29

467 86 11
                                    

Haloo aku harap chara yang aku buat bisa ngefeel ya dikalian, setiap emosi, atau rasa sedih juga rasa senangnya, maaf bikin kalian sedih di part sebelumnya. Di part ini, ada bagian Putra dan Biru semoga bisa bikin kalian terhibur sedikit sama tingkah absurd keduanya xixi.

Selamat membaca♡

**

"Bang seriusan Dira ada disini?" Putra mengikuti Biru terus dari tadi. Senakal-nakalnya dia, belum pernah dia main ke tempat remang-remang seperti ini. Kalau bukan karena Biru yang memintanya, sudah dipastikan dia kabur dari tempat ini.

"Ya lo pikir aja, tempat kerja dia disini. Ya siapa tahu masih kerja atau temennya tau dia kemana."

Biru juga sangat risih mengunjungi klub malam, tatapan pekerja malamnya yang buat dia bergidik ngeri. Dia sangat tahu jika wajahnya ini tampan rupawan, dan penampilannya tercium bau uang. Hanya demi Attala sang sepupu, akan dia pertaruhkan wajah rupawannya untuk dinikmati secara percuma.

"Hai ganteng, yuk main sama kita~"

"Ih anjir-anjir." Putra merapatkan tubuh pada Biru. "Nggak usah mepet-mempet anjir, Put!" Biru melepas kaitan tangan Putra yang mencengkram kuat lengannya.

"Itu tuh, bar minumannya. Ayo tanya cepetan, Bang." Putra menarik Biru dan tidak mempedulikan berapa banyak wanita malam yang menyapanya, dia hanya ingin cepat-cepat keluar dari tempat maksiat ini.

"Kiw~ mau tanya dong."

Putra menoleh cepat pada Biru, dia menghempaskan tangan Biru yang sempat dia cengkram erat. "Lo apa-apaan anjir? Kaw-kiw kaw-kiw?"

"Biar nggak mencurigakan, Put." Bisiknya, kemudian melanjutkan aksi yang menurut Putra menggelikan bukan gayanya sekali.

"Kenalan dulu dong, gue Jeje bartender disini, sesekali nari di sana." Tunjuk Jeje pada area dance floor di bagian paling depan.

"Oh bartender emang suka nari disana juga?"

Putra mencubit kecil paha Biru. "To the point aja, anjir Bang. Lo lama-lamain aja dah."

"Menggali informasi sekalian lebih baik, Put."  Putra mendecih kesal, tidak tahu kenapa suasana hatinya tiba-tiba buruk. Sedari tadi matanya menelusur tempat yang katanya menjadi tempat singgah sahabatnya. Nyaman dari segi mananya? Attala berbohong tentang rumah singgah yang ketika disinggahi berhasil membuat isi kepalanya yang berisik menjadi sepi, justru disini isi kepalanya terasa ingin pecah, dentuman musik yang bergema keras, bau alkohol dan asap rokok. Attala gila jika menganggap tempat ini adalah rumah singgah.

"Nggak kok, cuma kalo mau ada tambahan duit ya kesana. Ini gue gantiin temen gue aja."

"Gue tebak namanya Dira?" Sahut Putra, ikut ke dalam percakapan yang situasinya mulai diterima.

"Bener! Lo temennya ya? Kalo dari penampilan lo pada kayaknya temen Attala juga nggak sih?"

Putra dan Biru saling berpandang, melemparkan sinyal untuk terus melanjutkan percakapan ini. "Iya lo bener. Gue boleh tau Dira kemana? Kok lo gantiin dia?"

"Eh ntar dulu, sebelum gue jawab. Lo nggak ada niatan beli minum gitu?" Tawar Jeje menjalankan tanggung jawabnya.

"Mocktail aja, Je. Dua ya, thanks." Ujar Biru, tepat ketika dia menoleh Putra memelototinya. "Bukan alkohol Putra, itu minuman seger isi buah-buahan."

Putra memutar bola mata. "Ya kirain, gue tau lo orang kaya pasti udah nggak asing sama ini tempat. Pas lo masuk aja lo nggak ngerasa asing, beda sama gue yang emang nggak punya duit, makannya risih nggak nyaman." Dia masih tidak mengerti tentang tempat bermainnya orang kaya, mengapa harus klub? Ada banyak tempat bagus sebagai tempat pelampiasan emosi selain klub.

CHAPTER 2Where stories live. Discover now