"Itu maksud saya, mengajak kamu ke sana," jawab Taka polos. Padahal jelas-jelas Nada sangat kebingungan saat ini. Sudah dibuat tak karuan, sekarang ia malah bingung.

   "Kalau besok memangnya tidak bisa?" tanya Nada lagi seperti ingin terus menggali. Jawaban apa yang sebenarnya pas untuk situasi saat ini.

   "Tidak bisa, setiap Jumat saya ada pertemuan dan lagi saya harus shalat Jumat." Taka menjawab pertanyaan Nada dengan tegas dan sangat jelas.

    Nada terdiam, hening. Hanya detak jantungnya yang terdengar. Seperti waktu itu, berdetak sangat kencang. Dan Nada berharap semoga Taka tak mendengarnya. Bahkan kedua mata Nada terasa panas, tidak menunggu lama setetes air mata jatuh. Lama kelamaan menjadi deras. Mengalir begitu saja, air mata kebahagiaan.

    Ia membungkam mulutnya sendiri dengan tangannya, tak ingin Taka mendengar tangisnya. Walau tangis kebahagiaan sekali pun. Tak ingin terus terbawa suasana, Nada menarik napasnya dalam-dalam, lalu menyeka air matanya. Jangan sampai ketahuan. Setelah merasa cukup tenang, ia pun memberanikan diri untuk berbicara lagi.

  "Kamu ... kamu ... kamu Muslim?" kalau saja Taka di sini. Ia pasti sudah melihat senyum kebahagiaan Nada.

   "Alhamdulillah, iya."

  Dengan penuh ketenangan Taka menjawabnya.

"Kamu serius?"

   "Iya, saya serius. Manusia bodoh macam apa yang mempermainkan agamanya? Saya serius Nada."

  "Sungguh?"

   "Berapa kali saya harus katakan? Saya tidak berbohong Nada. Percayalah pada saya."

  "Masyaallah."

  "Kemarin saya bilang sama kamu, saya ini penuh kejutan dan kamu setuju itu. Akan lebih mengejutkan lagi jika kamu tahu lebih banyak soal saya." Dengan percaya dirinya pria tukang lawak ini menjawab.

   "Tapi, kamu yang memberitahu sendiri, kan? Saya tidak memintanya. Apakah ini tidak mengganggu kamu?" ini pertama kalinya Nada bertemu orang yang sangat terbuka seperti Taka. Entah ia sadar atau tidak, terkadang ada beberapa hal yang tidak harus diketahui orang lain karena akan menyebabkan ketidaknyamanan.

   "Tidak, karena saya tahu. Kamu pun akan memberi tahu saya tentang kamu lebih banyak lagi. Saya ingin mengenal kamu, semuanya tentang kamu. Tentang dunia kamu juga." jawab Taka dengan tegas dan sangat berterus terang. Nada yang mendengar jawaban itu langsung merasakan kedua pipinya hangat.

DUG!

   "Kapan saya memberitahu kamu tentang saya?" sambil terus menelepon Taka, Nada memegangi dadanya yang semakin berdegup kencang. Bukan hanya tak karuan, tapi mulai kencang. Benar-benar kacau.

  "Kapan? Saya tidak tahu, kapanpun itu bisa terjadi." Lagi, dengan polosnya Taka menjawab. Kalau dibayangkan mungkin wajahnya menunjukkan ekspresi tidak tahu apa-apa dan kepalanya menggeleng.

  "Kenapa bisa?" Nada akhirnya memilih duduk di pinggiran tempat tidur karena kini kedua lututnya mulai terasa lemas. Bergetar seperti nenek-nenek renta.

   "Saya juga tidak mengerti, apakah hal itu mengganggu kamu?"

   "Itu-tidak haha. Santai saja, kita, kan, sahabat baik. Memang seharusnya saling mengenal satu sama lain." Nada, dengan sekuat tenaga berusaha menutupi salah tingkahnya.

   "Iya, saya pikir juga begitu."

   Hening kembali. Nampaknya kini mereka sedang berpikir, topik pembicaraan apalagi yang harus dibicarakan. Hingga akhirnya Nada mulai berbicara lagi.

Hanami | TELAH TERBITKde žijí příběhy. Začni objevovat