Tuan kucing

27 0 0
                                    

Sejenak, Jayden melupakan bahwasannya gadis dihadapannya ini memiliki wajah yang serupa dengan sosok wanita dalam mimpi buruknya. Tere begitu hidup untuk ukuran makhluk astral. Dia bernapas, suhu tubuhnya normal layaknya manusia, kakinya menapak, sedikit cerewet, dan yang paling ditampakkannya adalah dia bisa memegang obeng. Kedengarannya memang aneh, tetapi inilah hasil analisa yang diamati oleh laki-laki itu selama satu jam mereka bersama.

Tadi, Tere membawanya ke sebuah taman dengan bujukan menawarkan sebuah perbaikan pada earphone milik Jay. Awalnya Jayden memang menolak, namun Tere berhasil merayunya dengan alasan permintaan maaf karena sudah lancang mengikutinya pulang dan juga sempat  bertanya macam-macam tadinya. Sepertinya Tere memang mempunyai bakat dalam otomotif, buktinya dia begitu telaten dan sangat hati-hati membongkar setiap bagian-bagian dari benda tersebut dengan menggunakan obeng kecil yang tadi memang sempat mereka beli di toserba.

Senyum tipis Tere mengalihkan perhatian Jayden yang sedari tadi fokus mengamatinya. Sesaat kemudian, gadis itupun menatap lekat manik mata Jay yang justru nampak mengernyitkan dahi keheranan. "Serius banget merhatiin nya, nggak takut jatuh cinta pada pandangan pertama?" Ucapnya membuat Jay hampir tersedak air liurnya karena kaget.

Lelaki itu langsung memperbaiki posisinya yang semula memang agak condong ke arah Tere. Dia berdeham singkat sembari memasang muka cuek seakan tak terjadi apa-apa. "Lo beneran bisa nggak sih benerin nya? Lama banget," dia mengalihkan pembicaraan, enggan meladeni kalimat konyol tersebut. Meskipun sejujurnya dia juga tidak tahu kenapa bisa memperhatikan Tere dengan begitu serius.

Tawa gadis itu mengalun merdu namun tidak dihiraukan oleh Jayden yang sepertinya berhasil dibuat salah tingkah. "Iya, sabar. Sebentar lagi kelar kok, Tuan kucing," celetuknya kemudian.

Jayden melirik tak mengerti. "Lo panggil gue apa?"

"Tuan kucing," sahut gadis itu enteng, sementara Jayden masih terlihat kebingungan. "Cocok sama kepribadian lo yang cuek dan nggak ramah padahal aslinya manja," lanjutnya lagi seraya terkekeh kecil.

Mata Jayden sedikit melebar saking tercengangnya mendengar penuturan gadis itu. "A_"

"Udah diem. Gue nggak bisa konsentrasi kalau lo ngomel terus," potongnya sebelum Jay angkat suara hendak protes. Cowok itu hanya bisa mendengus pasrah. Kalau bukan karena earphone-nya, Tere pasti sudah lama dia tinggalkan.

Alih-alih menghindari seperti yang disarankan oleh teman-teman sekolahnya tadi, Tere malah bersikeras ingin mendekatkan diri kepada Jayden. Dia tidak merasakan aura mencekam ataupun mengerikan yang seperti digosipkan, yang dia rasakan justru Jayden ini sangat lucu. Memang ucapan yang dia lontarkan cukup irit dan terkesan menohok, akan tetapi sangat masuk akal dengan kepribadiannya sekarang. Soal isi hati dan sikap seseorang kan siapa yang tahu. Bisa jadi ternyata dibalik acuh tak acuh nya, Jayden menyimpan perbuatan baik bak malaikat berhati mulia.

"Tadi di sekolah kenapa lo bisa ada di dalam gudang?"

Ucapan Jayden berhasil menarik fokus Tere. Tak disangka jika lelaki itu mulai membuka obrolan dengannya. "Dan lo kenapa bisa ada di sana?" Dia malah balik bertanya.

"Udah gue bilang, gue disuruh sama ibu Pipin."

Tere hanya mengangguk singkat. "Well, gue iseng aja asal nyelonong dan ternyata nggak sengaja kesasar," jawabnya tak sepenuhnya berbohong sebab, dia benar-benar nyasar. Tapi nyasar nya ke dimensi yang berbeda.

Hening, Jayden tidak mengatakan apapun lagi. Sementara setelah menunggu cukup lama, Tere akhirnya berhasil menyelesaikan pekerjaannya dan dengan bangga memperlihatkan hal tersebut kepada Jayden. Senyumnya mengembang sempurna seraya menyodorkan earphone tersebut.

Nada sumbang (End)Kde žijí příběhy. Začni objevovat