Forty

3.1K 142 1
                                    

Sudah seminggu Vigo dirawat di rumah sakit setelah ia siuman. Selama seminggu itu pula, Sherlyn selalu menyempatkan diri mampir ke rumah sakit tempat Vigo dirawat setiap pulang sekolah dan akhir pekan. Terkadang saat ia ke sana, Raka, Rome, Alvin, Dean, dan teman-teman ZC Vigo yang lainnya sudah ada di sana, menjenguk Vigo. Teman-teman sekelas mereka pun sempat menjenguknya kemarin bersama wali kelas mereka dan guru BK. Sherlyn menjaga Vigo dengan baik, dan ia senang. Vigo pun senang tiap kali Sherlyn muncul dari balik pintu kamar rawatnya.

Sehari sebelum Vigo pulang ke rumah....

Suasana kamar Vigo sunyi. Hari ini, Raka, Rome, Alvin, dan Dean tidak menjenguknya, begitupun teman-temannya yang lain. Jamil masih bekerja, Kylie masih di sekolahnya—mungkin ikut ekstrakurikuler, dan Rania masih di rumahnya. Ia baru akan ke rumah sakit lepas maghrib nanti.

Sherlyn mengeluarkan sesuatu dari dalam tas sekolahnya. Vigo memperhatikannya. "Lo kapan pulang?" tanya Sherlyn berbasa-basi. Ternyata benda yang ia ambil dari dalam tasnya adalah sebuah speaker kecil berbentuk bulat berwarna putih.

"Lo udah bosen jagain gue ya?" Vigo balas bertanya dengan santai.

Sherlyn mendesis jutek ke arahnya. "Iya, gue bosen mampir terus ke sini tiap hari dan ngeliat muka lo! Puas?"

Vigo terkekeh pelan melihat Sherlyn cemberut galak. "Besok gue pulang, elah. Tapi masih harus rawat jalan," balas Vigo akhirnya.

"Really? Bagus lah kalo gitu," ucap Sherlyn. Ia mulai mengotak-atik speaker putihnya yang bisa disambungkan dengan ponsel melalui bluetooth mode.

"Hm. Lo ngapain bawa-bawa speaker segala?" tanya Vigo akhirnya.

Sherlyn hanya tersenyum, tak menjawab. Ia mulai menyalakan lagu dari playlist musiknya. Instrumen piano mengalun lembut dari speaker putihnya. Instrumen berjudul Love Me milik pianis asal Korea Selatan, Yiruma.

"Biar lo lebih rileks aja. Kan hati jadi tenang kalo denger instrumen piano kayak gini," Sherlyn memberikan alasan, lalu duduk di bangku di sebelah ranjang Vigo.

Vigo mendengar instrumen piano itu sambil tersenyum. Ia sudah tahu Sherlyn sangat mencintai musik klasik, terutama piano. Ia mengidolakan banyak pianis dunia, seperti Yiruma contohnya. Dan Sherlyn juga bisa bermain piano. Bisa dibilang handal malah.

"Itu sih lo," balas Vigo sesaat kemudian. "Kan yang suka musik klasik kayak instrumen piano gitu lo," lanjutnya.

Sherlyn cemberut kembali. "Tapi lebih baik begini kan? Lo harus meresapi setiap denting pianonya, baru lo bisa ngerasain kedamaian yang mengalir di sana."

Vigo tertawa pelan, "Hahaha, iya, gue tau. Bahasa lo ketinggian." Kemudian instrumen piano mulai berganti ke judul selanjutnya, yaitu Maybe. "She," panggil Vigo tiba-tiba.

Sherlyn yang sedang sibuk melihat-lihat judul instrumen piano di ponselnya bergumam pelan, "Hm?"

"Setelah gue keluar dari rumah sakit, ajarin gue main piano ya?"

Sherlyn mendongak, menatap Vigo dengan kedua mata terbelalak. "Buat apa? Gue cukup terkejut, karena lo tertarik main piano."

Vigo mendesis jutek. "Yeh, si Bego. Emang menurut lo siapa yang nyaranin Kylie ikut les musik klasik selain kemauannya sendiri? Gue, She. Gini-gini gue juga ngerti soal musik kali," protesnya.

"Oh ya?" kedua mata Sherlyn membulat kembali. Ia baru tahu fakta ini. "Kok gue baru tau sih?"

"Lo-nya aja oon. Di rumah gue kan ada studio musik walaupun nggak terlalu besar, lo lupa?"

EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang