22

475 93 41
                                    

Selamat membaca♡

**

Satu mobil bersama adalah keputusan salah yang Attala buat, jika bisa memutar waktu mungkin dia akan menarik tawaran atas usulan berangkat bersama beberapa menit yang lalu. Sungguh dia menyesalinya, di pagi yang tenang seharusnya dia bermeditasi sebelum melakukan seminar, namun yang terjadi di luar dugaannya.

"Itu berdua ditinggal berduaan nggak papa?" Tanya Hosea yang akhirnya bisa kembali berkuliah setelah beberapa hari lalu titip absen dan tugas, katanya konspensasi dari pihak rektorat terkait masalah kemarin.

"Ya emang mereka mau ngapain? Itu Bang Yudha woy! Mikir dua kali dulu nggak sih dia?" Sahut Putra.

"Yudha mah nggak kayak lo, Put. Nggak asal gas." Sindir Biru, sejujurnya dia juga agak khawatir tapi inikan Yudha, pemuda kulit pucat itu tidak akan berani melakukannya, mengingat Dira adalah bayangan dari sang mama.

"Eh gue mah nggak nafsuan, tapi kalo dikasih suka rela ya hayuk." Kepalanya ditoyor Namu, duh. Namu kalau udah main tangan tuh bukan main damage nya, nyata menolak fakta karena abis itu kepalanya diusap, abis ditoyor-diusap, paket lengkap.

"Ada anak kecil di depan." Namu menunjuk kursi depan, ada Jero yang sedari tadi diam.

"Ah dia mah udah biasa nonton film biru, cuman sembunyi-sembunyi aj– AH SAKIT ANJING!"

Jero mengulurkan tangan ke belakang untuk mencubit paha Putra yang duduk di belakangnya persis, tangan panjangnya menyelinap tak diketahui. "Sembarangan lo monyet, yang suka minta hotspot buat download film gituan kalo bukan lo emang siapa hah?!"

"Oh jadi alasan adek gue sering minta isiin pulsa karena lo ya, Put?"

HAHA.

"Anjir mampus ketahuan." Dua orang dibelakang, Hosea dan Namu lalu Biru yang mengompori meledakan tawa.

"Hah nggak kok, kan di rumah ada wifi." Alibinya, Jero ini terlalu melebih-lebihkan masalah padahal dia minta hotspot cuma dua kali seminggu.

"Dua kali doang ya anjir, itupun nggak buat macem-macem, emang adek lo aja noh yang beli kuota dikit, pulsa banyak kuota medit." Kali ini bukan cubitan melainkan bantal kepala melayang ke wajahnya.

"Bebek sungai mending diem aja deh, minta kuota aja belagu lo!" Attala menahan lengan Jero yang ingin meloncat ke belakang, ingin menimpuk wajah Putra lebih puas.

"Adek, duduk yang bener." Setelah mengucap seperti itu, Attala dilirik sinis oleh sang adik yang wajahnya tertekuk dalam. "Bela aja terus, bela. Adeknya lagi yang diomelin." Gerutu Jero membuang muka kearah jendela.

Attala tersenyum tipis, dia menepuk paha Jero yang terlapisi loose pants khaki yang sepertinya pernah dia lihat. "Celana gue ya? Kok bisa di lo?" Pertanyaan Attala agaknya menambah tingkat emosi Jero.

"Iya! Kenapa, nggak boleh? Semenjak lo pinjemin ke gue, maka itu jadi milik gue." Moto hidup dari dalam kandungan sampai nanti jadi tua bangka.

Attala cuma bisa mengangguk pasrah, tidak masalah jika Jero mengambil miliknya, pada akhirnya dia juga akan membeli barang baru jika sudah bosan, kebetulan juga dia mudah bosanan, mobil hitam yang sedang dia kendarai sebentar lagi juga akan dihibahkan pada Jero.

"Marah lo?"

Attala menoleh sekilas, lalu mengusap surai lebatnya. "Nggak, mau lo ambil lagi juga nggak masalah. Tinggal ambil aja di lemari gue, oke?"

"Sok kaya lo." Jero menepis tangan Attala, walaupun setelah itu dia sedikit menyesali perbuatannya, tangan Attala luar biasa hangat dan nyaman. Dia merasa iri dengan pasangan Attala nanti, cuddle everytime.

CHAPTER 2Where stories live. Discover now