Chapter LXXV Keinginan Yang Sepele

3.9K 394 10
                                    

Ibu Mai Ding mengabaikan Mai Ding. Dia marah, marah pada anak laki-lakinya yang melawan kata-katanya dengan penuh ancaman. Mai Ding tidak benar-benar bicara apapun. Kalau dia meminta maaf sekarang juga, tentu saja semua usahanya sampai sekarang akan sia-sia. Mungkin dia tidak benar-benar jahat. Kali ini, dia memutuskan untuk membela dirinya sendiri. Dengan begitu, keduanya berada dalam jalan buntu saat ini. Ketika mereka sedang makan, bahkan neneknya bisa melihat ada sesuatu yang salah dengan keduanya.

"Beberapa hari ini kalian berdua ini kenapa?"

Ibu Mai Ding tersenyum malas, "Bu, nggak ada apa-apa. Ibu nggak usah khawatir."

Mai Ding menurunkan mangkoknya dan meletakkannya di atas meja, "Nenek, kamu akan tahu juga cepat atau lambat."

Ketika Mai Ding hampir bicara, ibunya melarangnya, "Mai Ding, berhenti bicara sebelum kamu berlebihan."

"Apa aku membuatmu sebegitu malunya? Nenek, aku akan memberitahumu."

"Mai Ding!!"

"Memangnya kenapa ini?" Neneknya ingin tahu, apa sih yang membuat ibu dan anak ini berkelahi sampai seperti ini.

"Aku berkencan dengan seorang pria." meskipun ibunya sudah berusaha, Mai Ding masih tetap berbicara. Ibu Mai Ding sangat marah sampai-sampai bibirnya gemetar. Neneknya menjatuhkan mangkok ke lantai tepat saat dia mendengar berita itu dan membiarkan suara barang pecah belah terjatuh.

"Ding kecil. Kamu. Kamu bilang apa?"

"Nenek, aku jatuh cinta dengan seorang pria."

Setelah kata-kata ini terucap, neneknya berdiri, memandang Mai Ding dengan ekspresi tak terbayangkan. Neneknya, yang tinggal di pendalaman seumur hidupnya, tidak pernah melihat bahkan mendengar hal seperti itu sebelumnya. Jadi dia benar-benar tidak dapat mengendalikan hal semacam ini. Tanpa berkata apapun, pandangnya menghitam dan dia pingsan.

Mai Ding terkejut, berdiri untuk menangkap tubuh neneknya. Ibunya juga datang membantu dan menarik tubuh nenek ke atas tempat tidur agar dia bisa berbaring, "Ibu, Ibu nggak papa?"

Ibu Mai Ding kemudian dengan buru-buru menelepon *120.

(120 = nomer telpon ambulan)

Ibu Mai Ding mendorong tubuh Mai Ding untuk menyingkir, yang saat ini telihat sangat amat khawatir.

"Keluar. Kamu sekarang senang 'kan? Apa kamu puas sekarang, kamu membuatnya marah sampai seperti ini, bukan? Pergi, Pergi, beritahu semua orang di dunia ini tentang situasimu yang busuk itu. Kamu tidak puas sampai kamu membuat marah semua orang yang perduli dengan kematianmu, bukan? Dengan begitu kamu bisa bersama dengan An Ziyan iya 'kan?"

"Aku, aku tidak tahu kalau akan jadi begini. Aku tidak mau seperti ini." Mai Ding merasa tidak mampu.

"Keluar dari sini, keluarga kami tidak mengijinkan ada orang tanpa perasaan sepertimu. Pergi! Aku setuju kalian berdua bersama jadi pergilah dan ikuti dia. Lakukan apapun yang kamu mau, hanya saja jangan pulang ke sini. Ini yang kamu inginkan bukan? Daripada cintamu yang hebat dan mulia itu, memang apa lagi yang kamu pedulikan?"

"Ibu, aku tidak bermaksud membuat nenek marah, aku hanya ingin memperjelas semuanya."

"Apa sekarang sudah cukup jelas? Apa yang kamu ingin lakukan sampai kamu merasa puas? Aku tidak punya anak laki-laki seperti itu. Keluar."

"Ibu ~ ~ "

"Jangan panggil aku 'ibu'. Apa kamu tidak mendengarku? Aku bilang pergi! Kalau sesuatu benar-benar terjadi pada nenek. Aku tidak akan memaafkanmu."

Dengan melirik neneknya terakhir kali, Mai Ding berputar dan pergi. Tangannya menggenggam membentuk kepalan dan kukunya menancap tajam di telapak tanganya. Dia tidak pernah berfikir kalau neneknya akan marah seperti ini. Sekarang, dia hampir menjadi seorang kriminal.

🆃🅰🅼🅰🆃 Kamu Adalah Pria Yang Kucintai Book 1 [Sedang Revisi]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu