Selama beberapa bulan ini, ia juga lebih sering berkumpul dengan ZC di Warung Kopi Bang Ipul, bahkan terkadang hingga larut malam. Kebiasaan lamanya sewaktu belum mengenal wanita kembali. Rania juga kembali suka mengomelinya jika ia pulang kemalaman, dan tanggapan Vigo hanya sekadar 'iya-iya' saja, sejenak lupa bahwa delapan bulan yang lalu ibunya terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit selama 7 bulan lamanya.

Vigo benar-benar kembali seperti dulu, bahkan lebih parah. Lebih kejam. Semua orang memandangnya sebagai lelaki yang tidak memiliki hati. Bukannya tidak memiliki hati, Vigo hanya mengunci hatinya dari orang-orang tak bersalah yang jika ia biarkan masuk ke dalam hatinya, semua urusan akan menjadi ruwet dan berantakan.

********************

Hari Senin yang cerah di pertengahan bulan Mei. Minggu pertama setelah dua minggu sebelumnya dilaksanakan Ulangan Akhir Semester II yang menentukan apakah mereka berhak naik ke jenjang yang lebih tinggi atau tinggal kelas, yang berbasis komputer alias CBT. Murid-murid Olympus High School terlihat malas-malasan pergi ke sekolah, karena mereka tahu, kegiatan mereka setelah UAS paling hanya membahas kembali soal-soal selama ulangan atau jika sedang sial, beberapa siswa dipanggil secara tiba-tiba untuk melakukan remedial. Bisa dibilang, pekan setelah UAS disebut 'pekan remedial' atau 'pekan pengumuman'. Namun murid-murid biasa menyebutnya dengan 'pekan kegabutan'.

Guru akan jarang masuk kelas, dan kelas akan menjadi seperti puing-puing kapal Titanic. Hancur-lebur. Tidak akan ada satu muridpun yang akan melaksanakan tugas piket. Sudah biasa.

Seperti saat ini, di kelas X IPS 3, kelasnya Vigo dan Alvin. Bel masuk sudah berbunyi sejak 30 menit yang lalu, namun keadaan kelas sudah sekacau-balau ini. Vigo merebahkan dirinya di atas 4 meja murid yang ia jadikan satu. Alvin duduk di kursinya, fokus pada game di ponselnya. Tiba-tiba, sebuah seruan menghentikan kegiatan masing-masing murid-murid itu, termasuk Vigo dan Alvin.

"Selamat pagi, Anak-anak! Wah, kelas ini berantakan sekali macam lingkungan korban Perang Dunia II. Tapi tidak apa-apa, lagipula Bapak datang kemari bukan untuk membahas kelas maupun tugas piket yang terbengkalai. Duduk di bangku masing-masing! Vigo Ares Aldebaran, duduk di bangkumu yang benar!" Vigo mendengus tertahan. Ia mengembalikan meja anak lain seenaknya, lalu duduk dengan malas di sebelah Alvin.

"Ck, ngapain sih ni Pak Tua pake masuk segala," Alvin yang merasa amat terganggu karena ia harus menerima kekalahan di game-nya pas ketika wali kelas mereka itu masuk langsung menggerutu. Vigo mengibaskan tangannya tidak peduli.

Nama pria setengah baya yang seluruh rambutnya sudah beruban itu adalah Pak Syaiful, namun lebih dikenal dengan sebutan Pak Tua, khususnya oleh murid-muridnya di kelas X IPS 3, kelas yang diurusnya. Umurnya memang sudah menginjak 50 tahun lebih—mungkin 55, namun rambutnya sudah putih semua. Ia juga mengajar mata pelajaran sejarah peminatan di OHS, yang lebih terfokus pada sejarah-sejarah dunia.

Pak Syaiful mengeluarkan beberapa dokumen dari mapnya, membacanya sekilas. "Yak, Anak-anakku sekalian. Bapak punya pengumuman penting untuk kalian semua! Dengarkan baik-baik. Vigo, Alvin, lepas earphone kalian atau Bapak gunting kabelnya," ancam Pak Syaiful.

Vigo yang iseng memasang earphone di telinganya, sebelah-sebelahan dengan Alvin, langsung melepasnya, meletakkannya di kolong meja, lantas tersenyum seperti anak baik-baik kepada Pak Syaiful.

"Dasar Anak-anak nakal! Baik, kita kembali ke topik semula. Kalian tentu sudah tahu bukan kegiatan Olympus High School yang rutin diadakan setiap tahunnya selepas UAS semester II berlangsung?" Pak Syaiful menatap murid-muridnya satu-persatu.

Murid-muridnya berpandangan. Kebanyakan dari mereka belum tahu karena ini adalah tahun pertama mereka di OHS, jadi mereka belum terlalu paham dan hafal kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh OHS.

EXOù les histoires vivent. Découvrez maintenant