2

5.7K 557 16
                                    

Bulan sebentar lagi akan hadir menggantikan posisi mentari, kegelapan pun sudah siap menguasai warna langit. Veranda keluar dari rumahnya menatap ke sekeliling yang terlihat sangat sepi. Ia memejamkan matanya, mengirup udara petang ini dalam-dalam lalu dihembuskan perlahan. Meskipun ia tinggal di Kota, tapi pepohonan yang tumbuh di sekeliling cukup membuat udara jadi lebih sejuk dan terasa lebih baik.

Tiba-tiba suara motor terdengar, sedikit mengusik ketenangannya. Veranda mendesah lembut dan perlahan membuka mata. Pandangannya langsung terkunci pada Kinal yang baru saja membuka helm hitam full facenya. Untuk beberapa detik Veranda tenggelam dalam tatapan Kinal yang tidak biasanya selembut itu, ini baru pertama kalinya ia terpana melihat tatapan seseorang yang dilayangkan kepadanya. Satu detik setelahnya, Veranda tersadar dan segera memalingkan wajahnya kearah lain.

Kinal menyimpan helmnya diatas motor kemudian berjalan mendekati pagar. Sepasang tangannya memegangi pagar, sedangkan pandangannya masih tertuju pada Veranda.

"Oi ngapain lo diem disitu?" tanya Kinal berteriak keras agar suaranya itu terdengar sampai telinga Veranda.

Veranda kembali menatap Kinal, tatapan lembut Kinal sudah hilang entah kemana, yang ada hanya tatapan sinis seperti biasanya. Veranda melipat kedua tangannya didepan dada lalu bersandar di dinding tanpa berniat menjawab pertanyaan Kinal. Ia masih menatap Kinal dalam, ingin mengetahui sekuat apa Kinal bisa melihat tatapannya -yang selalu mampu membuat semua orang terpana-

Dahi Kinal berkerut samar melihat tatapan Veranda yang meskipun tidak tajam tapi seolah menusuk ke dua matanya. Ia menelan ludahnya dengan susah payah lalu mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mengambil pandangan kearah lain.

Veranda tersenyum tipis lalu menghempaskan kedua tangannya kebawah, "Dasar lemah," cibirnya kemudian berjalan masuk ke dalam.

Kinal berdecak pelan kemudian berkacak pinggang. Matanya menyipit membayangkan tatapan Veranda barusan, terlihat sangat menarik. Tanpa sadar ia tersenyum tipis, ternyata benar apa yang dikatakan semua orang; Veranda memang sangat cantik apalagi dengan rambut terurai seperti tadi.

"Kok dia senyum-senyum sendiri?" gumam Veranda yang sedari tadi mengintip dibalik gorden. Senyuman tipis tersungging disudut bibirnya memperhatikan wajah Kinal, ini pertama kalinya ia melihat senyuman Kinal semanis.

"Kakak ngapain liatin dia?"

Suara Shani menganggetkan Veranda. Veranda langsung berbalik dan melenyapkan senyumannya. "Ng-ngga, dia nyebelin banget tadi nyolot gitu."

"Oh ya?" Shani memiringkan kepalanya menatap bingung pada Veranda. Detik berikutnya ia menggeser sedikit posisi Veranda untuk melihat ke jendela. Pandangannya langsung menangkap Kinal yang masih terdiam dengan senyuman tipisnya. "Dia gila?"

"Tau deh." Veranda mengangkat bahunya dan buru-buru masuk ke dalam untuk menghindari pertanyaan Shani yang mungkin akan semakin banyak.

***

Tepat pukul delapan malam, Shani berdiri didepan sebuah Mini Market. Decakan kecil terus keluar dari mulutnya karena kesal, sudah hampir setengah jam ia menunggu Veranda yang mengatakan akan menjemputnya. Namun Veranda sepertinya masih disibukan dengan tugas kelompoknya. Shani menghentakan satu kakinya kemudian menengadahkan wajah memandang pada cahaya rembulan yang mulai memudar, tersapu oleh awan hitam. Sebentar lagi hujan akan turun, hawa dingin pun sudah mulai menyeruak menusuk-nusuk tulang. Shani memeluk tubuhnya sendiri, berharap Veranda akan segera sampai.

Tiba-tiba sebuah Motor Ninja merah berhenti tepat dihadapannya. Shani yang sudah tau siapa orang itu hanya mengerang kesal. "Minggir, jangan parkir sembarangan!" bentaknya keras.

CintaWhere stories live. Discover now