Nada sudah tahu sedikitnya tadi dari penjelesan obasan. Lanjut ke bab selanjutnya tentang.

'Washiki' atau toilet. Toilet tradisional jepang (washiki) adalah kloset jongkok -juga dikenal sebagai kloset Asia. Kebanyakan kloset jongkok di Jepang terbuat dari porselen.

Para pengguna toilet di Jepang kebalikan dari Indonesia dimana mereka menghadap ke dinding di belakang toilet. Kloset jongkok dibagi menjadi dua jenis: kloset yang berada di permukaan lantai, dan kloset yang berada di bagian lantai yang ditinggikan sekitar 30 cm.

Nada mengangguk mengerti, tidak jauh beda dengan kloset yang ada Indonesia. Terbukti memang, kloset jongkok jauh lebih sehat dan bersih tentunya. Bahkan para pengamat dan ahli pun sudah membuktikannya, Dibandingkan dengan kloset duduk yang sangat mudah menularkan bibit penyakit atau pun bakteri.

Karena penggunanya bersentuhan langsung dengan permukaan kloset yang digunakan setiap orang yang akan buang air besar atau sekedar buang air kecil. Sudah pasti tidak steril kloset jongkok.

Ditambah dengan posisi nya yang duduk, tidak baik untuk kesehatan tubuh khususnya posisi yang baik untuk usus besar ketika akan mengeluarkan feses.
Nada membuka halaman berikutnya, Dapur.

Nada tersenyum, ini bagian yang paling ia sukai. Ada dua jenis dapur di rumah tradisional Jepang, yang pertama dengan tungku dan yang kedua dengan cara digantung. Kedua cara ini sama-sama menggunakan kayu bakar.

Nada paling suka bagian-bagian atau pun benda yang ada di dapur, di dapur milik obasan masuk dalam kategori yang kedua, yaitu dengan cara digantung. Masih menggunakan kayu bakar pula.

Sungguh tradisional sekali, tapi Nada menyukainya. Nada tidak merasa itu merepotkan. Karena disekitar sini pun tidak begitu sulit menemukan kayu bakar.

Nada mengernyitkan sebelah matanya, masih ada? Pada bab selanjutnya tentang bagian rumah lainnya? Apa saja itu? Nada segera membalik halaman buku lagi penasaran.

'Roka'? Unik juga terdengarnya. Nada melihat ke sepanjang lorong berlantai kayu yang ia sedang duduki. Jadi lantai kayu yang mirip dengan lorong-lorong ini namanya Roka? Oh begitu. Nada tahu sekarang.

Berikutnya Atap, Atap rumah tradisional di Jepang terbuat dari kayu dan tanah liat, dengan ubin atau jerami. Kalau di Indonesia atap terbuat dari tanah liat ada tidak ya? Kayu, ubin, dan jerami pasti ada di Indonesia. Tapi kalau tanah liat? Rasanya tidak. Atau? Entahlah Nada tidak tahu, Nada tidak ingin sok tahu.

Dan bab terakhir tentang Rumah adalah Taman, dalam taman Jepang tidak dikenal garis-garis lurus atau simetris.

Taman Jepang sengaja dirancang asimetris agar tidak ada satu pun elemen yang menjadi dominan. Bila ada titik fokus, maka titik fokus digeser agar tidak tepat berada di tengah.Taman Jepang berukuran besar dilengkapi dengan bangunan kecil seperti rumah teh, gazebo, dan bangunan pemujaan (kuil).

Di antara gedung dan taman kadang-kadang dibangun ruang transisi berupa beranda sebagai tempat orang duduk-duduk. Dari beranda, pengunjung dapat menikmati keindahan taman dari kejauhan.

Kalau di Indonesia? Bisa dibilang sama percis. Bale? Iya. Disebut bale. Biasanya digunakan untuk mengobrol santai dengan keluarga atau tamu, untuk makan-makan pun bisa. Serbaguna, apalagi kalau bale itu berukuran besar.

Nada menutup buku , ia melihat ke atas langit-langit rumah sambil menarik nafas. Setelah itu tersenyum, Nada bersyukur. Belum pernah ia merasa sedamai ini.

Untung saja tugasnya tidak berat. Setiap satu bulan, Nada hanya perlu berkunjung ke satu institusi atau perusahaan. Dan itu semua sudah dijadwalkan dengan baik. Asyiknya, jika Nada mampu menyelesaikan tugasnya lebih awal. Maka akan ada lebih banyak waktu untuk berlibur.

Hanami | TELAH TERBITWhere stories live. Discover now