Seven

3.7K 183 3
                                    

Vigo sudah menyelesaikan makan malamnya. Begitu pula Sherlyn yang sudah kembali dari kamar mandi. Gadis itu langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas hitam kecilnya, tidak lagi mengecek pesan yang masuk.

"Gue bosen. Jalan-jalan bentar yuk keliling rumah sakit?" ajak Vigo tiba-tiba. Sherlyn berpikir sebentar, menatap punggung Vigo yang mulai menjauh. Dilema ia antara kembali ke kamar rawat Rania atau ikut dengan Vigo. 'Duh, tapi kan gue nggak berani naik lift sendirian,' batin Sherlyn. "Ikut gak? Terserah lo sih," Vigo berbalik, menanyakan ajakan terakhirnya. Akhirnya Sherlyn pun mengangguk, lantas segera menyamakan langkahnya dengan Vigo.

********************

Vigo dan Sherlyn berjalan dalam keheningan. Sherlyn masih berpikir, mencari-cari topik apa yang cocok untuk menemani dinginnya malam ini. Mereka hanya berjalan-jalan menyusuri koridor-koridor rumah sakit.

"Go, Kylie apa kabar?" akhirnya pertanyaan itulah yang keluar dari mulut Sherlyn.

"Baik," jawab Vigo pendek. Sherlyn hanya mengangguk.

"Dia di rumah sekarang?"

"Iya."

"Kok nggak ke sini?"

"Hari ini giliran gue jagain nyokap."

"Kylie bagiannya hari apa aja dong?"

Vigo menghentikan langkahnya, menatap Sherlyn datar. 'Ni cewek masih banyak tanya aja, kayak dulu,' ucap Vigo dalam hati. Sherlyn menatap Vigo dengan bingung. Kedua mata anjingnya yang lucu nan indah berkedip beberapa kali. Menyadari sesuatu, Vigo buru-buru berdeham dan mengalihkan pandangannya, lantas kembali melangkahkan kakinya. Ia menggigit bibirnya sendiri menatap wajah menggemaskan Sherlyn itu. Untung saja ia tahu diri untuk tidak mencubiti pipi gadis itu seperti dulu.

Mereka berdua terus berjalan, hingga akhirnya tiba di depan Instalansi Gawat Darurat alias IGD yang berada di luar gedung. Maksudnya, dari jalan besar bisa langsung ke IGD dengan ambulans jika keadaan darurat. Jalan itu menghubungkan langsung dengan ruang IGD yang berada di sayap kanan gedung rumah sakit.

Vigo berhenti melangkah pas di tengah-tengah jalan ambulans itu. Ia menghembuskan napas beberapa kali, kemudian memutar tubuhnya, menatap dalam kedua mata Sherlyn. Ada yang ingin ia tanyakan soal hubungan gadis itu dengan Devon. Sherlyn hanya diam, menatap Vigo bingung. Hingga suara sirine ambulans yang memekakkan telinga menyadarkan mereka. Sherlyn langsung pias, menutup kedua telinganya rapat-rapat, lupa bahwa posisinya dan Vigo sekarang menghalangi laju ambulans.

Namun Vigo cepat menyadarinya. Lelaki itu menarik Sherlyn ke dalam dekapannya dan berjalan menjauh agar tidak menghalangi jalan ambulans menuju ruang IGD. Tubuh Sherlyn gemetar ketakutan. Ia bahkan menutup kedua matanya juga. Sherlyn memang tidak bisa mendengar suara sirine ambulans, ia takut karena memiliki trauma masa kecil terkait hal tersebut. Vigo jadi panik sendiri. Ia harus cepat membawa Sherlyn pergi dari sini!

Bahkan saking takutnya, Sherlyn tidak menyadari bahwa jaraknya dan Vigo kini amat dekat, dan Vigo terus memegang erat kedua lengan atasnya.

"She? Lo bisa jalan? Gue bakal bawa lo pergi dari sini!" Vigo sedikit mengeraskan suaranya karena sirine ambulans itu masih menyala. Namun tubuh Sherlyn kaku, tidak bisa bergerak. Vigo meringis tertahan. Tak lama, suara sirine itu pun berganti. Perlahan, genggaman kuat Sherlyn di kedua telinganya mulai melonggar. Ia membuka kedua matanya, melirik ambulans tersebut.

Namun naas, ia sungguh menyesali mengapa ia harus melihat ke arah sana. Tampak para petugas ambulans dan beberapa perawat tengah menurunkan seorang pasien yang sekujur tubuhnya banyak luka dan darah, seperti korban tabrak lari. Kedua mata Sherlyn membulat, tercekat ia menatap pemandangan tragis itu.

EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang