Chupacabra

11 0 0
                                    


"Ssshh..." Lelaki itu meringis tertahan, sebelah tangannya bergerak memegangi bekas tancapan jarum suntik yang masih sedikit ngilu ketika tak sengaja tersentuh itu sembari ia bergerak bangkit dari posisi berbaring nya. Perlahan-lahan dia meregangkan sebelah tangannya yang masih agak kebas tersebut sesuai dengan arahan dari si perawat yang sedari tadi mengawasinya.

Sudah sepuluh menit berlalu usai pengambilan sampel darah beserta prosesi donornya yang ternyata lumayan rumit, akhirnya dia benar-benar bisa meninggalkan ruangan asing yang menurutnya menyesakkan itu. Setelah pertama-tama melakukan observasi lanjutan terkait gejala yang bisa saja timbul setelah donor darah, dan hasilnya beruntung tidak ada masalah apapun yang terjadi. Sesuai instruksi dari  perawat, saat ini Jayden sudah diperbolehkan meninggalkan ruangan.

Akan tetapi, baru saja menginjakkan kaki keluar dari pintu, lelaki itu mengerutkan dahinya keheranan tatkala mendapati pemandangan yang tentunya menarik perhatiannya.

"Mau kemana lagi anak itu?" Gumamnya kala menyaksikan Tere yang berjalan tergesa-gesa ke arah lobi.

"Istirahat lagi saja, dek, kalau masih lemas," ucap perawat tadi menghampiri Jayden karena khawatir melihatnya terdiam di depan pintu.

Lelaki itu menggeleng singkat, kemudian melanjutkan langkahnya. Dia tidak mengejar Tere, melainkan kembali ke ruang rawat sang ayah untuk mengecek kondisinya. Sesampainya di sana, bukannya memastikan keadaan ayahnya seperti niat awal, dia justru kembali memusatkan perhatiannya ke arah yang berlawanan. Tepatnya, menjurus pada lorong panjang di belakangnya. Entah kenapa dia tiba-tiba kepikiran pada cewek itu.

"Tere udah balik duluan karena ada urusan,"

Jayden melirik sang kakak yang ternyata sedari tadi tak berhenti memperhatikannya. Perempuan itu seperti sudah menebak apa yang membuat adiknya kebingungan.

"Nggak tahu ya Jay, apa ini cuma perasaan mbak aja," tutur Fraya seketika kembali menarik fokus lelaki itu. "Mbak rasa Tere sepertinya menyembunyikan sesuatu," lanjutnya mengungkapkan.

"Memangnya ada apa?" Tanyanya tak mengerti mengapa sang kakak bisa berbicara seperti itu.

"Tadi Tere tiba-tiba nyelonong masuk ke ruangan ayah dan menyingkap selimutnya. Dia seolah-olah sudah tahu letak luka ayah, padahal kita belum membahasnya sebelumnya." Fraya mencoba memikirkan hal yang tadi sempat membuatnya terpaku beberapa saat.

Raut wajah Jayden yang semula bingung lantas berubah panik. Segera, dia mengikuti hal serupa yang dilakukan Tere sebelumnya dengan memasuki kamar ayahnya dan memeriksa sendiri apa yang sebenarnya telah terjadi pada tubuh ayah mereka. Entah mungkin karena firasat, dia langsung menyibak selimut sang ayah dan saat itu juga pandangannya terpaku pada titik-titik hitam kebiruan yang ada di sana.

"Kata dokter ada sesuatu yang mengigit ayah hingga dia kehabisan darah. Tapi beruntung sekarang kondisinya sudah membaik setelah transfusi darah," terang Fraya mengekor masuk.

"Kok mbak nggak bilang dari awal tentang keadaan ayah?"

"Mbak sama Tante juga baru sadar di rumah sakit soal gigitan itu. Karena awalnya kami kira ayah kena serangan jantung,"

Jayden terdiam sejenak mencoba memahami situasi genting tersebut, dia mengangguk paham sebelum akhirnya dia teringat sesuatu yang membuatnya lagi-lagi harus cemas. Jayden mencoba meraba bagian saku celana serta jaket yang dia kenakan namun sepertinya tetap tidak menemukan apa yang dia cari. Astaga, dia lupa tadi sebelum mengambil sampel darah dia sempat menitipkan ponsel beserta dompetnya pada Tere. Dan dia juga ingat bahwa tadi Tere memasukkan kedua benda itu ke dalam tas selempang miliknya.

"Mbak, Jay nyusul Tere dulu. Dompet sama handphone Jay masih sama dia," tuturnya pamit lantas berlari kecil menjauhi tempat itu bahkan sebelum mendapat jawaban dari sang kakak.

Nada sumbang (End)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن