#57 END

201 8 0
                                    

"Do,"

Angin malam dapat dirasakan oleh keduanya, baik Fika ataupun Nando yang sedang duduk berhadapan di pelataran kafe.

"Hm?" suara berat Nando akhirnya terdengar juga. Karena sejak tadi, laki-laki itu hanya berdiam diri, seolah ragu untuk mengutarakan sesuatu.

"Kenapa kita di sini?" tanya Fika.

"Lo udah solat?" Nando malah balik bertanya, mengalihkan pembicaraan. Tapi pertanyaan seperti itu adalah sisi Nando yang seperti Raka.

Mengingat pertemuan mereka yang tidak sengaja beberapa hari yang lalu, Raka pun mengetahui hal tersebut setelah Fika akhirnya memutuskan untuk bercerita. Sejatinya, Raka selalu tahu dan menginginkan yang terbaik untuk Fika. Maka pada hari itu, Raka langsung menjalankan niatnya tanpa aba-aba. Pada hari itu, dengan semangat empat lima, Raka menuntut sesuatu pada Nando agar bagaimanapun caranya bisa mengembalikan kebahagiaan Fika.

Dan sekaranglah, pada malam ini, dengan penuh ambisi sekaligus canggung, Nando harus jantan mengatakan semuanya.

"Do?" ulang Fika lagi, karena tak kunjung mendapat respon.

"I-iya. Sabar, dong." Beberapa kerutan muncul di dahi Nando selagi ia merasakan detak jantungnya yang menjadi-jadi dan keringat dingin membasahi telapak tangannya. Kebiasaan laki-laki itu tiap kali nervous.

"Sabar apanya?"

Nando seribu persen yakin bahwa rambutnya itu steril dari kutu ataupun kuman lainnya. Tapi malam ini ia menggaruk kepala terus-terusan. Rasanya ia ingin meloncat-loncat jika tidak punya urat malu.

"Ehem." Semburat merah hadir di kedua pipi Nando.

Fika mampu melihat itu. Tapi ia masih butuh beberapa waktu untuk mengartikan apa yang ia lihat.

"Gu-gue-"

"Apa?"

"Mau bawa lo ke Aussie."

"Hah?"

"Iya, ma-maksud gue-"

"Maksud lo apa?"

"Maksud gue nanti kalau lo udah lulus."

"Gue gak ngerti."

Nando menarik napas sedalam mungkin. Seharusnya hal ini dikatakan nanti saja. Salah kaprah jadinya. "Gini. Maksud gue, nanti kalau lo udah lulus. Masih lama, jadi gak usah kaget."

"Kenapa gue harus mau?"

"Karena lo harus mau. Karena-"

Kedua alis Fika bertautan, ia memiringkan kepala, menunggu kelanjutan Nando.

"Karena nanti kita harus nikah, gue mau kita tinggal di sana."

"Waras gak sih lo, Do?"

Nando mengangguk mantap. "Gue ngomong gini atas kesadaran gue sendiri, kok. Bokap gue ngasih proyek di sana dan kehidupan kita akan terjamin. Masa depan gue bisa dibilang baik, dan gue gak mau lo lihat siapa-siapa lagi."

"Do, tapi-"

"Jangan bilang enggak atau lo sakit lagi. Bohongin diri sendiri terus,"

Fika tidak tahu yang ia rasakan sekarang apa. Kepergian Kiki rasanya baru kemarin dan ia tidak ingin menjadi orang jahat.

Namun orang yang sedang ada di hadapannya adalah satu-satunya orang yang kali pertama membuat Fika merasa lengkap. Ketidakadilan semesta yang ia rasakan atas kepergian Kiki maupun sirnanya rasa cinta pada Raka, jawabannya ada di Nando. Segala bahagia yang Fika inginkan ada pada diri Nando. Dan sekarang pun, laki-laki itu seperti membuka pintu seluas-luasnya hanya untuk Fika seorang.

Berlabuh PadamuWhere stories live. Discover now