Special Chapter Khusus Bahagia sampai sangat bahagia Part I

5.4K 375 5
                                    

Mai Ding peduli dengan pencitraannya sebagai mahasiswa. Sayangnya, ketika sampai di kelas, bel langsung berbunyi. Saat Mai Ding memutar kepalanya ke belakang, An Ziyan menghilang. Jelas-jelas saat memasuki kampus waktu itu dia masih disana.

Saat kelas setengah berjalan, An Ziyan masuk. Si dosen tidak terkejut, selama hasil ujian anak didiknya bagus, kelakuan lainnya dianggap gelap.

"Kamu ngapain sih?"

"Sarapan."

"Dimana kedisplinanmu, kita ini 'kan pelajar."

An Ziyan terlalu malas meladeni Mai Ding, dan meletakkan susu dan roti di atas buku Mai Ding.

"Aku tidak membiarkanmu membelikan sarapan untukku. Harus berapa kali sih aku mengatakannya?" Mai Ding berkata. "Kata-kata dimulutku ini sudah bulat. Jangan dipikir aku akan tersanjung dengan kelakuan kecilmu ini. Kamu benar-benar salah." Mai Ding selalu saja berbicara apa yang ada dipikirannya

Mai Ding lalu melihat ke arah meja An Ziyan yang sangat bersih, "Bukumu, mana? Nggak bawa!"

"Benda seperti itu berat, hanya memenuhi tas saja."

Mai Ding mendorong bukunya ke tengah.

"Besok lagi jangan membawa dan jangan meminjam. Kamu baca ini."

An Ziyan mengangkat bahunya, satu tangannya menyangga wajahnya yang mulai bosan dengan kuliahnya. Di saat yang sama, disampingnya Mai Ding sedang memandang ke depan sambil mencatat dengan serius. Dan dari waktu ke waktu akhirnya dia malah memandangi wajah An Ziyan. Tidak perduli seberapa lamanya dan seberapa banyaknya, wajah itu terlalu bagus untuk ada. Mulutnya yang buruk, dan ekspresi dinginnya.

"Sudah cukup melihatnya?"

"Nggak lihat kok, ah, ada sesuatu di wajahmu." Mai Ding bicara omong kosong.

"Kamu punya sesuatu di lehermu."

Mai Ding tidak mengerti maksud kata-kata An Ziyan. Lalu dosen yang mau keluar dari kelas mendorong kacamatanya.

"Tugas minggu lalu tolong dikumpulkan, sebelum siang serahkan padaku." lalu dia keluar dari kelas.

"Kapan kamu ingat, kok aku nggak ingat?"

"Bagaimana aku tahu?"

An Ziyan mengeluarkan beberapa kertas yang sudah kusut. Mai Ding masih memandangi An Ziyan, "Kamu mengerjakannya, apa kamu mengerjakannya!"

"Memang kamu mengendalikanku."

"Cepat pinjami, biarkan aku meconteknya."

"Kenapa?"

"Kenapa, sudah jelas masalahnya 'kan."

"Nggak mau."

Mai Ding ingin mengambilnya, An Ziyan lebih cepat menangkapnya. "Oh!"

"Oh" Mai Ding tertawa berbunga-bunga sambil memutar, memukul lengan An Ziyan.

"Yan Ge, kita berdua 'kan suami istri. Kamu melihat apa yang lebih dari yang terlihat diluar. Ayolah. Pinjami aku biarkan aku menyalinnya."

"Ngomong seenaknya."

"Hm, baiklah, aku akan memberikan suatu yang bagus untukmu." Mai Ding berbicara pada An Ziyan.

"Kamu sedang berbicara mau memberiku sesuatu yang bagus menurutku 'kan, bukan menurutmu."

"Kamu sombong gila, aku 'kan sudah berkomitmen untuk menciummu. Kamu masih nggak puas."

"Siapa yang bilang kamu boleh menciumku, disini 'kan tempat belajar."

"Siapa yang bilang di kampus nggak boleh mencintai seseorang, buka harganya. Berapa kali kamu baru mau membiarkanku menconteknya." Mai Ding langsung menantang.

An Ziyan berfikir, "Em, melihat poinmu yang menyedihkan, 100 kali."

