50

360 77 14
                                    

Behind the scene kang dagang

**

"Bang yang bener aja." Langkah kaki yang terseok-seok mengikuti Biru di depan membuat dirinya tampak menyedihkan. Biru melangkah lebar dengan penuh kepercayaan diri, berbanding terbalik dengannya yang ingin melarikan diri.

"Gue udah bener Ayy.. nggak boleh nolak rejeki."

"Iya tapi nggak harus malem-malem gini kali.."

"Gapapa kok, justru kalo gue chat doang malah ga sopan."

Yudha menghela napas, Biru kalau sudah serius oleh ucapannya pasti akan benar-benar serius melakukannya.

"Assalamualaikum Bu!"

Yudha pejamkan mata sejenak ketika Biru berteriak dan asal masuk seenaknya ke halaman rumah orang.

"Bang anjir.."

"Eh Mas Biru– ini Mas Yudha yah? Ayo sini masuk-masuk silakan." Keduanya diizinkan masuk, awal pertama kali masuk aksen warna coklat mendominasi ruang tamu dimulai dari furniture hingga list atap yang di sisi kanan kiri nya pasti ada aksen coklat.

"Neng! Bawain minum– eh kalian mau sirup, teh atau kopi?"

"Nggak—"

"Sirup boleh Bu, hehe.."

Yudha menoleh pada Biru, firasat nya semenjak keluar dari rumah sudah buruk, bawaannya ingin berprasangka jelek saja pada Biru.

"Mas Yudha?"

"Samain aja Bu, maaf merepotkan."

"Gapapa– Nengg! sirupnya dua yaa."

"Iya Mah, otw!"

Bu Seska beralih kearah mereka, kemudian mengeluarkan ponselnya lalu berucap. "Nomor rekeningnya ada Mas?"

Biru tergelak, hampir melepaskan tawa nya. "Duh, Ibu suka nya yang sat set ya."

"Loh iya Mas, biar cepet deal.." kerutan di bawah mata terlipat saat bibirnya tersenyum seraya tertawa kecil.

"Permisi.. minumnya."

Biru menoleh sejenak, melempar senyum sedikit sambil melirik Yudha yang wajahnya tidak berubah sedari tadi, datar seperti tidak punya harapan hidup.

"Di minum ya Mas.."

"Iya makasi banyak Bu.."

"Mah! Mah! Masa gambus yang udah aku sewa ngebatalin sepihak sih??"

Bu Seska bangkit dari kursi menghampiri sang putri yang panik sendiri. "Tapi uang nya udah dibalikin?"

"Udah Mah, tapi mana ada band gambus yang avail H-7?"

"Temen saya bisa bantu."

Yudha menoleh cepat, tatapannya langsung mematikan. Menggeleng pada Biru tanda penolakan bahwa dia tidak ingin mendengar kalimat Biru selanjutnya.

"Serius Mas?" tanya Bu Seska, dan wanita muda di sebelahnya ikut menatap antusias.

"Tapi band biasa Bu, bukan gambus."

"Gapapa Mas, saya mau. Ada nomor temennya yang bisa saya hubungi? Saya bisa langsung bayar lunas."

"Lah ini disamping saya orangnya." Ujar Biru gamblang, membuat orang disampingnya membuang napas lelah.

"Mas Yudha serius bisa bantu?"

"Bisa Bu, tapi saya cuma main alat musik aja, temen saya yang nyanyi. Tapi nggak tau dia mau apa nggak, saya izin tanya dulu." Jawab Yudha akhirnya mengiyakan. Tak ada untungnya juga menyangkal ucapan Biru atau menolak permintaan orang lain.

CHAPTER 2Where stories live. Discover now