Chapter LXXV Keinginan Yang Sepele

Start from the beginning
                                    

Mai Ding berdiri diluar melihat mobil ambulan membawa neneknya. Ibunya mengikuti. Cahaya ambulan bersinar dilangit abu-abu, diikuti dengan suara guntur. Tidak lama kemudian, tetesan hujan yang besar mulai berjatuhan, membasahi seluruh dunia.

'Kalau semuanya berpikir kamu salah, lalu suatu hal yang jelas-jelas benar akan menjadi salah. Bagaimana aku menjelaskan rasa sakitku ini? Aku tidak bisa menyerah bahkan hanya untuk salah satunya. Perlawanan hanya akan membuat luka menjadi semakin parah, dan akhirnya akankah air mata jatuh ke dalam jurang dan tidak dapat dipulihkan kembali.'

Walaupun hujan membasahi seluruh tubuhnya, Mai Ding berjalan dalam hujan. Dengan bibirnya yang memucat, tubuhnya yang gemetaran dan jalan dibawah kakinya menjadi lumpur, dia berlari ke depan. Dia berlari menuju mobil An Ziyan dan terlihat dari kaca dashboard dapat diduga An Ziyan kelelahan dan tertidur.

Mai Ding berteriak, "An Ziyan."

An Ziyan mengangkat kepalanya dan melihat Mai Ding, yang basah kuyup dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tubuhnya yang kurus gemetar terus menerus, tapi Mai Ding terus berteriak dalam hujan, "Ini salahku, aku mengacaukan semuanya. Nenekku sangat marah sampai-sampai dia pingsan. Kalau sesuatu terjadi padanya, apa yang harus aku lakukan? Kalau dengan mencintaimu, aku harus menahan kehilangan, apa yang harus aku lakukan? An Ziyan, beritahu aku. Apa yang harus aku lakukan?"

Setelah dia berhenti bicara, dia melarikan diri, pikirannya benar-benar kacau. Kalau sesuatu yang buruk benar-benar terjadi kepada neneknya karena dia, dia tidak akan pernah memaafkan dirinya, dan membiarkan ibunya sendirian.

"Daripada cintamu yang hebat dan mulia itu, memang apa lagi yang kamu perdulikan?" Kata-kata ibunya ini terus-menerus mengiang dalam pikiran Mai Ding.

Apakah Mai Ding benar-benar terlalu egois? Demi memenuhi cintanya, dia melukai orang sebanyak itu agar bisa bersama An Ziyan, tapi dia benar-benar tidak bisa mendapatkan keduanya. Dia akan menanggung banyak dan berat sekali dosa.

Apakah semua ini benar tidak apa-apa?

An Ziyan menangkapnya, menggengam Mai Ding dan menariknya ke dalam pelukannya. Walaupun keduanya basah kuyup, mereka masih bisa merasakan panas tubuh masing-masing. Mai Ding bernafas berat di dalam pelukan An Ziyan.

Ketika Mai Ding melihat ke mata An Ziyan, dia benar-benar sudah runtuh dan mulai menangis, "Aku benar-benar sudah berusaha semampuku. Tapi, tidak semua bisa diselesaikan hanya dengan berusaha. Walaupun aku dipukuli, hal itu tidak masalah untukku. Tapi sekarang, nenek, dia . . . Aku mencintaimu, An Ziyan, tapi bukan berarti aku harus kehilangan anggota keluargaku."

An Ziyan melihat ke arah Mai Ding yang terluka. Jadi dia sudah menderita sampai seperti ini. Mai Ding tidak sama dengannya. Mai Ding selalu menjadi Mai Ding yang baik dan penurut. Dia malah harus menanggung beban yang seharusnya tidak dideritanya.

"Kamu ingin putus denganku?"

"Aku minta maaf, An Ziyan, aku benar-benar minta maaf. Cinta tidak bisa menanggulangi semuanya dalam hidup."

An Ziyan tertawa, sebuah tawa yang terluap dengan kesedihan. Dia tidak menyalahkan Mai Ding. Bukankah dia menyukai Mai Ding yang seperti itu? Dia selalu berbudi baik pada orang lain, bahkan pada kasus keluarganya yang sekarang ini. Kalau Dia terus menjadi egois, An Ziyan jelas tidak akan senang.

"Aku akan memberikan apapun yang kamu mau, termasuk aku yang meninggalkanmu. Kamu benar, cinta tidak bisa menanggulangi semuanya."

Air hujan yang jatuh ke mata Mai Ding menjadi sebuah tangisan. An Ziyan membungkuk dan mencium ujung mata Mai Ding, "Apa yang kamu tangisi? Kamu 'kan nggak akan mati."

