Seorang anak buah David mengapitkan lengannya di leher Vigo dari belakang, membuat Vigo merasa tercekik. Sementara yang lainnya membabi-buta memukuli tubuhnya. Vigo meringis. Ia berusaha bertahan selama mungkin. Ia sedikit menunduk, hingga anak buah David yang mencekiknya itu terangkat di punggungnya dan Vigo langsung membantingnya ke lantai. Lelaki itu merintih kesakitan karena jatuh berdebam, yang membuat cekikannya di leher Vigo terlepas begitu saja. Setelahnya, Vigo segera memutar tubuhnya, merunduk ketika seorang lagi ingin meninju wajahnya, kemudian melayangkan tinjunya ke dagu anak itu dari bawah hingga terlempar ke belakang.

'Gue harus selesein semua ini!' Vigo bertekad kuat dalam hati. Ia menggeram keras. Tubuhnya memutar cepat, menghadap belakang. Baru saja ia ingin melayangkan tinjunya pada seseorang di belakangnya, gerakannya langsung terhenti begitu saja. Tangannya yang terkepal kuat melemah. Kedua matanya melebar dan telinganya berdenging. Seluruh tubuhnya gemetar. Ia hampir saja jatuh tersungkur ke depan, namun ia menahannya dan berusaha untuk tetap berdiri. Kedua matanya memanas, menatap benda tajam itu menusuk pinggangnya, membuat darah merembes dari balik kaus dan jaketnya.

Vigo menatap wajah David yang menyeringai di hadapannya. Walaupun pandangannya mulai kabur, namun ia tetap bisa melihat seringaian jahat itu. Napas Vigo tersengal. Rasanya sakit sekali. Ya, David menyerangnya dengan sebuah pisau lipat berujung tajam miliknya, tepat ke pinggang sebelah kanan Vigo.

"Kena lo, Bastard," David berbisik tepat di telinga Vigo. Vigo masih terdiam. Ia tidak bisa bergerak. Sekali gerakan saja dapat membuat pinggangnya ngilu hingga ke seluruh tubuh, membuat rasa sakitnya semakin menjadi. Telinganya berdenging, tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang David katakan. Kesadarannya mulai berkurang.

Lalu—dengan kejamnya, David menarik pisau itu dengan keras dari pinggang Vigo, membuat Vigo tercekat—benar-benar tercekat. Bahkan ia tidak bisa berteriak saking sakitnya yang luar biasa. Vigo ambruk ke tanah, menyentuh pinggangnya yang terkena tusukan pisau lipat David. Tidak, ia belum pingsan. Hanya napasnya saja yang tersengal. Tubuhnya mendingin, namun ia masih sadar. Ia masih bisa menatap David yang berjalan menuju pintu pabrik bekas itu dengan santai sembari mengusap pisaunya yang penuh darah ke celana panjangnya.

"Ayo, pergi. Biarin aja dia mati secara perlahan-lahan di sini. Gue udah puas balesin dendam gue," ucap David dari kejauhan.

Vigo menutup kedua matanya perlahan. Rasa sakitnya makin menjadi saja. Rasanya ia tidak sanggup lagi untuk bertahan. Sekilas, ia mendengar suara orang-orang—ya, banyak orang, yang berteriak-teriak dengan penuh kemarahan di sekitarnya. Apa ini hanya halusinasinya saja? Mengapa tiba-tiba ia teringat dengan wajah keluarga dan teman-temannya? Mengapa ia teringat begitu saja semua potongan kehidupannya dari kecil sampai ia tumbuh remaja? Semua kenangan itu begitu hidup dalam ingatannya sekarang, membuatnya sedikit takut namun juga tenang dalam waktu bersamaan.

Saat-saat ia belajar mengendarai sepeda, saat-saat ia dibelikan playstation baru karena berhasil mendapat peringkat 5 besar di kelas 3 SD, saat-saat ibunya memarahinya karena menjahili Kylie dan membuat adiknya itu berteriak-teriak nyaring dan berakhir menangis karenanya, saat-saat ia baru masuk SMP dan bergabung dengan Zeus Colony, saat-saat ibunya mengamuk karena ia yang ketahuan tawuran dengan geng motor lain, saat-saat ia bertemu dengan Sherlyn dan berpacaran dengannya, saat-saat ibunya jatuh sakit dan koma berbulan-bulan lamanya, saat-saat ia baru masuk SMA dan putus dengan Sherlyn, saat-saat....

"Vigo?!"

Vigo meringis. Ia mendengar suara itu dengan jelas. Mengapa suara Sherlyn terdengar dekat sekali dengannya? Ingatannya tentang semua pengalaman hidupnya terputus seketika.

"Vigo, bangun, Vigo! Ini gue, Sherlyn.... Hiks, Vigo ... lo kenapa bisa jadi kayak gini...."

Vigo mulai merasa ada yang aneh. Entah sekarang ia masih sadar atau tidak. Seluruh dunia di sekitarnya seakan-akan mengabur warnanya. Tak lama, ia merasakan tubuhnya diangkat setengah dan didekap hangat oleh seseorang. Ia bahkan masih bisa menghirup aroma parfum yang dikenakan orang itu dan wangi shampo di rambutnya. Ia amat merindukan aroma itu.

EXWhere stories live. Discover now