Salma's face

11 0 0
                                    

Ada makhluk yang mengaku baik
Ada makhluk yang mengaku buruk
Ada makhluk yang tak tertebak
Kalau kau tipe makhluk yang mana?
Kalau aku suka di tebak tapi kalau meleset hukumannya mati :)


Dua hari dilalui begitu saja tanpa terasa, masih dengan ditemani pemandangan tembok berlumut yang digelayuti tumbuhan rambat menyapa paginya. Posisi rutinitas serupa, berdiri menghadap arah datangnya sinar matahari, matanya memejam dengan tangan terbuka lebar bak tengah menerima dekapan hangatnya sang Surya. Udara segar menyeruak indera penciuman sensitifnya dengan aroma tanah basah bercampur daun mint yang benar-benar berhasil menghipnotisnya. Belum lagi suara gemericik air yang berada di tengah kolam ikan yang sesekali memercik ke wajahnya. Sungguh damai.

"Bagaimana? Terasa benar-benar hidup kan?" Ujarnya masih dalam kondisi berdiri sambil memejamkan mata. Terdengar helaan napas berat dari sampingnya membuat gadis itu mengerutkan kening. "Jangan begitu lah, sesekali lo harus melakukan ini supaya makin sehat. Karena udara paling bagus itu ya di jam-jam segini," lanjutnya masih tanpa menolehkan kepala pada si lawan bicara.


"Hm..." Hanya gumaman yang terdengar menyahuti ucapan panjang kali lebarnya. Entahlah, laki-laki itu terlalu malas sekadar membuka mulut.

"Jayden!" Kesalnya memutar badan kesamping seraya memandang garang pada laki-laki yang saat ini tengah membaca buku sembari bersandar nyaman di bangku kayu yang ada. Gadis itu berkacak pinggang saking tak percayanya dengan apa yang dia lihat. "Lo dengerin gue ngomong nggak sih?"

Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya dengan raut pura-pura tak mengerti. "Lo ngomong sama gue?"

Tere ternganga lebar, berdecak dengan kesal dia pun lantas menghampiri Jayden dan ikut duduk di salah satu bangku yang masih kosong.

"Lakukan apa yang ingin lo lakukan, asal jangan terjun ke dalam kolam. Karena percuma, untuk ukuran tubuh lo yang seperempat dari induk gajah ini nggak akan bisa tenggelam di kolam setinggi lutut kaki,"

"What?" Gadis itu kembali dibuat melotot mendengar celetukan Jayden yang kadang diluar prediksi. "Mulut lo emang_"

"Apa? Jujur?" Potongnya memasang wajah menyebalkan.

Hal tersebut berhasil mengurungkan kata-kata mutiara yang nyaris saja keluar dari mulut gadis itu. Tere benar-benar takjub dengan kemampuan Jayden kalau soal berdebat karena seperti biasa, takkan kalah. Dia mengangguk-angguk saja tanda tak ingin melanjutkan percakapan yang nantinya hanya akan membuat dia syok bahkan jantungan. Beginilah nasib kalau menumpang di rumah orang, kalau bukan sakit fisik ya sakit hati. Eh, tapi ini tidak sama dengan kasus-kasus di luaran sana ya, sebab ini hanya tentang mulut Jayden yang ceplas-ceplos.


Semenjak pulang dari rumah sakit, Tere memang diajak tinggal di kediaman Jayden akan tetapi bukan hanya mereka berdua di sana. Sebab, ada juga mbak Fraya beserta dua orang asisten rumah tangga yang memang di pekerjaan di rumah tersebut. Satu bernama Bu Lia yang bertugas beres-beres, dan satu lagi Bu Nara yang tugasnya cuci dan masak. Karena itulah, sekarang rumah Jayden tidak terkesan seperti kuburan lagi saking sepinya, karena sudah semakin banyak orang di sana hingga suasana pun jadi terasa hidup.

"Bosen ya lama-lama kalau kayak gini terus?" Ungkap Tere memainkan batu kerikil yang dipungutnya dari dasar kolam. "Eh, minggu depan katanya bakalan mulai ujian praktek. Udah lihat jadwalnya belum?" lanjutnya melirik bertanya.

Nada sumbang (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang