#24

146 11 0
                                    

Siang harinya, Sofyan dan Raka makan siang hanya berdua di ruang makan. Sedangkan Fika, masih belum mau keluar kamar walaupun Sofyan telah berusaha membujuknya.

"Papah mau beli keperluan dulu. Kamu suruh Fika makan, tuh." Kata Sofyan sambil menyelipkan dompet ke dalam kantong belakang celana jeans warna gadingnya, kemudian ia membuka pintu untuk keluar, dan menutupnya kembali.

Alih-alih menuruti perkataan Sofyan, Raka dengan tidak acuh memainkan ponselnya.

Ber-integritas (3)

Fauzi Akbar: Raka mana raka

Ridho: Raka lg enak

Fauzi Akbar: Elu kali enak

Ridho: Enak teruss

Raka: Ambigu

Raka: Bodoh

Fauzi Akbar: Mana poto betis paha noona

Ridho: Oh iya boleh juga

Raka changed the group's name to Mesum

Raka left the group

Ridho left the group

Fauzi Akbar invites Raka & Ridho

Waktu sudah menjelang sore, tapi batang hidung Fika belum terlihat juga. Raka berdecak, beranjak dari sofa, berjalan menuju pintu kamar Fika. Ia mengetuk pintu tersebut pelan, tapi tidak dapat jawaban. Lalu mengetuknya dengan agak keras, sampai sangat keras, tapi tetap tidak mendapat jawaban. Akhirnya Raka membuka kenop pintu dan mendapatkan Fika sedang menutup kepalanya dengan bantal.

"Bangun. Jangan sok-sok tidur."

Fika mengubah posisi tidurnya dari telentang menjadi menghadap kiri, membelakangi Raka.

"Jangan sok ngambeh dah. Gak peduli juga." Kata Raka yang masih memegang kenop pintu yang terbuka lebar.

"Fik,"

Fika bergumam tidak jelas.

Raka menghela napasnya, ia melangkah ke dekat kasur, kemudian tangannya menarik bantal yang ada di atas kepala Fika.

"Is! Keluar sana! Ngapain masuk-masuk kamar cewek?" Cerocos Fika yang masih terbaring miring.

"Lah, gue kan abang."

"....."

"Bangun, cepetan ah. Entar kalo sakit gak bisa jalan-jalan lu."

"Bodo."

"Jangan batu apa! Apa perlu gue bawain makanan ke sini?"

"...."

"Gue mau jalan nih. Gak mau ikut?" Tanya Raka yang masih berdiri di samping kasur.

Karena ia tidak ingin terus-terusan di dalam gedung apartment, Fika bangkit dari kasur, memakai sandalnya yang ada di samping kaki Raka. Ia sedikit kesusahan saat memakai sandalnya yang tergeletak berantakkan, yang satu terbalik, yang satu tidak. Saat kaki kanannya hendak menginjak sendal, celana sebelah kirinya malah ikut terinjak, dan Fika menjadi timpang ke belakang saat ia hendak melangkahkan kaki kirinya. Refleks, ia menarik tangan Raka yang berdiri dekat di hadapannya. Niatnya agar dia mendapat pegangan, namun sekarang lelaki itu terjatuh dan berada di atasnya. Dan kedua manik mata itu dapat dengan jelas terlihat di depan mata Fika. Kedua tangan Raka bertumpu di kasur, menopang dirinya agar tidak menjatuhi tubuh perempuan itu. Tanpa sadar, salah satu dari mereka menikmati detik-detik tersebut. Kedua bola mata Raka menatap intens ke mata Fika, sama seperti biasanya ia menatap Fika di kelas, bedanya sekarang mereka hanya berjarak beberapa centimeter. Fika melepaskan genggamannya dari lengan Raka. Ia mengerjap dan menahan napasnya. Sama halnya dengan Raka, dengan cepat ia bangkit berdiri, kikuk, dan langsung keluar dari kamar Fika. Perempuan itu pun melangkahkan kakinya ke ruang makan untuk makan siang.

