#49 TICK TOCK

78 5 0
                                    

Fernando Abraham: Jadi skrg gue mesti gimana nih? Lama-lama lo bener-bener kayak setan dah.

Nando tahu pesan itu memiliki kemungkinan yang sangat kecil akan dibaca oleh Kiki karena sepertinya laki-laki itu sudah mengganti nomor ponsel.

Kemudian ia ingat bahwa Fika mengatakan bahwa lusa ia akan pulang. Kalau dipikir-pikir, Nando datang ke Korea juga hanya dengan tujuan untuk berlibur. Berarti ia pun bisa pulang sesuai keinginan hatinya.

Hal itu membuat dirinya memutuskan untuk menghubungi Fika.

"Halo?"

"Eh, Fik. Dimana itu? Rame banget,"

"Di jalan."

"Masih kelayaban aja, udah malem juga."

"Ini sama Raka."

"Oooh. Btw, lo lusa kan pulangnya?"

"Iya, emang kenapa?"

"Gue besokannya lagi."

"Oohh."

"Gak penting ya? Ngabarin doang sih."

Tawa kecil Fika di ujung sana dapat terdengar oleh Nando. "Ketawa lagi. Ya udah jangan tidur kemaleman, besok packing yang bener jangan sampe ada yang ketinggalan."

"You're not my mom."

"Emang bukan. Gue kan gini karena tau lo kurang perhatian. Ya udahlah. See you."

--

"see—" Fika menutup mulutnya rapat-rapat saat Nando lebih dulu memutuskan panggilan.

"Nando ya?" sebenarnya dari tadi Raka tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Fika. Raka takut kalau saja ia lengah, perempuan itu hilang entah kemana.

Yang ditanya hanya menaikkan kedua alis.

"Diem mulu. Cerita dong."

"Males."

"Pelit ya sekarang."

Fika mendengus, bibirnya membentuk senyum samar yang sulit dipahami Raka.

"Lo marah ya sama gue?"

Hening.

"Fik?" Karena pertanyaannya tidak dijawab, Raka diam berdiri di tempat. Menunggu apakah perempuan yang sekarang berdiri bersamanya akan memberikan respon lain.

"Iya."

"Kenapa?"

Fika mengedikkan bahu. Ia juga tidak tahu kenapa. "Gak tahu."

"Serius."

"Iya gue gak tahu, serius."

Raka baru akan memberikan pertanyaan yang lain saat ponsel Fika berdering, lagi.

"Nando." ujar perempuan itu tanpa permintaan Raka.

Raka tidak mengerti kenapa nama yang baru saja Fika sebutkan, membuat rasa iri tumbuh di hatinya.

"Apaan lagi, Do?"

"Gue gak bisa tidur."

"Ya terus?"

"Gue baru bisa tidur kalo lo udah tidur dah kayaknya."

"Aneh."

"Beneran. Tidur sana buru. Gue ngantuk nih."

"Kalo gue gak bisa tidur juga gimana?"

"Bisa deh. Nanti ada caranya."

"Cara apaan?"

"Ada dah pokoknya cara biar bikin oranglain sama-sama ngantuk."

Fika sudah melawan diri sendiri agar tidak tersenyum. Tapi Nando terdengar bodoh, jadi ia tersenyum. Dan sikap Nando yang kekanak-kanakkan seperti inilah sisi dari dirinya yang mirip dengan Raka.

"Emang bisa?"

"Bisa. Buruan."

"Ya udah sabar dong. Ini juga udah mau pulang."

"Yessss."

--

00.15

Fika: Gue udah pulang nih.

Fernando Abraham: Udah mau tidur blm?

Fika: Gak ngantuk.

Fernando Abraham: Yah, berarti gue harus bikin lo ngantuk. Sengaja ya?

Fika: Emg gue gak ngantuk-_-

Fernando Abraham is calling

Fika menghela napas melihat panggilan tersebut. Di tengah malam seperti ini, tentu saja Fika lelah menanggapi hal semacam itu. Tapi ia tidak kuasa membiarkan Nando menunggu.

"Nih gue bikin ngantuk."

"Lalala." jawab Fika asal.

"Dung indung, kepala lindung. Hujan di udik di sini mendung."

Fika menaikkan kedua alisnya mendengar alunan lagu yang sering ia dengarkan sewaktu kecil.

"Tau lagu itu gak?"

"Tau. Kan waktu kecil nyokap suka nyanyiin biar gue tidur.

"Sama dong kita. Terus berhasil tidur gak kalo udah dinyanyiin?"

"Berhasil hehe."

"Ya udah dengerin suara gue aja ya biar ngantuk? Biar gak mikirin hal-hal yang bikin pusing, nanti cepet tua kalo kebanyakan pikiran."

"..."

"Nanti lo gak kece lagi."

"Apaan sih kece,"

"Kece itu kalo lo lagi ketawa dan marah marah dalam waktu yang sama."

"Gimana caranya gue pernah kayak begitu dalam waktu yang sama?"

"Lo nya aja yang lupa."

"Emang kapan?"

"Di dalem mimpi gue HAHA."

"Emang lo mimpi apaan?"

"Mau tau?"

"..."

"Sering-sering dateng ke mimpi gue kalo mau tau."

"Kalo gue gak mau?"

"Gue tungguin."

"..."

Jarum jam terus berdetik dan Fika masih berusaha untuk tidak memejamkan mata saat suara berat Nando terdengar di telinganya. Karena terkadang mimpi dan kenyataan hanya berbanding tipis. Dan bagi sebagian orang, satu-satunya hal yang menentukan mimpi tersebut menjadi kenyataan adalah waktu. Entah kapan hal itu terjadi, mereka akan senantiasa menunggu waktu yang terus berjalan sampai pada saat yang tepat.

Berlabuh PadamuWhere stories live. Discover now