#48 LETTER

119 9 0
                                    

Baru saja di malam itu, saat dirinya ingin sekali memeluk Fika yang belum bisa melepaskan pandangan, ingatannya kembali pada surat yang belum tersampaikan. Nando menarik napas setelah sadar diri. "Gue hempir lupa."

Fika memerhatikan tangan Nando yang menarik pintu dashboard di depannya untuk mengambil sesuatu. Setelah melihat amplop kecil diberikan kepadanya, ia sempat mengernyit. "Buat gue?"

Nando mengangguk pelan dan menutup dashboard kembali.

Perempuan itu mendengus setelah membaca siapa pengirim surat tersebut. "Gue baca nanti aja." Ia tidak sanggup bila harus membacanya sekarang. Bagaimana kalau kesedihan itu muncul kembali, padahal sekarang Fika sudah berharap pada diri sendiri untuk tidak terus menerus menjadi orang paling terkasihani. Ia hanya ingin kembali menjadi Fika yang dulu -seseorang yang tidak memikirkan hal-hal menyedihkan.

"Iya, gue gak maksa. Tapi sekilas info, gue mungkin bakalan baru bisa tidur besok pagi."

"So i can call you at 2pm when i need someone to talk about my feeling?" Fika tersenyum tipis.

Nando mengangguk dan tersenyum mantap. Padahal dari kantung matanya saja, terlihat begitu jelas kelelahan yang ia sembunyikan. "So you can call me on my cellphone. Latenight when you need, my, love."

Sungguh bukan lelucon yang Fika harapkan malam ini, tapi ia tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum mendengar Nando menyanyikan lagu Hotline Blink dengan lirik yang berbeda.

Dan perasaan lega muncul di hati Nando setelah melihat senyum itu kembali hadir.

--

Sesampainya di kamar, Fika langsung merogoh tas kecil yang masih tersampir di bahunya. Ia berjalan pelan dan duduk di pinggir kasur sebelum membaca surat yang sejak tadi ia belum ketahui apa saja isinya.

To my dearest Afika,

Sekarang bukan musim hujan, tapi gue selalu ngerasa mendung akhir-akhir ini. Mungkin karena yang ada di isi kepala gue adalah hal-hal yang terlalu berat untuk gue sampaikan secara langsung.

Fik, omong-omong, sebelumnya maafin gue ya. Gue gak tau kalau selama ini udah bisa jadi yang terbaik atau bahkan sebaliknya. Tapi satu hal yang gue mau, jangan pernah jadi orang yang paling gak berdaya. Karena apa? Kalo hal kayak gitu terjadi, itu namanya gue kehilangan Fika yang selama ini gue kenal.

Maaf juga, gue gak ada di tempat yang udah kita janjiin. Lo nungguin gue ya di sana? Tapi ada Nando kan? Please, i know it's my fault but i have a reason that no one ever want to accept it, i think.

Gue sakit. Dan sebenernya gak seharusnya lo nerima ini, dan udah sewajarnya secara gak langsung gue udah jadi orang terjahat ya?

Fik, gue juga pernah mikir, kalau andai dari dulu gue bisa baca kehidupan gue yang akan datang, mungkin gue udah pergi jauh lebih dulu. Gak ada niatan sama sekali untuk bikin semuanya jadi kayak gini.

Fika, tolong jangan pernah anggap gue ini manusia yang paling egois dan gak punya cara lain selain pergi. Iya, gue pergi. And you finally know it, right? You better to know it the way it is.

Baik, gue emang sejahat itu. Tapi gue gak akan pernah jauh lebih jahat dari itu.

Afika, i love you too much and i never want to let you (precious thing of mine) to feel those hardest time the way i do.

Entah apakah ini takdir, kalau boleh jujur, sekarang gue merasa jadi manusia terkutuk di dunia. Kalau lo lagi ada di depan gue sekarang dan dengar perkataan ini, mungkin sekarang gue udah abis sama memar karena pasti lo cubit gue keras-keras kayak kue cubit.

Berlabuh PadamuWhere stories live. Discover now