berulah

12 0 0
                                    


Berjalan tergesa-gesa, gadis itu berbalik badan dalam sekejap mata tepat ketika langkahnya nyaris ketahuan. Napasnya terdengar begitu memburu. "Hampir saja," gumamnya memejamkan mata saking terkejutnya.

Klik'

Akhirnya, yang ditunggu-tunggu pun keluar dari sangkarnya. Tere sedikit berjinjit dari tempatnya berdiri untuk memastikan jika yang barusan pergi itu benar-benar Tante Vira atau bukan. Setelahnya, gadis itupun kembali melanjutkan misinya yakni menyelinap masuk ke dalam rumah Tante Vira. Hal tersebut terpaksa dia lakukan demi menyelidiki sekaligus memastikan sesuatu.  Meskipun tidak begitu yakin tapi dia berharap jika prasangka nya saat ini adalah sebuah kesalahan. Karena bagaimanapun, Tante Vira hanya seorang wanita yang menginginkan kasih sayang.

Dia tahu jika cerita pahit yang dialami oleh Tante Vira memang masuk akal apabila dicocokkan untuk menjadi alasan mengapa dia tega melakukan kejahatan itu. Namun, entah kenapa ada sesuatu dalam diri Tere yang justru menolak prasangka tersebut. Hari ini dia harus membuktikannya.

Tere berjalan dengan perasaan gelisah dan masih celingak-celinguk memastikan sekitar setelah tadi Tante Vira pergi dari sana. Dengan secepat mungkin, dia segera membuka pintu yang tadi sempat dikunci oleh si pemilik rumah. Jangan tanya bagaimana dia mendapatkan kunci lainnya, karena hal tersebut tidak patut di contoh. Iya, Tere mencurinya dari om Frans yang sedang dalam keadaan koma.

Pintu berhasil dibuka dan pemandangan pertama yang menyambut Tere adalah figura besar berisi foto keluarga dengan Torafino, mbak Fraya, serta Jayden yang berjejeran di tengah-tengah, sementara om Frans dan Tante Vira masing-masing berdiri di sisi mereka. Kemungkinan usia foto ini sudah cukup lama, sebab wajah Jayden dan Fino masih sangat belia. Tidak ada senyum sama sekali di raut sang sahabat, tatapannya sudah tajam sedari kecil. Auranya sangat sangar, berbanding terbalik dengan Fino yang justru tersenyum lebar menatap kamera. Mbak Fraya juga terlihat sangat cantik di sana seraya menggandeng kedua adiknya.

Senyum Tere mengembang menyaksikan pemandangan hangat tersebut. Dia jadi teringat foto kenang-kenangannya dengan orang tua, kakek, serta Qeira yang juga persis seperti ini. Tanpa sadar sebelah tangan Tere terulur untuk mengusap foto Torafino. Bibirnya yang menyunggingkan senyum itu perlahan berubah muram dengan sorot sendu.

"Sayang sekali, lo juga udah nggak ada sama seperti Qeira," gumamnya tanpa sadar. "Apa yang sebenarnya terjadi pada lo, Fin? Mengapa cara kematian lo sama seperti Vera dan Bondan?" Lanjutnya seakan menuntut penjelasan.

Sedetik kemudian, seakan tersadar dengan ucapannya sendiri, Tere segera menarik tangannya dari figura tersebut. Wajahnya menunjukkan kalau dia tidak mengerti mengapa dia bisa berkata demikian. Sejenak dia coba berpikir, Fino, Vera, dan Bondan memiliki bekas luka gigitan yang sama. Kondisi tubuh mereka juga nyaris serupa, bersih tanpa noda darah bahkan cairan. Hanya saja Fino berbeda, dia meninggal karena kecelakaan sedangkan Vera dan Bondan bunuh diri. Satu lagi, Jayden memimpikan kalau Tere lah yang membunuh Vera serta Bondan.

"Tapi, Jayden tidak pernah bercerita kalau dia juga memimpikan Fino kan? Apa ini ada hubungannya juga dengan gue atau beda? Apakah dalang yang sama?" ujarnya dengan penuh tanda tanya.

Mengesampingkan hal tersebut, Tere memilih melanjutkan kegiatannya untuk menemukan bukti keterlibatan Tante Vira pada kasus ini. Dia berjalan menyusuri anak tangga sembari menyisir setiap sudut, berusaha mencari di mana kira-kira tempat yang paling mungkin digunakan oleh Tante Vira melakukan ritual. Sebagai orang yang paham betul dengan pemujaan, Tere setidaknya tahu apa saja yang diperlukan setiap anggota untuk melakukan persembahan tersebut. Mereka pasti memiliki ruang rahasia yang biasanya tersembunyi dan terkesan tidak terlalu mencurigakan.

"Apakah ini tempatnya?" Ucapnya memandang sebuah ruangan dengan pintu lebih minimalis dari yang lainnya. Sekilas memang terlihat seperti gudang penyimpanan, namun hal tersebut justru memancing rasa curiganya. Selain karena perbedaan ukuran yang cukup mencolok, warna kayu yang dibiarkan lapuk juga membuatnya yakin kalau itu tempatnya.  Segera, gadis itupun langsung masuk ke dalam sebuah ruangan yang dimaksud untuk mencari kebenarannya.

Nada sumbang (End)Where stories live. Discover now