15

541 98 14
                                    

I'M BACK!!!

Who miss mee??

**

Bangun kesiangan adalah ulah Attala, salahkan pemuda itu yang merecoki tugasnya sampai harus dibuat ulang.

Pukul dua siang Jero baru terbangun dari tidur paginya, melewatkan sarapan pagi yang untung saja tidak ada kelas di hari itu. Sekilas kembali mengingat apa yang dilakukan oleh Attala pada tugasnya.

Saat itu dia tengah sibuk gambar garis segitiga abstrak diatas kertas, terhitung waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan itu tugas belum ada setengah jadi kayak ekspetasi. Niat hati begadang sampai tengah malam saja, eh pas Attala datang justru buat begadangnya sampai jam tiga pagi.

"Dek? Kretekin punggung gue dong." Attala menggerakkan punggungnya dengan tidak nyaman, demi keteknya Putra punggung dia berasa kaku banget kayak papan triplek.

"Dih lo kata gue tukang pijit? Ngaco."

Belum menyerah, Attala kembali mengeluh tentang keadaan tubuhnya. Malu mengatakan, tapi dia memang sedang dalam fase jompo dini.

"Udah tua si lo, makannya mabok dikurangin." Sindir Jero menyingkirkan alat gambarnya ke belakang, takut rusak soalnya mahal, itu aja hasil dari ngerayu Attala dulu.

"Korelasinya apa coba?" Cibir Attala berbaring telungkup di hadapa Jero yang tengah berbalik.

"Yaud- ABANG JANGAN DISITU!" Berbalik sedikit, hancur sudah tugas setengah jadinya itu.

Attala meniduri kertas tugasnya dan ketika dia berangsut bangun kertas tugasnya telah menjadi kacau, lecek sana sini bahkan terlipat.

"ABANG! AH ELAH!"

Attala total panik, dia berdiri was-was ketika raut wajah adiknya telah menampakkan kekesalannya.

"Dek maaf dek, nggak sengaja sumpah."

Jero berusaha sebisa mungkin mengatur emosinya, namun melihat wajah menyebalkan yang sialnya juga tampan tambah membuatnya emosi.

"Keluar nggak lo! Benci banget gue sama lo, keluar Abang!"

Alhasil Attala di dorong keluar dari kamar dengan perasaan dongkol. Attala nih sehari tidak ngeribetin dia bisa tidak sih? Attala sepertinya kecipratan kesialan Putra deh.

Setengah hati dia ngerjain itu tugas, tapi tetap saja direcoki Attala oleh ulahnya mengetuk pintu terus-menerus, yang tahunya abangnya itu memberi cemilan untuk menemani begadangnya. Waktu Attala tanya sudah dimaafkan atau belum, Jero meremat kantung belanja fast food kesukaannya lalu berucap pelan.

"Lo gue maafin, sini masuk. Temenin gue sampe tidur."

Ya, jadi seperti itu ceritanya. Jadi jika berat badannya nanti naik dan banyak bajunya yang sempit akan dia salahkan abangnya itu. Siapa suruh menyogoknya dengan makanan? Sudah tahu dia remaja beranjak dewasa, jadi ya demen makan.

Sekarang bangun-bangun isi rumah kosong, tidak ada tuh wajah satu abangnya yang lain. Cuma ada roti bakar yang kayaknya udah kering kayak dompet dia, maklum belum di isi ulang. Obrak-abrik kulkas, nggak temui satu bahan apapun. Ini isi kulkas juga pada kemana lagi. Mau ke dapur kontainer, tapi baru ingat kalau tempat itu selalu dikunci Biru.

"Kalo mau ninggalin sendiri minimal sisain makanan. Ini nyisain roti kering alot." Cibirnya, bukan tidak tahu bersyukur. Namun, alangkah baiknya memberikan makanan yang layak dimakan selagi bisa memberi.

Brak

Jero berjengit ketika mendengar debuman keras dari platfrom rumahnya.

"Apaan tuh?"

CHAPTER 2Donde viven las historias. Descúbrelo ahora