Setelah itu, An Ziyan mengambil jaketnya, menutupi kepala Mai Ding dengan itu, dan kembali berjalan menuju mobilnya. Mai Ding merasa sangat buruk ketika dia melihat punggung An Ziyan yang secara berangsur-angsur menjadi kecil dalam hujan. Ini pertama kalinya An Ziyan mendengarkan kata-kata Mai Ding dan semua itu membuat Mai Ding tidak lagi merasa ada perlawanan yang kuat dalam dirinya.

'Kamu tidak sekuat itu, aku tahu.'

An Ziyan, mengemudikan mobilnya, melewati Mai Ding. Mai Ding melihat lampu belakang mobil menjadi lebih dan lebih tidak jelas.

'Ini aneh, kami tidak bertengkar. Kami tidak punya orang ketiga yang menghancurkan hubungan kami. Tapi Tuhan selalu punya cara untuk menghancurkan cinta kami. Pada akhirnya, benarkah Tuhan tidak bisa menang melawan tekanan duniawi.'

Mai Ding duduk di tanah, dengan kuat memegangi jaket An Ziyan, "An Ziyan, sebelum aku bisa melupakanmu. Tolong jangan jatuh cinta pada orang lain."

----------------------------------------------------------------------------------------------------

An Ziyan mengemudikan mobilnya dengan sangat cepat, tidak tahu kemana dia pergi atau berapa lama dia mengemudi. Pada akhirnya, dia tiba-tiba menginjak rem dan dengan ganas memukul setir mobil dengan kepalan tangannya.

'Setelah kamu pergi, duniaku menjadi benar-benar kosong. Di sana hanya ada air mata dan luka yang tidak ada habisnya.'

..................

Mai Ding tiba di rumah sakit, melihat situasi neneknya yang sudah mulai stabil, dia bernafas lega. Ibunya memandang dingin ke arah Mai Ding yang basah kuyup.

"Kenapa kamu ke sini? Bukankah aku bilang padamu untuk pergi mencari An Ziyan?"

Mai Ding tidak berbicara sepatah katapun, dia hanya berdiri di samping neneknya. Neneknya pelan-pelan membuka matanya dan sekalinya dia melihat Mai Ding, dia mengulurkan tangnnya untuk menggenggam tangan Mai Ding, "Nak, kamu jangan melakukan hal bodoh begitu. Kok kamu bisa-bisanya bersama dengan seorang pria? Ini 'kan tidak bisa diampuni surga."

Mai Ding tersenyum malas, "Nenek, nenek tidak perlu membujukku. Aku sudah tahu. Tidak akan ada lain waktu. Orang tidak boleh egois bukan? Aku harus menjalani hidup untuk ini dan itu, dan pada akhirnya aku menemukan bahwa cinta tidak berarti apapun." Mai Ding berbicara seolah mengejek dirinya sendiri.

Ketika ibu Mai Ding mendengar perkataannya, dia bicara dengan suara yang sedikit senang, "Kenapa harus sampai sejauh ini sampai kamu akhirnya mengerti? Tapi baguslah kalau kamu tahu sekarang. Aku akan menjaga nenek di sini jadi kamu pulang, mandilah air panas dan beristirahatlah. Kamu akan masuk angin kalau ada di sini."

Mai Ding mengangguk. Dia tidak tahu bagaimana caranya dia bisa kembali ke rumah neneknya. Setelah mandi, dia berganti pakaian. Kemudian, dia berjongkok dan memandang ke arah jaketnya An Ziyan. Dengan tangannya dia terus-menerus mencuci pakaian dengan cara menggosoknya sampai tangannya memerah, tapi dia tidak ingin berhenti.

Mungkin waktu sendiri tidak bisa menanggung beban berat. Banyak hal yang berkembang bukan terserah pada kita. Kita berpegang pada dugaan positif begitu, tapi hasilnya hanya menerima jawaban yang kejam.

Walaupun kamu memberitahu dirimu untuk bekerja keras setiap hari dan suatu hari kamu akan mendapatkan hadiah, ketika hari itu tidak pernah datang, disitu hanya ada perasaan marah dan putus asa yang tertinggal. Ketika semua itu terjadi, yang kamu inginkan hanya berteriak "Diam" kepada seluruh dunia.

'Bisakah kamu membiarkan kami mengalami cinta dengan tenang? Walaupun cuma sedetik? Meskipun aku tidak perduli bagaimana kamu melihatku, aku masih berharap untuk menerima restumu. Demi keinginan sepele, kami harus melepaskan segalanya hanya untuk mengemis hal itu.'

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Penulis novel: Angelina

Cina- Inggris : Dynasty_LikeLove

Inggris-Indonesia: iu3a

Saat Mai Ding dan An Ziyan putus . . . bener-bener bikin hati sedih. . . Langsung jadi melankolis (;'ຶДຶ ')

🆃🅰🅼🅰🆃 Kamu Adalah Pria Yang Kucintai Book 1 [Sedang Revisi]Where stories live. Discover now