisa jagain dia lagi seperti yang Mama minta 6 bulan yang lalu."

Wanita yang dipanggil 'Mama' itu tetap diam membisu. Bahkan melakukan sedikit pergerakan pun tidak.

"Vigo juga minta maaf karena Vigo baru kasih tau Mama sekarang."

Suasana tetap hening dan lengang, menyisakan bunyi sebuah mesin yang menandakan bahwa ibunya masih bernapas.

"Sherlyn juga kayaknya udah move on dari Vigo. Ya nggak kenapa-kenapa sih sebenernya. Dia keliatan seneng Ma bareng Devon, kakak kelas kita."

Lelaki itu menundukkan wajahnya hingga menyentuh tangan kanan ibunya yang bebas dari selang infus. Ia menciumi tangan itu dengan penuh kasih sayang.

"Saat Mama bangun nanti, Vigo udah nggak sama Sherlyn. Semoga Mama gak kecewa."

Lelaki itu kembali mencium tangan sang Ibu.

"Mama cepet bangun ya? Vigo, Kylie, sama papa kangen banget sama Mama. Alvin, Raka, Rome, sama Dean juga kangen masakan Mama. Mereka emang kurangajar, kangen sama masakan Mama doang. Besok mereka mau ke sini, Mama dandan yang cantik ya?" raut wajah lelaki itu yang tadinya penuh senyuman kembali berubah menyedihkan. "I love you, Ma."

Dan setelah lelaki itu mendaratkan kecupannya di dahi sang Ibu, ia langsung berjalan ke kamar mandi yang ada di kamar rawat inap itu untuk mandi.

********************

Suara Vina dari lantai bawah yang mengajaknya untuk makan malam membuyarkan konsentrasi Sherlyn yang sedang berkutat dengan PR ekonomi. Ingin sekali ia mengutuk tabel-tabel dan grafik-grafik yang memusingkan kepala itu. Beruntung karena perutnya juga sudah keroncongan sejak tadi, akhirnya Sherlyn pun memutuskan untuk menutup buku-bukunya dan bergegas ke ruang makan untuk makan malam bersama.

Di ruang makan....

"Bun, Yah, ada salam," ucap Sherlyn, berusaha sesantai mungkin sembari mengaduk-aduk menu makan malamnya. Vina dan Irwan—ayahnya, langsung menoleh, memasang wajah bertanya. Dan entah mengapa Reynand dan Enno harus menoleh juga, bersamaan menatap Sherlyn.

"Dari siapa?" tanya Irwan penasaran.

"Dari Kak Devon—"

"Wuih, siapa tuh?! Kayaknya baru kemaren putus sama Kak Vigo, udah dapet yang baru aja," potong Enno. Sherlyn langsung melotot ke arah adiknya itu, mengancamnya dengan garpu yang ia acungkan tepat di depan mukanya.

Vina langsung menurunkan tangan Sherlyn yang teracung memegang garpu, "Udah, ah! Lagi makan nggak boleh berantem! Enno, jangan usil ke kakak kamu," omel Vina. Enno hanya memamerkan cengiran tanpa dosanya. Mengganggu Sherlyn menjadi kesenangan dan hobi tersendiri bagi anak itu.

"Tapi bener juga sih, Devon tuh siapa, Lyn?" Reynand yang sejak tadi adem-ayem ikut-ikutan penasaran.

Sherlyn memutar kedua bola matanya dengan malas, "Dia kakak kelas Elyn. Tadi nganterin pulang."

"Wuih—"

"Enno..." Irwan menatap Enno, menggeleng dan melemparkan tatapan penuh arti. Enno yang segera mengerti kembali nyengir, membuat Sherlyn yang melihatnya ingin sekali menimpuknya dengan tulang ayam.

EXWhere stories live. Discover now