47

528 93 8
                                    

**

Flashback on (malam sebelum kedatangan orang tua Attala-Jero)

"Prof, saya menola–"

"Prof, intrupsi." Biru tiba-tiba muncul, membuat sang profesor dan mahasiswa nya menoleh lalu terkejut, ada gerangan apa mahasiswa beda prodi ini menelusup masuk ke ruangannya?

"Bang, lo nggak jadi–"

"Lo diem, gue nggak ngomong sama lo."

Namu lantas menunduk, mengkhawatirkan kejadian yang akan terjadi setelahnya.

"Prof. Saya tahu ini bukan urusan saya, tapi kalau dia– Fathir menolak beasiswa nya tolong dipaksa saja Prof, dia menolak bukan karna keinginannya tapi karna rasa bersalahnya."

Profesor Hanung yang tidak paham situasi keduanya hanya bisa bertukar pandang dengan Namu, mata nya berbicara seakan bertanya apa maksud dari ini.

"Prof, maaf. Akan saya hubungin kembali. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya." Namu berdiri, lantas menarik tangan Biru keluar dari ruangan yang terkesan luas tapi terasa mencekik lehernya.

"Maksud lo apa?" Desak Biru ketika mereka sudah berada di luar ruangan.

"Lo tau, Bang."

"Ya gue emang tahu, tapi lo mau gue berprasangka buruk tentang lo tanpa gue tau kebenarannya?"

"Silakan, itu hak lo."

"Wah, sakit. Lo lagi sakit ya Nam, ayo gue temenin ke rumah sakit. Nggak biasanya lo gini." Biru memegang lengan Namu, berniat untuk segera pergi.

Namun, sebelum Biru berhasil menarik tangan Namu, dia justru menepisnya dengan pelan dan bergumam. "Gue nggak sakit."

"Terus kenapa gini Nam? Gue nggak pernah ajarin lo mudah nyerah gini! Lo selalu punya keputusan terbaik dari segala opsi pilihan."

"Coba ngomong baik-baik sama gue. Kenapa nggak ambil beasiswa nya?"

"Gue nggak mau. Males keluar negeri." Jawabnya acuh, membuang muka ke sembarang arah asal tidak bertatap langsung dengan mata Biru.

"Ngapain lo daftar? Gue nggak tolol, beasiswa pasti ada pendaftaran. Nggak mungkin itu komputer jalan sendiri masukin akun, ikut ujian–interview online."

Namu membatu, bisa-bisa nya dia lupa hal tersebut. "Bang.. gue nggak mau tinggalin kalian."

"Apa yang buat lo khawatir? Nggak bisa balik lagi?"

"That's the problem! I'm afraid that I won't be able to return to you all."

Biru terdiam. Dari sekian banyak nya kemungkinan buruk, apa yang dia dan Namu pikirkan pasti bisa saja terjadi.

"Terus sekarang mimpi lo mau dibawa kemana?"

"Bang, lo tanya gue juga gue nggak tau jawabannya, clueless Bang." Jawab Namu tanpa semangat.

"Sebagai yang tertua, gue cuma mau bilang Nam. Apapun hal yang terjadi tolong ikutin kata hati lo tanpa perlu pikirin kita. Coba ngobrol dulu sama Yudha, siapa tahu isi pikiran dan hati lo lamgsung terbuka dan lapang."

"Gue pribadi nggak masalah lo harus pergi, toh nggak ada yang berubah dari Gadara nanti. Gadara itu kita nggak ada yang bisa menggantikan atau mengurangi anggotanya."

Flashback off

**

"JER!"

Sialan. Suara siapa itu?

Jero celingak-celinguk mencari sumber suara yang hampir membuatnya ketahuan saat dia sedang mengintip Attala yang juga lagi mengintai Namu dan Hosea.

"Jer, gue Jer. Abang lo yang paling mungil."

"Oh. Si cebol" bisik Jero dalam hati.

