#14

200 19 0
                                    

Tidak terasa, ujian pun sudah berakhir. Kiki berjalan di koridor menuju kelas Fika. Satu tali tas menggantung di bahunya sedangkan satunya lagi dibiarkan terlepas. Kedua tangannya sibuk mengetik pesan ke Fika. Sampai ia tidak menyadari dirinya akan menubruk lelaki yang baru keluar dari kelas ke arah yang berlawanan. Kiki mendongak setelah lengan mereka bersenggolan. Lelaki di hadapannya menatap dia dengan tatapan kosong tapi memiliki arti sendiri.

"Nyari Fika ya?" Tanya lelaki di hadapannya yang tentu saja Raka. Alih-alih menjawab, Kiki berjalan menuju kursi panjang yang kosong di depan kelas tersebut. Tidak menghiraukan lelaki yang ia belum ketahui namanya sambil tetap memainkan ponselnya dengan satu tangan. Tubuhnya bersandar di tembok.

"Ka! Belom pulang?" Afika yang datang dari dalam kelas menepuk bahu Raka. Kemudian pandangannya menuju arah penglihatan Raka. Kiki menoleh ke arah mereka berdua sebentar lalu kembali ke ponselnya seraya berdiri. "Ayo, pulang."

Fika bingung dengan perkataan Kiki karena sebelumnya ia sudah bilang kalau hari ini ia punya rencana pergi dengan Liska, Anggi, dan Sofi. Walaupun sebenarnya juga dengan Raka dan Fauzi. "Kan gue udah bilang ada janji. Lo lupa, ya?"

"Ya udah bentar, gue mau ngomong."

Kenapa juga hari ini sikap Kiki berubah dingin tidak seperti biasanya? Fika mengikuti dari belakang. Mereka menuju area dekat kantin yang sedang sepi agar bisa bicara empat mata. Setelah langkah mereka terhenti, Kiki menyandarkan dirinya lagi di tembok. Lelaki itu menghela napas hampir seperti frustasi. Ia memejamkan kedua matanya sejenak sebelum menatap perempuan di hadapannya. Afika sudah tahu kemana arah pembicaraan ini. Pasalnya sejak kemarin, Fika belum mengabari Kiki sama sekali.

"Dari kemaren kemana aja?" Tanya Kiki dengan kedua tangan dimasukkan ke kantong celana.

"Gak kemana-kemana." Jawab Fika sambil memainkan kedua tali tasnya.

"Jangan bohong."

"Serius."

"Gue gak suka kalo lo bohong. Jujur aja, gue gak bakal bisa marah."

Tidak ada jawaban dari Fika. Lagipula Fika tahu, tidak ada gunanya juga jujur atau bohong untuk saat ini.

"Fik, gue gak pernah bohong sama lo." Lelaki itu membenarkan posisi berdirinya. Sekarang mereka berdua terlihat seperti murid polos yang berdiri memegang kedua tali tas ranselnya.

"Apa sih, Ki? Kenapa lo bisa bilang kalo gue bohong? Jangan aneh, deh."

"Soalnya lo gak bisa bohong."-"Ini, sekarang lo bukan mau jalan berempat doang kan?"

"Iya, Raka sama Fauzi juga ikut."

"Nah, jujur aja gitu apa susahnya sih."

"Iya, maaf." Fika tertunduk tidak melihat Kiki.

"Lo bisa jaga kepercayaan gue kan?" Kiki menunduk agar bisa melihat wajah Fika yang masih perempuan itu sembunyikan.

"Iya, Kiki. Aneh tau gak lo ngomong kayak gitu. Seakan-akan gue cewek yang suka modus aja."

"Enggak. Gue cuma malah takutnya lo yang dimodusin."

"Astagfirullah. Fauzi udah punya Liska."

"Kalo si Raka itu? Raka yang tadi di depan kelas itu kan?"

"Raka tuh hari ini ultah. Jadilah kita ditraktir sama sekalian mau bikin surprise, Ki." Fika memandang Kiki dengan tatapan lelah. Kiki memang begitu sifatnya. Bagi Fika, Kiki seperti petugas keamanan pribadi yang dikirimkan entah dari mana.

Kiki menyunggingkan senyum di ujung bibirnya. Ia mengelus pucuk rambut Fika. "Ya udah iya, gue percaya."

"Maafin gue ya." Sambungnya lagi.

"Hmm."

"Jangan marah, dong."

"Enggak marah," Jawab Fika sambil melihat raut wajah Kiki yang ketakutan apabila Fika marah lalu tidak membalas pesan atau mengabarinya lagi.

Kiki pun menangkap kepala Fika dengan kedua tangannya kemudian mengecup kening perempuan itu dan berkata, "Makasih, ya."

Ini yang selalu membuat Fika merasa bersalah. Kenapa harus Kiki yang berurusan dengan hidup Fika? Kenapa harus Kiki yang baik hati, tulus, dan seperti selalu ingin melindungi Fika? Kenapa juga harus ada Raka di hidup Fika? Perempuan itu kini hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena belum bisa berbuat yang semestinya.

"Maafin gue, Ki. Maafin gue."

Mulmed: The Paper Kites - I'm Lying to You Cause I'm Lost

Berlabuh PadamuWhere stories live. Discover now