Chapter LXXIV Karenamu Aku Menangis

3.9K 399 11
                                    


Nenek tinggal di daerah yang sangat terpencil. Sebelum jalan dibangun, mereka membutuhkan waktu selama satu jam dengan menumpang kapal untuk sampai ke sana.

Di daerah tersebut hanya ada sebuah tampungan air dan hanya ada sekitar selusin rumah tangga yang hidup disana. Bahkan pasokan listriknya kembang kempis. Kadang-kadang TV tidak bisa menyala, apalagi sinyal telpon.

Mai Ding hanya bisa mendapat sinyal telpon, saat dia berdiri di tangga sambil berjinjit. Mai Ding memindahkan kursi untuk duduk di luar. Ibunya juga mengikutinya dan duduk bersebelahan dengannya. Saat itu terlihat sepasang kekasih muda menggandeng anaknya, barusan numpang lewat didepan mereka. Mereka berdua melihat keluarga itu sampai menghilang.

"Ini apa yang harus dimiliki seseorang : seorang istri yang dicintai dan seorang anak yang lucu. Cinta dan kebahagiaan keluarga tidak lebih dari ini. Pernahkah kamu memikirkan bagaiamana rasanya menjadi seorang ayah? Untuk sesuatu yang kamu sebut dengan cinta, Benarkah kamu rela melepaskan kesempatan untuk membangun keluargamu sendiri demi hal seperti itu?"

Ibu Mai Ding menangkap setiap kesempatan untuk membujuk Mai Ding. Mai Ding menginjak kerikil di tanah, mendorong maju mundur dengan kakinya.

"Kalau kamu bersama dengan orang yang tidak kamu cintai, walaupun kamu bisa menikah dan punya anak, hidup hanya seperti sebuah siksaan. Siapa bilang keluarga yang lengkap hanya terdiri dari seorang pria, seorang wanita dan seorang anak? Kalau ini benar-benar cinta dan kebahagiaan dari sebuah keluarga, kalau begitu aku lebih suka tidak memilikinya. Aku tidak rakus, aku hanya butuh sedikit kebahagiaan untuk bisa menjalani hidupku."

"Kenapa kamu tidak pernah mendengarkan? Ada sebuah kehidupan yang mengaggumkan tepat di depan matamu malah kamu tidak memilihnya. Sebagai gantinya, kamu memilih cara hidup dimana kamu tidak akan pernah mengangkat kepalamu tinggi-tinggi."

Mai Ding tertawa pahit sedangkan ibunya merasa bingung, "Hidup yang aku pilih sekarang sebenarnya yang mengagumkan."

"Sesulit itu 'kah untuk membuatmu mengerti?"

"Ibu, sesulit itu 'kah untuk membuatmu menerimanya?"

Ibu Mai Ding hanya bisa menggeleng kepalanya.

Sejak Mai Ding kecil, dia adalah anak penurut yang selalu mematuhi setiap kata-katanya, jadi dia tidak berfikir kalau dia bisa se-keras kepala ini ketika masalah ini datang. Sifat keras kepala ini yang sebenarnya dia tidak bisa dimengerti. Dia hanya berharap Mai Ding bisa melupakan semua hal yang tidak masuk akal ini dan memulai semuanya kembali lagi.

Ibu Mai Ding tahu jalan yang dipilihnya ini, meski dia menyetujuinya, mereka akan sangat sulit untuk tetap berjalan, mereka akan memiliki tekanan yang besar, dan semua orang yang ada disekitar mereka akan memandang rendah mereka. Dia tidak ingin Mai Ding terluka.

Kalau orang lain tahu tentang mereka, dan kalau dia sampai putus dengan An Ziyan setelahnya, bukankah masa depannya akan hancur? Apakah ada wanita yang akan bersedia menerima seorang pria yang mencintai pria?

"Kamu melepaskan segalanya hanya karena An Ziyan, apa ini setimpal?"

"An Ziyan. . . Dia seseorang yang unggul dan memiliki pendirian yang kuat. Aku tidak bisa ingat berapa banyak orang yang menyukainya. Nilai-nilainya bagus, keluarganya kaya, dia tampan, bisa main piano, dia juga bisa menyanyi dengan baik, dia hanya orang yang seperti itu. Dan orang yang seperti itu sudah jatuh cinta dengan seseorang sepertiku. Aku tidak melepaskan apapun, aku malah mendapatkan lebih banyak."

Ibu Mai Ding ingin mengatakan sesuatu, tapi Mai Ding menghentikannya. Dia melanjutkan memandang kerikil di tanah dan berkata,

"Aku sangat biasa, sangat mudah hilang dalam keramaian orang. Sebelum aku bertemu An Ziyan, hidupku terbang tak tentu arah. Aku dengan patuh mendengarkan setiap kata-katamu. Aku membiarkanmu membuat semua keputusan untukku. Daripada aku hidup untuk diriku. Ini lebih seperti aku hidup karenamu. Entah bagaimana An Ziyan melihatku yang biasa ini di tengah-tengah lautan manusia. Apa kamu tahu seberapa senangnya aku saat itu? Banyak sekali warna yang masuk ke kehidupanku. Ketika dia membuatku marah, aku menjadi kalut. Ketika dia marah aku menjadi takut. Ketika dia meninggalkanku, aku jadi sedih. Ketika dia genit padaku, aku jadi terpesona. Ketika dia menciumku, aku jadi gila. Ketika dia jatuh cinta padaku, rasanya aku mau mati. Semua emosi ini adalah hal yang tidak pernah aku alami sebelumnya, rasanya aku benar-benar hidup. Aku hanya menyukai An Ziyan, tapi sayangnya dia itu pria."

🆃🅰🅼🅰🆃 Kamu Adalah Pria Yang Kucintai Book 1 [Sedang Revisi]Where stories live. Discover now