"Dibawah 100!" Suara Mai Ding teredam."Mulutku ini 'kan daging, dan haruskah sebanyak itu."

"Kamu bisa melakukannya dengan buru-buru."

"Aku nggak mau. An Ziyan, kamu kekanak-kanakan. Aku akan menemukan orang lain yang mau memberikan contekan." Mai Ding menuju siswa yang duduk di depan.

"Maaf teman, aku lupa mengerjakan tugasku. Boleh kamu membiarkanku melihatnya." Temannya itu mau berusaha berbicara, lalu dia bisa merasakan pandangan dingin yang menusuk dari tulang punggungnya. Dia melirik An Ziyan yang jelas-jelas memandanginya. Seakan bilang kamu nggak punya kata 'hidup' kalau sampai meminjamkan.

"Ini, aku juga sangat malu, kok tiba-tiba nggak ketemu."

Mai Ding mencoba meminjam beberapa teman lain dan langsung ditolak mentah-mentah, akhirnya dia membungkukkan kepalanya di tempat duduk, dengan pandang benci melihat ke arah An Ziyan.

"Dibawah 100 kali ciuman, wajah atau mulut." Sepertinya Mai Ding masih berjuang.

"Aku mau melakukan hal baik." An Ziyan mengulurkan tangannya ke arah Mai Ding.

"Apa kamu pikir kamu bangsawan."

"Jadi atau tidak."

Mai Ding meraih punggung tangan An Ziyan, dan memukul mulutnya dengan marah. Sikanya ini membuat An Ziyan menarik tangannya.

"Aku menyuruhmu mencium bukan menggigitnya."

An Ziyan mengelap tangannya di baju Mai Ding. Mencintai An Ziyan yang curang. Bagaimana bisa dia melihatnya, dan kalau di pikir-pikir dari sekarang, bahkan sampai menikah. Mai Ding selalu saja diganggu lagi dan lagi.

"Aku tahu." Mai Ding sekali lagi mengambil tangan An Ziyan dan dengan hati-hati melakukannya lagi.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kelas jam kedua, An Ziyan menengok ke bawah sebentar, bangun dari tidurnya dan menemukan Mai Ding masih berjongkok di bawah meja, sambil menghitung ciumannya.

"Ciumannya belum selesai?"

"Kurang 6 lagi, sebentar lagi selesai."

An Ziyan menarik tangannya, lalu memegangi rambut Mai Ding.

"Cowok ini jujurnya keterlaluan."

Tapi karena Mai Ding yang selalu terlalu serius, An Ziyan selalu tidak tahan ingin mengerjainya, lihat saja dia sangking seriusnya kelihatan seperti orang gila.

"Kamu minta disambar petir ya, mengganggu orang jujur." Mai Ding bangun dari jongkoknya, lalu duduk di tempat duduk, langsung mulai mengerjakan tugasnya yang sudah sangat terlambat. Mulutnya tidak tahan untuk mengeluh.

"Aku sangat marah, di kehidupan ini aku berniat untuk tidak memperdulikanmu lagi."

An Ziyan melihat ke arah Mai Ding. Dosen di depan sedang mengajar dengan serius, beberapa murid ada yang terkejut saat melihat mereka, beberapa ada yang mendengarkan dengan cermat. Tangan hangat An Ziyan dibawah meja memegangi tangan Mai Ding.

Jantung Mai Ding rasanya mau melompat, dia menggigit bibir bagian bawahnya, tangan lainnya masih dengan cepat menulis di atas kertas, tapi wajahnya pelan-pelan memerah.

"Tipuan ini nggak berguna, aku kasih tahu kamu. Nggak perduli bagaimana kamu membujukku, aku masih sangat marah."

"Siapa yang perduli padamu?"

"Lalu kenapa kamu menggenggam tanganku?"

"Ingin menangkapmu, bukan begitu?"

"Siapa yang percaya padamu."

Mulut Mai Ding dan matanya menjadi melengkung.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Penulis Novel: Angelina

Cina-Indonesia : iu3a


🆃🅰🅼🅰🆃 Kamu Adalah Pria Yang Kucintai Book 1 [Sedang Revisi]Where stories live. Discover now