--

Pukul setengah lima sore, Raka sudah ada di depan stir mobil, dengan dibalut oleh jaket tebal karena salju mulai turun. Fika menutup pintu penumpang bagian depan. Sedangkan Sofyan memutuskan untuk beristirahat dan berhangat diri di dalam apartment.

Raka menoleh. "Sorry, ya."

"Hm."

"Kan dosa kalo kelamaan ngambek."

"Iye."

"Apa lagi sama kaka sendiri. Yha."

"Yha."

Mereka berdua malah jadi cengengesan satu sama lain sebelum Raka melajukan mobilnya ke salah satu restoran yang telah menjadi pusat perhatiannya sejak saat ia pertama kali melihat restoran tersebut.

Sesampainya di tempat yang mereka tuju, Raka memarkir mobilnya dengan lihai, dan mereka keluar dari mobil bersamaan. Keduanya masuk ke dalam restoran yang bernama Goraebul itu. Tinggal beberapa langkah untuk Fika duduk di kursi, seseorang yang sedikit lebih tinggi darinya dengan tidak sengaja menumpahkan kopi hitam saat mereka bersenggolan karena berlawanan arah.

"Aigoo," Desah lelaki itu merasa bersalah. Ia mengangkat kepalanya, mendapatkan perempuan itu kaget dengan mulut terbuka, jaket beludru coklatnya sekarang kotor dengan kopi hitam.

"Afika?"

Perempuan itu mengangkat wajahnya setelah meringis melihat jaketnya yang sudah kotor. Pandangannya masih terlihat sama terkejutnya. "Eh, Nando?"

Raka yang sudah duduk, hanya melihat kedua orang di hadapannya bergantian.

"Aduh, sorry banget, Fik." Nando melepaskan jaket miliknya. "Pake punya gue dulu, nih. Atau buat lo aja, gak apa-apa." Ia mengangsurkan jaketnya pada Fika.

Mau tidak mau, Fika menerima jaket tersebut dan mengganti jaket miliknya dengan punya Nando.

"Ini gue cuci aja. Lo kirimin alamat lo aja." Kata Nando mengambil jaket milik Fika yang telah kotor.

"Makasih ya, Nan."

"Iya gak apa-apa. Sorry banget, ya." Pandangan Nando beralih ke arah Raka, keduanya pun saling berjabat tangan dan bertukar senyum. "Raka. Abang nye Fika."

Tak lama kemudian, seorang pelayan datang dan memberikan buku menu di hadapan Raka. Fika masih berdiri di samping Nando.

"Maaf ya, Fik, sekali lagi. Ketemu lagi tapi gue malah udah bikin masalah."

"Ya elah, santai aja kali." Fika menepuk bahu Nando pelan.

"Hehe. Ya udah, deh. Gue ke atas, ya. Udah ditungguin sama temen-temen." Kata Nando pada Fika dan Raka.

Raka terlihat tertarik untuk berkenalan lebih dekat dengan Nando. "Main-main ke apt, Nan."

"Yow!" Nando melambai ke mereka berdua dan menaikki anak tangga menuju lantai atas.

Setelah lelaki itu tidak terlihat, Raka melirik ke arah Fika sambil membuka buku menu.

"Temen lo?"

Fika menggeleng. "Temennya Kiki." Jawabnya sambil membuka buku menu juga.

"Ohh. Ngapain di sini?"

"Ya mana gue tau. Lagian lo kepo banget jadi cowok."

Bahu Raka terangkat dan mengabaikan topik tersebut.

"Oh iya, Ka. Gue jadi inget pas kita ketemu di kafe itu." Fika terkekeh.

"Hahah! Bodo amat dah."

"Temen-temen lo udah pada tau kalo kita sodaraan?"

Raka menggeleng pelan. "Belom. Lo?"

"Belom juga."

"Bagus, deh."

"Kok bagus?"

Raka menjawab pertanyaan Fika dengan tawa pelan.

Berlabuh PadamuWhere stories live. Discover now