Panda merah

9 0 0
                                    

Pukul 06.11. Masih ada sekitar satu jam lebih lagi sebelum gerbang sekolah SMA Garaga ditutup. Melirik sekelilingnya, gadis itu kembali mematikan kamera ponselnya setelah dirasa cukup memotret beberapa sudut ruangan yang menurutnya agak mencurigakan. Kali ini, dia beralih menyalakan tombol flash dari benda pipih tersebut guna membantu mempermudah proses pencarian lebih lanjut. Beberapa detik kemudian, dia menolehkan wajahnya tepat ketika sebuah sorot cahaya mendadak masuk yang berasal dari arah pintu.

"Nggak tahu kenapa tiba-tiba lampunya mati. Sementara, kamu bisa pakai senter ini dulu," ujar wanita paruh baya itu saat menampakkan diri dari balik pintu yang memang sengaja dibiarkan terbuka lebar.

Tere menerima uluran tangan tersebut dengan sungkan meski hatinya masih terasa tak enak setelah tadi sempat mencurigai si tuan rumah yang justru sangat baik kepadanya. "Maafin Tere, tan," sesalnya lagi dan lagi.

Vira menyunggingkan senyum hangatnya seperti biasa. Dia sama sekali tidak marah meskipun tadi berhasil menangkap basah Tere yang tengah mengendap-endap masuk ke rumahnya tanpa permisi. Walaupun gadis itu juga sempat menudingnya yang tidak-tidak, Tante Vira dengan hati seluas samudera tetap memaafkannya bahkan kini juga membantunya untuk menemukan sebuah kebenaran.

"Setelah semua yang kamu saksikan, wajar kalau kamu berburuk sangka terhadap Tante," ungkapnya menerima dengan lapang dada. "Tapi, yang Tante tidak mengerti, mengapa orang itu malah sengaja melimpahkan kesalahannya kepada Jayden, sampai-sampai anak itu juga curiga sama Tante?" herannya penasaran akan hal itu.

Tere terdiam sejenak karena mendadak memikirkan hal yang serupa. "Aku juga nggak ngerti, Tan. Dendam siapa sebenarnya yang sedang dibalas kan oleh Queen?" ujarnya pun sama diliputi kebingungan.

Tak lama, terdengar helaan napas beratnya. Tere menatap lamat sebuah kotak kayu yang masih berada dalam genggamannya itu. Diraihnya topeng panda merah tersebut kemudian dengan perlahan membolak-balikkan nya. Manik matanya menyapu pandang setiap inci benda itu, seolah sedang mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa menjadi petunjuk bagi mereka. Jika semakin diperhatikan kok rasanya topeng itu nampak tidak begitu asing. Di manakah kiranya dia pernah melihat benda itu sebelumnya?

Tek....

Gadis itu tampak kaget tatkala topeng di tangannya tiba-tiba patah pada bagian telinganya, setelah tak sengaja tertekan olehnya. Keningnya mengerut sempurna saat menyadari keanehan tersebut. "Plastik?" gumamnya tak percaya. Segera, dia mendial nomor Bram untuk menanyakan sesuatu yang teramat mengganjal pikirannya.

"Halo," ucap suara diseberang saat panggilan tersambung.

"Bram, coba lo beritahukan detail topeng yang dikenakan oleh Fire," pintanya langsung tanpa basa-basi lagi.

"Ada apa, Tere? Kamu sudah berhasil menemukannya?" Bram justru balik bertanya.

Gadis itu bergumam pelan, "Ada di tangan gue. Cepat, katakan bagaimana rupa Fire yang lo lihat saat itu?" lanjutnya kemudian.

"Fire seorang perempuan yang tingginya sekitar 170-an cm. Setiap pertemuan, dia selalu mengenakan jubah hitam yang menutupi hampir seluruh tubuhnya kecuali bagian mata_"

"I mean the mask. Bahan dan bentuk topengnya, Bram!" potongnya cepat karena bukan itu yang ingin dia dengar dan ketahui.

"Topengnya besar hingga menutupi seluruh permukaan wajahnya. Memiliki telinga runcing yang bagian dalamnya berwarna putih kemerahan. Bagian bawah kedua matanya ada corak merah marun. Kemudian, bahannya terlihat seperti besi ringan yang dilapisi porselen," tuturnya menjabarkan.

"Damn! Topeng ini palsu," kesal Tere menggerutu menatap topeng tersebut.

"Bagaimana mungkin?" tanya Bram keheranan.

Nada sumbang (End)Where stories live. Discover now