Manusia atau hantu?

28 2 2
                                    

Entah kenapa, rasanya sangat nyaman untuk Jay. Laki-laki itu masih setia membaringkan kepalanya di atas meja meskipun tahu jika wali kelasnya sudah datang bersamaan dengan sapaan penghuni kelas tadi. Jay memang tidak terlelap, tapi kebiasaannya menutup mata seolah tertidur pulas masih susah untuk dihilangkan. Padahal, surat panggilan yang diberikan oleh ibu Alda kemarin belum ditanggapi, dia tetap tidak jera masuk ruangan BK.

"Saya, Queenesya Theresa. Panggil saja Tere."

"Queen," gumam Jay dalam hati.

Jay mendengar semuanya, bahkan kegaduhan yang tercipta usai perkenalan si anak baru.  Dia tetap tidak mau mengangkat kepalanya, baginya tidak terlalu penting mengetahui wajah siswi baru tersebut, toh nanti juga Jay akan melihatnya sendiri. Laki-laki itu terhanyut dalam pikirannya sendiri hingga tanpa disadari jika ibu Pipin sudah menyadari kelakuan buruk muridnya tersebut.

"JAYDEN MAHANTA!"

Cowok itu segera membuka matanya dan menegakkan tubuhnya, terkejut mendengar pekikan di dekatnya yang begitu menggema. Terlihat, Bu Pipin menyorotnya dengan tajam seraya menggeleng lelah dengan tingkah muridnya yang satu ini.

"Masih belum berubah, Jay," Bu Pipin berucap dengan nada jengah. "Sehari saja, coba kamu singkirkan kebiasaan buruk tersebut. Ibu tahu kamu siswa yang cerdas, tapi adab tetap nomor satu. Ibu rasa teguran dari Bu Alda kemarin cukup membuat kamu sadar. Tapi ternyata tidak."

Jay menunduk dalam, mencerna semua kalimat yang ibu Pipin lontarkan. Kekecewaannya begitu terasa, bahkan atmosfer sekitar pun mendadak dingin. Dia yakin semua mata kini tengah menyudutkannya seperti biasa. Bodoh. Jay memaki dirinya sendiri karena tak bisa mengendalikan tubuhnya. Dia malah membiarkan sesuatu mengambil alih tubuhnya hingga otaknya pun sulit diajak berkonsentrasi pada keadaan sekitar. Bawaannya pengen memejamkan mata terus dan kalau bisa sampai tertidur.

"Lebih baik sekarang kamu keluar, Jay,"

Sontak laki-laki itu mengangkat kepalanya, menatap dengan memohon. "Tidak, Bu. Maafkan saya. Kali ini saya akan memperhatikan pelajaran, saya janji. Tapi, tolong jangan keluarkan saya dari kelas." Dia memelas.

Sejujurnya, ibu Pipin juga bukan guru yang kejam dengan membiarkan anak-anak keluar dari pelajaran. Efek jera tidak akan murid dapatkan dengan membebaskan dia dari jam pelajaran, karena itu sama saja memberikan kesempatan kepada siswa untuk membolos dengan menyia-nyiakan waktu. Apalagi melihat gurat pucat Jay yang sepertinya memiliki riwayat suatu penyakit, Bu Pipin jadi tidak tega.

"Baiklah. Jika sekali lagi ibu lihat kamu tertidur di jam pelajaran, kamu ibu skors selama satu minggu." Ibu Pipin tetap bertindak tegas dengan ancamannya yang tidak pernah main-main. Ya, Jay sudah sering kena skorsing tapi itu masih tidak menimbulkan perubahan apapun. Guru mungkin sudah lelah memberikan hukuman yang tepat untuknya.

Cowok itu mengangguk paham. Keadaan pun kembali hening dan perlahan semua siswa mengalihkan pandangannya dari Jay menuju Bu Pipin yang sedang memulai pembelajarannya di depan sana. Namun, keanehan mendadak terasa oleh Jay saat dia tidak sengaja melirik ke arah pojok yang bersebrangan dengannya.

Mata Jay seketika membulat sempurna, dan entah kenapa tubuhnya mendadak kaku. Apa yang dilihatnya sama seperti reaksi ketika dia bermimpi buruk. Tunggu, apakah Jay sedang bermimpi? Mungkinkah situasinya sekarang ini hanya bunga tidurnya? Jay celingak-celinguk seperti kebingungan mencari sesuatu yang bisa meyakinkan pemikirannya barusan. Namun nihil.

Sekali lagi, Jay memberanikan diri untuk melihat ke arah cewek itu dan rupanya dia juga tengah memperhatikan Jay. Laki-laki itu menelan ludah dengan kasar, jantungnya berdegup kencang tak karuan. Itu adalah wajah yang sama dengan apa yang dilihatnya di dalam mimpi. Gadis bergaun merah dengan wajah yang menyeramkan. Tapi, kenapa gadis itu tidak memakai gaun merah melainkan seragam sekolah yang sama seperti Jay?

Nada sumbang (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang