she has come

30 2 2
                                    

Jay mengembuskan napas panjang, memandang lekat pintu kayu yang menjulang tinggi dihadapannya. Dia nampak ragu sebelum akhirnya tangannya pun terulur untuk membuka kenop pintu yang sudah tidak terkunci tersebut. Ternyata dugaannya benar, kalau sepertinya seseorang telah pulang lebih awal kerumahnya. Tidak. Bukan maling, melainkan sang kakak perempuan yang paling dia sayangi. Harta milik Jay satu-satunya setelah kepergian ibundanya.

Laki-laki itu bukannya tidak senang akan kehadiran sang kakak, akan tetapi lebih tidak siap saja untuk menghadapi berbagai macam pertanyaan yang akan perempuan itu lontarkan. Jay sangat malas mengarang alibi yang pasti ujung-ujungnya hanya akan membuat kakaknya kecewa. Jay tidak pernah mau menorehkan kesedihan tersebut, namun dia tidak punya penjelasan atas semuanya.

"Kapan datangnya, Mbak?" Ujar Jay berbasa-basi seraya meletakkan tasnya ke atas meja. Dirinya kemudian mendudukkan tubuhnya, lantas melepaskan sepatu dan kaos kakinya. Sebenarnya hal tersebut juga untuk menghindari kontak mata keduanya, Jay tahu kakaknya kini tengah memperhatikannya dengan seksama.

Perempuan itu tidak langsung menjawab, dia menunggu sampai Jay selesai dengan kegiatannya.
Sampai pada ketika Jay meletakkan sepasang sepatu dan menyusunnya ke rak kecil di sana, sang kakak tetap tidak bergerak dari posisinya.

"Jay," panggilnya dengan posisi laki-laki itu masih memunggunginya usai membereskan kaos kaki dan sepatu tersebut.

Cowok itu menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya memutar tubuhnya menghadap sang kakak. Wajah yang pertamakali menyambut Jay adalah raut penuh dengan pertanyaan dan kekhawatiran. Jay mengangguk kecil, lalu kemudian menyodorkan sebuah kertas yang diberikan oleh guru BK tadi.

"Maafin Jay yang selalu bikin ulah," ujarnya sudah tahu betul apa yang menjadi alasan sang kakak tiba-tiba mengunjunginya padahal bukan diakhir pekan sebagaimana biasanya. Jay yakin kalau pihak sekolah telah menghubungi kakaknya tersebut dan mengatakan semua keluhannya atas tingkah laku Jay di sekolah.

Namun, bukan itu yang menjadi fokus wanita cantik tersebut. Dia tidak marah soal kelakuan sang adik, akan tetapi lebih takut terhadap apa yang sedang dialaminya. Sejak Jay kecil, perempuan itu yang selalu menemaninya dan merawatnya. Jadi, dia tahu betul kalau ada hal yang tidak beres terjadi pada sang adik, namun enggan untuk Jay beritahukan.

Fraya Mahanta. Biasa dipanggil Mbak Fraya, hanya bisa menghela napas berat. Dia menatap sang adik dengan iba. Kelemahan mereka sama, sama-sama tidak tega melihat salah satu menderita ataupun bersedih. Fraya mengambil kertas tersebut, beberapa detik manik matanya bergulir membaca isi yang terkandung di dalamnya. 

"Nggak usah datang, Mbak. Aku bisa urusin masalah itu sendiri di sekolah." Jay berusaha meyakinkan, seperti sebelum-sebelumnya.

"Ayah harus tahu soal ini," Fraya mengangkat kertas tersebut.

Jay menggeleng pelan, melayangkan tatapan yang senada, pertanda tidak perlu. "Aku mau ke kamar, mau istirahat," lanjutnya kemudian.

"Jay,"

Lelaki itu mengurungkan langkahnya saat Mbak Fraya menahan tangannya. Jay hanya bisa diam tertunduk pasrah, dia tahu sang kakak pasti sangat kecewa karena ulahnya tersebut.  Pasalnya, bukan sekali ini saja Jay membawa surat teguran dari sekolah akibat persoalan yang berulangkali dilakukannya. Tidur di dalam kelas dan terkadang bolos, dengan alasan ketiduran di perpustakaan lah, rooftop, ruang seni, dan lain-lain. Intinya, Jay melakukan kesalahan karena sering tertidur di tempat dan waktu yang tak semestinya.

Setiap diminta keterangan orang tua, Jay pasti menemui mbak Fraya alih-alih kepada ayahnya. Sampai detik ini, Jay masih enggan membuka hatinya untuk pria yang berpengaruh besar terhadap kehidupannya. Karena itulah, Fraya tahu betul apa yang terjadi pada sang adik, namun Jay tetap bungkam tentang alasannya. Seperti sekarang, ketika ditanya tentang hal itu dia pasti akan mengelak dengan pergi begitu saja.

Nada sumbang (End)Kde žijí příběhy. Začni objevovat