confundens

13 0 0
                                    


Hilang mu bukan urusanku!
Sejauh apapun kamu pergi aku sudah tak perduli
Mau datang lagi juga terserah
Intinya begini, aku capek _._


"Bagaimana kabar cucuku?" Lelaki tua rentah itu bertanya pelan sembari tangannya mengusap-usap figura kecil di atas pangkuannya. Matanya tak beralih dari gambar kedua malaikat kecilnya ketika masih berusia 5 dan 6 tahun. Sepertinya, itulah gambar terakhir yang membingkai kebersamaan keluarga kecil mereka dengan dirinya sebagai figur utama, sementara kedua anak kecil itu duduk masing-masing di samping kiri dan kanannya, kemudian anak beserta menantunya tengah berdiri di belakang. Kelimanya nampak sangat bahagia memamerkan keharmonisan dengan tawa lebar yang indah.

Hatinya berdenyut pedih kala mengingat bagaimana membahagiakannya proses pengambilan gambar itu dulu. Dia tidak menyangka potret kecil tersebutlah yang akan menjadi satu-satunya saksi bahwa mereka pernah bahagia bersama-sama pada masa itu. Setitik air matanya menetes tepat mengenai foto sang cucu kesayangannya yang tersisa kini.  Segera, diapun menyekanya karena takut akan mengotori benda penuh kenangan tersebut.

"Dia baik-baik saja, namun masih enggan membuka komunikasi dengan anda," seseorang yang berdiri di belakang bertugas mengendalikan kursi roda itupun berucap. Tatapannya menjurus penuh pada apa yang sedang dipegang oleh sang majikan.

Wisnu a.k.a kakek dari Tere menghembuskan napas panjang. "Setiap hari umur ku semakin tua, entah berapa lama lagi akan sanggup bertahan. Yang aku sesalkan selama hidup ini adalah tidak bisa menjaga keutuhan keluargaku sendiri hingga jadi berantakan seperti ini. Aku benar-benar gagal menjadi orang tua untuk anak-anakku. Dan bahkan gagal menjadi seorang kakek untuk cucuku," lirihnya menahan pilu mengingat nasib malang yang menimpa keluarganya.

"Saya juga sudah coba berbagai macam cara tapi Tere tetap memilih bungkam. Kabar terbaru yang saya dapatkan, dia sempat hampir menabrakkan diri ke mobil yang melintas," ungkapnya melaporkan.

Wajah tua itu terlihat begitu panik. Dia menoleh meminta penjelasan kepada asistennya tersebut. "Lalu, bagaimana keadaannya sekarang?"

Orang tersebut menggeleng pelan berusaha menenangkan. "Beruntungnya tidak terjadi apa-apa karena ada orang yang menolongnya."

Lagi-lagi helaan napas berat terdengar penuh sesal dari lelaki tua itu. "Seandainya saja aku tidak cacat, cucuku tidak perlu berkorban banyak demi melindungi ku," ungkapnya kembali menitikkan air mata yang terasa begitu menyesakkan.

"Cucu anda tidak pernah membenci anda. Sebaliknya, dia justru menyalahkan dirinya sendiri karena keberadaannya di sini hanya akan membahayakan anda," ujarnya menyodorkan sapu tangan pada tuannya itu.

"Dia memang keras kepala seperti ibunya. Aku tidak ingin dia menderita seorang diri karena kesalahan ibunya. Kita harus bisa menemukan cara untuk membawa cucuku kembali pulang dengan selamat," ungkapnya mencoba mencari jalan keluar untuk masalah mereka. Karena bagaimanapun, ini bukan soal Tere saja.

"Saya lebih khawatir kalau cucu anda punya rencananya sendiri, tuan," sahut asistennya tersebut berhasil menghadirkan tanya.

"Apa maksud perkataan kamu ini?" Kakek Wisnu tampak tak mengerti mengapa dia berucap demikian.

"Waktu di rumah sakit, saya tidak sengaja mendengar seseorang menelpon ke nomor Tere, namun malah di angkat oleh sahabatnya. Dan di dalam percakapannya, saya mendengar bahwa si penelpon menyuruh Queen alias Tere untuk segera menyelesaikan tugasnya lalu menyuruhnya kembali. Dari sana, saya sempat menyimpulkan kalau Tere memang memiliki sebuah rencana tersembunyi," tuturnya menyampaikan hasil yang dia dapatkan selama mengintai.

Nada sumbang (End)Where stories live. Discover now