Taka, lagi-lagi mengusap-usap dadanya. Kenapa dari tadi debaran jantung ini tak mau sejenak saja tenang. Ia benar-benar merasakan lemas, bahkan hingga kedua lututnya. Ia pun akhirnya memilih untuk duduk.

Taka memijat keningnya pelan. Hari ini ia sangat kacau, apa karena hari ini adalah hari dimana Taka ingin mengatakan hal itu pada Nada?

"Ah~"

Taka mendesah kesal. Ia memukul kepalanya.

"Sudah ke kamar mandinya?" tanya Nada lalu berjalan lebih dulu. Begitu melihat Taka sudah berjalan menghampiri Nada.

Taka mengimbangi langkah kaki Nada.

"Sudah."

"Nada."

"Ya?" mereka berdua terus berjalan sambil berbincang.

Taka menarik napas, "Saya....,"

"Ya?"

"Saya....," kenapa lidah Taka terasa kaku.

Drrt...drrt...

"Tunggu."

Ponsel Taka bergetar. Ada telepon masuk dari Sato.

"Halo?"

🇮🇩🌺🇯🇵

"Apa pesan terakhir Nenek kamu?" tanya Sato.

Taka terdiam, ia duduk melamun di balkon rumah dengan kedua kaki yang ia peluk erat. Begitu pun Sato di sampingnya melakukan hal yang sama.

"Tidak ada, tapi saya masih ingat perkataannya waktu kami melihat Hanami bersama. Almarhum mengatakan, bahwa saya harus menjaga rumah baru saya dengan baik," jawab Taka hampir tidak terdengar karena suaranya serak.

"Itu ... maksudnya?"

Sato melihat ke sekeliling rumah Nenek.

"Mungkin iya, entahlah," jawab Taka lalu menundukkan kepalanya dalam.

Sato mengangguk tanda mengerti, ia mengusap pundak Taka. Sato merasa sangat kasihan dengan Taka. Sekarang ia benar-benar tidak memiliki keluarga.

Ya, Nenek meninggal. Tepat dimana hari Taka dan Nada pergi ke Taman Istana Osaka untuk melihat Hanami di sana.

Taka merasa sangat bersalah, bagaimana tidak. Ia tahu kabar Nenek meninggal dari Sato. Temannya, bukan ia sendiri yang mengetahuinya.

Dulu kedua orangtuanya, sekarang Nenek. Lalu, apalagi yang akan menghilang dari hidupnya?

Di hari itu Taka tahu, Nenek pergi ke kuil untuk mendoakannnya. Ia hargai itu, walau mereka memegang kepercayaan yang berbeda.

Taka sudah melarang Nenek untuk tidak pergi ke kuil. Karena jalan untuk menuju kesana cukup jauh dan menanjak.

Tapi tetap saja Nenek tidak mau menuruti perkataannya. Nenek ditemukan dalam keadaan terlentang tak bernyawa di salah satu anak tangga menuju kuil. Sebagian orang mengatakan bahwa Nenek meninggal karena serangan jantung mendadak.

Ada lagi yang mengatakan, bahwa Nenek meninggal karena terpeleset lalu mengalami cedera di kepala bagian dalam. Entahlah, Taka sudah tidak bisa berpikir lagi.

Sekarang ia benar-benar sendiri. Sulit memang. Tapi inilah kenyataan yang harus Taka hadapi.

Jalani saja apa adanya. Ini semua sudah kehendak dari-Nya. Ia hanya perlu ikhlas menerima, dengan begitu ia bisa merasa sedikit bahagia.

Semua yang terjadi sekarang, datang secara tiba-tiba. Tidak ada satu pun manusia yang dapat memprediksinya.

Nenek meninggal. Lalu Nada pergi meninggalkan rumah Nenek, karena ia harus pindah ke salah satu rumah warga lainnya yang mengurusi turis asing.

Taka masih melihat foto Nenek yang tersenyum manis di altar, ia tersenyum getir. Ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruangan altar. Sato mengikutinya dari belakang.

"Nenek."

Taka menatap wajah Nenek yang sudah keriput di foto itu.

Semua prosesi pemakaman sudah selesai. Dan orang-orang yang datang melayat pun sudah pulang.

Sekarang hanya ada Taka dan Sato di rumah. Bahkan Nada pun sudah pulang, ia sedang sibuk dengan laporan akhirnya. Taka mengerti, tidak apa. Lagipula ia akan hidup sendiri nantinya.

"Maafkan saya, dan terima kasih banyak. Saya janji, saya akan hidup dengan baik dan tenang. Agar Nenek pun begitu," ucap Taka.

Ia menarik napas dalam-dalam. Ini sungguh menyakitkan, kenapa dada Taka terasa sangat sesak?

"Rumah baru itu, saya pun akan menjaganya dengan baik," lanjut Taka dengan senyum tipis di bibirnya dan air mata yang entah kapan sudah mengalir.

Sato mengusap pundak Taka lagi, berusaha untuk menghiburnya.

"Mulai kapan kamu akan tinggal di sini?" tanya Sato seperti mengerti perkataan Taka yang barusan.

"Besok," jawab Taka singkat.

Dengan kedua mata sembab yang terus saja melihat foto Nenek.

"Dan, soal Nada bagaimana?" tanya Sato hati-hati.

"Besok bisa, kan, kamu bantu saya merapihkan barang-barang?" tanya Taka.

Ia berjalan keluar ruangan altar. Sato mengerti, Taka tidak mau membahasnya dulu. Sato menanyakan hal ini karena ia merasa bahwa hanya Nadalah sekarang yang Taka miliki, seseorang yang sangat dicintainya. Sato tahu betul kalau Taka sangat menyukai Nada. Sato melihat punggung Taka dari belakang, entah mengapa ia merasa punggung itu terlihat rapuh. Tak seperti biasanya.


Bersambung.

Hanami | TELAH TERBITDonde viven las historias. Descúbrelo ahora