"Lo lagi ngapain?" Putra melihat sekitar Jero, tidak melihat adanya aktivitas yang dilakukan Jero.

"Bakar sate."

"Bagi."

"Bodo amat ah. Udah sini diem aja, gue lagi liat mereka bertiga."

Putra ikut mengamati apa yang dilakukan sang adik. "Bjir, ngapain tuh? Lagi main mafia-mafia an kah?"

"Bacot sumpah."

"Kenapa Jer itu?" Tanya Putra, melihat Attala yang tengah mengamati Namu dan Hosea ditaman yang seperti tengah bertikai.

"Dengerin aja, sini duduk." Jero menarik tangan Putra dengan cepat, karena persembunyian mereka hampir ketahuan oleh Attala.

"Lo mau pergi? Silakan!" Teriak Hosea di tengah sana.

"HAH?!"

"Ish bacot banget sumpah!" Cicit Jero memukul paha Putra kencang.

"Lo pernah bilang ke gue kan? Mimpi lo bisa dapat gelar sarjana di universitas internasional. Terus saat lo udah punya peluang itu, lo mau tolak gitu aja?"

"Lo nggak tau rasanya jadi gue Hosea.."

"Iya gue nggak tau! Tapi gue tau rasanya kehilangan mimpi itu kayak gimana dan bahkan gue nggak bisa mencapai mimpi itu lagi."

"Bentar, ini ceritanya Bang Namu bener dapat beasiswa ke luar negeri tapi beasiswa nya nggak diambil, gitu?" Putra merangkum percakapan singkat tersebut yang direspon anggukan kepala oleh Jero.

"Lah lo tau Bang?" Jero baru sadar jika Putra cepat tanggap. Tapi seperti nya kalau masalah pergibahan abang nya yang satu ini memang paling cepat sih, sisanya lambat.

"Lo kira gue kurang update? Telinga gue dimana-mana ada Jer. Berita burung kayak gitu pasti kedengeran sama gue." Ujar Putra dengan bangga, terlihat saat dada nya perlahan membusung, membuat Jero mengernyitkan dahi tak suka.

"Lebay– Eh! Abang mana?"

"Udah dari tadi disini?" Suara berat milik seseorang memotong pembicaraan diantara keduanya.

"What the fuck–"

"Eh.. ada Attala."

"Sejak kapan disini? Lo mantau gue juga Dek?" Tanya Attala pada Jero yang kalang kabut mencari alasan.

"Katanya ada kelas?" Waduh. Jero segera berdiri sambil mata melirik ke arah taman dimana tempat Namu dan Hosea sebelumnya, sepertinya mereka sudah pergi

"Maaf, Bang. Ini mau ke kelas." Jero menunduk hendak berbalik arah. Namun sebelum itu terjadi–

"Bolos aja. Ayo pada mau ngumpul."

"Serius?" Attala mengangguk. "Lo juga Put."

"Oh– oh? Siap."

Attala berjalan mendahului, sedetik kemudian berbalik arah. "Dengerin gue, nanti jangan banyak omong. Jangan ada bercanda, apalagi lo Putra Jeyren."

"Iya siap komandan, tapi nggak janji. Maaf."

**

Happy new year to all of us, semoga di tahun 2024 ada hal baik dan ada salah satu impian kita yang tercapai.

Terima kasih untuk kalian yang setia menunggu Gadara sekian lama nya. Aku baru sadar udah tulis Gadara dari akhir 2021 dan sampai di penghujung tahun 2023 ini cerita belum selesai juga haha, dan mungkin nggak akan pernah tamat karna cerita yang aku sajikan bukan cerita yang punya ending indah melainkan sepotong cerita tentang bagian dari kehidupan.

Pergantian tahun, Gadara akan diupgrade menjadi cerita yang lebih baik. Tolong nantikan Gadara dalam versi terbaiknya ya! Aku menantikan antusias kalian dari kalian semua, i love you










CHAPTER 2Where stories live. Discover now