behind the wound

16 0 0
                                    

"Astaghfirullah..." Kagetnya spontan memegangi dada tatkala mendapati muka yang terpampang jelas dari balik pintu rumah tersebut. "Bisa nggak sih sehari aja kayak orang normal," ia mendumel jenuh menyaksikan tingkah gadis aneh satu itu.

Tere tersenyum lebar hingga menampakkan deretan gigi putihnya lengkap dengan wajah tanpa bersalah sedikit pun. Setelahnya, dia langsung melangkah masuk bahkan sebelum mendapat sambutan hangat dari tuan rumah itu sendiri. Dia juga mengabaikan tatapan malas yang terarah kepadanya. Sudahlah, Jayden sepertinya juga terlalu capek meladeninya toh mengoceh pun percuma, tidak ada satupun perkataannya yang akan di dengarkan oleh Tere yang ada malah ia buang-buang tenaga. Herannya hampir setiap hari selalu saja ada tingkahnya yang membuat Jayden mengelus dada.

"Mbak Fraya....." Sapanya heboh ketika mendapati tuan rumah yang sesungguhnya, a.k.a orang yang sesungguhnya mengundangnya kemari.

Jayden memutar bola mata malas, lagi-lagi pemandangan yang menjijikan dimana menyaksikan Tere bersikap sok imut. Kadang Jayden juga heran sebenarnya Tere itu orang yang seperti apa. Sikapnya bisa berubah-ubah tak menentu, misalnya pagi ini dia manja, ceria, dan caper, siangnya bisa berubah menjadi orang yang tak banyak omong bahkan bisa dibilang mendadak cuek. Terkadang menyapa dengan senyuman hangat lalu tiba-tiba sorotnya berganti tajam dan garang. Gadis itu seperti memiliki beberapa kepribadian yang begitu membingungkan.

"Udah ganti embel-embel mbak nih, bukan kak lagi?" Ucap Fraya dengan nada sedikit menggoda.

Tere terkekeh kecil sembari melirik Jayden sekilas. "Hehehe... Biar sama kayak Tuan kucing," kelakarnya dengan nada malu-malu.

Jayden tersenyum sinis mendengarnya. "Jagain dia, mbak. Kasih rantai bila perlu, biar nggak asal nyelonong masuk kamar Jay," peringatnya mengingat kejadian tempo hari dimana Tere tiba-tiba sudah ada di dalam kamarnya waktu dia mimpi buruk.

"Eh, mau kemana? Sini aja, temenin mbak ngobrol sama Tere. Jarang-jarang kita bisa kumpul begini," mbak Fraya mencegah saat Jayden akan beranjak naik ke kamarnya.

"Mbak yang ngundang dia, berarti dia tamu mbak," tolak Jayden benar-benar malas meladeni para perempuan itu.

Fraya menggeleng pelan melihat adiknya satu itu yang sungguh pergi meninggalkan mereka. "Gimana, hari ini jadi kan kita masak sa_"

"Mbak!"

Fraya tersentak kaget begitupun dengan Tere ketika Jayden berlari tergesa-gesa menuruni tangga dengan ekspresi panik luar biasa. "Ada apa, Jay?"

"Ke rumah sakit sekarang! Ayah sakit."

_____

Helaan napas berat untuk kesekian kalinya menarik perhatian Tere. Sudah hampir satu setengah jam keduanya masih setia berada di dalam mobil tanpa ada niatan untuk keluar, sementara mbak Fraya juga terlihat berulang kali menelpon mereka menyuruh agar keduanya segera menyusul masuk. Tere tidak mungkin membiarkan Jayden seorang diri di sini dengan kondisinya yang sekarang. Lagi pula, dia memang kemari sekadar untuk menemani laki-laki itu, dia sama sekali tidak peduli dengan keadaan ayah Jayden. Katakanlah jahat, tapi memang itulah kepribadian Tere yang pendendam.

"Lo benci banget sama bokap lo?" Celetuk Tere yang seketika mengalihkan pandangan cowok itu.

Terlihat raut muka Jayden seperti tidak suka dengan kalimat yang diucapkan Tere, sebelum akhirnya dia pun menggeleng tanda menyangkalnya. "Untuk ukuran orang yang menjadi alasan kehadiran gue di dunia ini, gue nggak bisa membencinya." Dia lagi-lagi menghela napas yang terdengar berat.

Tere tidak mengerti, lantas mengapa Jayden selalu menghindari ayahnya? Menurutnya penyebab orang enggan bertemu itu hanya karena dua hal, pertama malu, kedua tak sudi. Jika dilihat dari pengamatannya opsi yang pertama dirasa tidak mungkin menjadi masalahnya. Namun untuk opsi kedua, jika benar tak sudi maka sudah pasti ada persoalan di baliknya. Tapi apa?

Nada sumbang (End)Where stories live. Discover now