Hukuman yang pantas

16 1 0
                                    

"Beri jalan! Beri jalan! Tolong minggir dulu semua!"

Titah seorang laki-laki tergesa-gesa membuka jalan hingga menghadirkan ekspresi kaget dari seluruh siswa yang kebetulan sedang memenuhi lorong koridor sekolah setelah mendengar suara bel otomatis penanda istirahat berbunyi. Setiap pasang manik mata menjurus penuh tanya melihat salah seorang siswi tengah dibopong oleh beberapa siswa dengan diikuti juga teman-teman dari cewek itu. Ada apakah gerangan? Hal tersebut betul-betul memantik rasa penasaran mereka terkait apa yang sebenarnya menimpa salah satu teman mereka tersebut. Banyak pertanyaan terlontar akan tetapi tak satupun dari mereka memperoleh jawaban yang semestinya.

Dari arah berlawanan, terlihat Jayden tengah menatap kerumunan yang tercipta namun akhirnya memilih pergi meninggalkan tempat itu sebelum telinganya kembali mendengar apa yang tidak seharusnya dia dengar. Sudah cukup hari ini dia mendapatkan luka yang tak terduga. Memang benar, sebelumnya Jayden tadi tak sengaja mencuri dengar percakapan anak-anak kelas XII IPS 5 sewaktu dia lewat. Dia juga tahu kalau siswi yang sedang dibopong tersebut adalah orang yang membicarakannya. Tetapi sungguh, dia tidak tahu menahu apa yang telah terjadi sehingga kejadiannya menjadi seperti ini. Sakit hati? Tentu saja. Ucapan mereka begitu menohok bahkan rasanya sampai sekarang kalimat-kalimat tak pantas tersebut seolah masih bergema dalam benaknya.

Sebegitu hinanya kah dia di mata teman-temannya? Bahkan namanya saja begitu tabu untuk mereka ucapkan. Untuk yang kesekian kalinya dia kembali mendapatkan torehan luka dari mata pisau yang berbeda namun di tempat yang sama. Hatinya benar-benar sedih kala mendengar semua cercaan serta tuduhan seperti itu. Memang hal tersebut sudah biasa dia dapati, akan tetapi jika terus berulang begini siapapun pasti akan lelah juga. Jayden bukan terlahir dari besi. Hatinya rapuh, sangat-sangat rapuh lebih dari yang terlihat. Jika kata orang level pasrah tertinggi adalah diam maka Jayden sudah jauh melampaui daripada itu.

"Jay,"

Langkah kaki Jayden terhenti bersamaan dengan kehadiran dua orang perempuan dari hadapannya. Di sana dia melihat ibu Pipin dan Tere yang sepertinya berjalan dengan agak tergopoh-gopoh sebelum akhirnya Tere menyapanya.

"Tunggu gue di gerbang," ucap Tere sesaat setelahnya kembali menyusul Bu Pipin yang memanggilnya.

Laki-laki tersebut lagi-lagi hanya terdiam memandangi tubuh temannya itu sampai benar-benar menghilang di balik tembok. Jayden tidak tahu mengapa Tere memintanya menunggu di pintu gerbang, akan tetapi meskipun begitu ia tetap menurutinya. Dia kembali melanjutkan perjalanannya ke arah yang tadi disebutkan.

_____

Resti sudah bangun dari pingsannya, namun tingkahnya kali ini benar-benar seperti orang kehabisan akal. Bagaimana tidak, dia terus menjerit ketakutan dengan menutupi kedua matanya menggunakan tangan sambil menangis tersedu-sedu. Tak sampai di situ, sesekali dia juga tampak mengusap-usap kedua tangannya dengan kasar seraya memasang raut jijik seperti habis memegang sesuatu yang menjijikan dan kotor. Mungkin dalam bayangannya di tangannya tersebut masih memegang cairan berwarna putih dengan noda merah tadi.

"Res udah, di tangan lo nggak ada apa-apa," cegah salah satu temannya ketika Resti tak berhenti berkutat dengan tangannya.

Namun bukannya berhenti, Resti justru tambah kuat menggosokkan kedua telapak tangan tersebut sehingga membuat mereka yang menyaksikan khawatir gadis itu akan melukai tangannya sendiri. Alhasil sebisa mungkin mereka berupaya menahan pergelangan tangan Resti agar tak semakin membahayakan. Tere hanya bisa menyimak dalam diam semua adegan di hadapannya tersebut tanpa tahu harus berbuat apa.

"Ada apa sebenarnya ibu memanggil saya kemari?" Tanya Tere kebingungan menyaksikan situasi yang sedang terjadi.

Dalam UKS tersebut memang tidak banyak orang, hanya ada empat siswi dari kelas XII IPS 5, ibu Pipin, ibu Arni, dan  Resti yang terduduk meringkuk pada tepian kasur. Semuanya tampak kewalahan menghadapi Resti yang terus menerus berteriak. Sementara Resti sendiri kini malah menyembunyikan tubuhnya di balik badan Bu Arni setelah dia mendengar suara Tere. Tampaknya juga mereka semua menyadari perubahan emosi Resti tersebut.

Nada sumbang (End)Where stories live. Discover now