awal

15 0 0
                                    

"Qeira," gumam Tere ketika matanya tak sengaja menangkap keberadaan seorang gadis kecil yang tengah bersembunyi di balik tumpukan tangki air. "Ini mimpi atau halusinasi?" Dia tidak mengerti mengapa tubuhnya tiba-tiba bisa berada di tempat luas seperti gudang penyimpanan limbah pabrik ini.  Aneh sekali.

Sekali lagi, dia melihat ke arah seorang anak kecil yang wajahnya persis seperti Qeira itu. Tere mencoba mendekatinya, namun tak disangka-sangka, anak kecil itu justru mengenalinya bahkan dia juga menyuruh agar Tere tidak mendekat. Sungguh, Tere berhasil dibuat kebingungan dengan situasi membingungkan tersebut.

"Tere, cepat sembunyi!" Gadis kecil itu berseru pelan kepadanya dengan nada penuh kekhawatiran. Tangannya yang mungil juga mengisyaratkan agar Tere segera menjauh dari sana.

"Qeira," panggilnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca karena rasa rindu yang teramat sangat. Sudah lama dia ingin sekali bisa bertemu dengan kakaknya itu walaupun hanya sekadar mimpi pun tak apa. Itu lebih dari cukup baginya. Tak disangka akhirnya Tuhan mengabulkan do'anya meskipun dia tidak tahu ini beneran mimpi atau apa. Bukannya menuruti perintah Qeira, Tere malah bertindak sebaliknya. Hendak Tere kembali melanjutkan langkahnya menghampiri sang kakak, akan tetapi dari arah belakang kemunculan Qeira lainnya berhasil membuatnya membatu keheranan.

Tere tercengang di tempatnya. Bagaimana mungkin ada dua Qeira dengan rupa yang begitu mirip? Hanya saja yang satu bergaun biru dengan wajah ketakutan, sementara satu yang baru muncul tadi bergaun merah dengan wajah penuh amarah.

"Tere, jangan tertipu dengan mukanya! Dia bukan Qeira!" Sergah si gaun merah menukik tajam pada si gaun biru yang masih sedia meringkuk ketakutan di sana.

Si gaun biru makin menempelkan tubuhnya untuk bersembunyi. "D-dia mm-men-curi identitas ku. J-jangan percaya dia! Cepat kamu bangun sekarang, Tere!" Suruhnya pada Tere meski dengan kalimat terbata-bata.

"Aku yang akan menjaga Tere sampai kapan pun. Aku tidak akan membiarkan makhluk lain mengganggunya. Tere adikku dan dia terikat padaku." Si gaun merah semakin mendekati Tere yang masih belum mengerti apapun.

"Kamu hanyalah iblis yang menyerupai diriku. Aku Qeira dan aku tidak pernah bersedia diikat di bawah perjanjian kalian para iblis. Dan kamu, Tere," si gaun biru menatap Lamat Tere dengan pandangan yang mengunci satu sama lain. "Jangan pernah percaya dengan apa yang terjadi kepada mu. Mereka tidak akan pernah bisa mengendalikan hidup dan mati seseorang. Mereka hanya mengincar kamu untuk di perbudak. Bangunlah sekarang dan selesaikan semuanya!" Dia terus memperingatkan gadis itu.

"Jangan dengarkan dia!" Larang si gaun merah.

"Tidak! Tere," si gaun biru kembali menarik atensi Tere yang dilanda kebingungan. "kamu lebih kuat dari pada mereka. Kakak percaya, kamu pasti bisa melewati ini semua. Ingat, jangan biarkan Qeira palsu mengambil alih tubuh kamu!"

Gadis itu terkesiap sesaat setelah suara ketukan dari pintu kamar berhasil mengambil alih kesadarannya. Kepalanya berdenyut-denyut pusing usai bangun dari mimpi yang berhasil membuatnya menjadi gila dalam sesaat. Entah siapa yang datang malam-malam begini, tapi syukurlah akhirnya dia bisa terbangun dari situasi tak masuk akal tersebut.

"Sebentar!" Dia sedikit berteriak karena bunyi ketukan itu masih belum berhenti juga hingga membuatnya kesal. Bagaimana mungkin ada tamu kurang ajar yang membuat kegaduhan tak berhenti bahkan tanpa mengatakan apapun barang mengucapkan salam sekalipun. Benar-benar butuh dihajar.

Segera, Tere bangun dengan malas dari ranjangnya menuju pintu kamar kost yang terkunci dari dalam itu. "Siapa sih ganggu orang malam-malam begin_"

Kalimat gadis itu berganti tatapan membelalak tatkala saat pintu dibuka, dia tak sengaja menangkap sekelebat bayangan orang yang berlari menjauh dari lorong kamarnya. Bukan itu yang membuatnya sampai tak bisa berkata-kata, melainkan pakaian yang digunakan orang tersebutlah yang berhasil mengunci pandangannya.

Nada sumbang (End)Where stories live. Discover now