#16

175 14 0
                                    

Laki-laki bertubuh tinggi itu mengeratkan jaket kulit yang melindunginya dari kedinginan di sore yang sedang disiram hujan. Giginya bergemerutuk karena ia memang tidak kuat dingin. Pandangannya teralih ke seseorang yang ia tunggu baru saja sampai untuk menjemputnya ke sebuah kafe.

"Are you done with her, Ki?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Fernando saat ia membuka buku menu dan melirik ke arah Kiki.

Tidak ada jawaban yang keluar. Mengingat permainan bodoh yang dirinya dan Nando buat saat enam bulan yang lalu.

"Lo kenapa, cuk." Fernando mengatur posisi duduknya sehingga sekarang ia duduk tegap sambil memandang sahabatnya.

Kiki menggosok-gosok kedua tangannya yang kemudian ia usap ke wajah. "Gak apa-apa, gue flu."

"Lo mau pulang? Pesen taxi aja kali ya? Lagian lo tumben gak bawa mobil."

"Gak, baru nyampe. Gila apa. Gue tadi juga abis jalan-jalan sore, gak tau bakal ujan."

Fernando Abraham menggaruk hidungnya yang tidak gatal dan mulai menanyakan hal yang tidak Kiki harapkan. Jarinya mengitari mulut cangkir kopi hangat yang baru saja datang.

"Are you done with her?" Ulangnya.

Ingatan Kiki kembali pada enam bulan yang lalu saat pesta ulang tahun Anggi berlangsung. Malam di mana Kiki dan sahabat sejak sekolah dasarnya itu melakukan hal bodoh sepanjang hidupnya.

"Ki, that girl has been catching my eyes since i stood here." Nando bergumam tepat di dekat telinga Kiki. Kiki hanya melirik apa yang sahabatnya lihat dari awal acara. "Afika?" Laki-laki berkemeja putih itu bertanya tanpa melirik perempuan itu lagi dan menoleh ke arah sahabatnya, "I like her too."

Selanjutnya adalah mereka meneguk sepuluh gelas bir dengan ketentuan siapa yang terlebih dahulu menghabiskannya, bisa dengan mudah lebih dulu mendapatkan perempuan bergaun coklat itu. "I DID!" Kiki prasetya memukul meja di hadapannya dengan kasar, mendeklarasikan bahwa dirinya akan memenangkan hati Afika secepatnya.

Kiki bergedik ngeri dan masih tidak membayangkan apabila hal lebih buruk datang pada Fika. "Kenapa?" Pertanyaan bodoh tanpa pertimbangan keluar dari mulutnya.

Fernando menarik ponsel Kiki yang tergeletak begitu saja di hadapannya, "Udah enam bulan, giliran gue lah."

"Anak anjing," Kiki berdiri meraih ponselnya tapi gagal. "Siniin elah, gak lucu Do."

"Apaan sih, bentar-bentar." Tangan kiri Nando menyingkirkan tubuh Kiki yang berusaha mengambil ponselnya dan tangan kananya sibuk mencari kontak seseorang yang selama ini ada di benaknya.

"Tai apa. Fikaku," Nando melirik sahabatnya yang kini sudah duduk lemas. Tawa sumbang keluar setelah ia mengirim kontak Fika ke nomornya sendiri melalui ponsel Kiki.

--

Macbook yang ada di hadapan Raka terbuka lebar. Matanya menatap layar dengan tatapan kosong dan menganggurkan tayangan youtube yang menjadi langganannya. Mungkin sekarang ia merasa sedikit lega karena Fika tidak menolak-belum memberikan jawaban padanya. Tapi, bagaimana kalau perempuan itu malah memberikan kekecewaan pada Raka nantinya? Raka mengambil ponsel yang tergeletak di ujung kasur. Ia ingin mencoba menghubungi Fika entah salah atau benar yang akan dilakukannya itu. Karena saat kemarin Raka menyatakan perasaannya dengan bodoh, Fika malah menatap Raka lekat-lekat dan langsung pergi meninggalkan lelaki dengan wajah tanpa dosa tersebut.

Baru ia menekan tombol power ponselnya, nama Fika ternyata lebih dulu muncul di layar.

Fika: Woy

Dengan cepat, Raka membuka passcode.

Raka: Pagi

Fika: Telat, gue kan chatnya dari semalem.

Raka: Gila, lo begadang?

Fika: Enggak sih, itu cuma kebangun.

Raka: Lah wkwkwk. Eh iya, masa gue mimpiin lo.

Fika: Lalu?

Raka: Tapi aneh banget mimpinya. Mau gue kasih tau gak?

Fika: Bolebolee

Raka: Gue mimpi lo ninggalin Kiki karena lo lebih milih gue (deleted)

Raka: Gajadi dah.

Fika: Yeu koclik.

Raka: Fik, lo ada waktu gak? Gue mau memperlurus yang kemaren.

Fika: Di sini aja omonginnya.

Fika: Coba bayangin lo di posisi Kiki. Dia gak pernah niat jahat sama sekali ke gue.

Fika: Maaf ya, Ka.

Raka: Iya gue ngerti. Gapapa.

Raka: Well, jadi gue baru aja ditolak nih?

Fika: Hehehe maapin dd.

Raka meletakkan ponselnya kembali ke tempat semula dengan malas dan berusaha fokus pada layar macbooknya. Harus biasa saja karena semuanya akan baik-baik saja. Setidaknya itu yang Raka pikirkan sekarang.

Berlabuh PadamuWhere stories live. Discover now