24

446 88 12
                                    

Halo aku balik hehe, maaf ya lama♡ Selamat membaca!

**

Diantara banyaknya manusia hebat di bumi yang dipijaknya, Hosea tidak menemukan figur seorang Namu diantara yang lain. Sosok yang begitu bijaksana, tidak pernah memandang orang lain sebelah mata, atau tentang kemampuan pengendalian emosi yang luar biasa. Hosea beberapa kali memergoki raut wajah sahabat semasa sekolahnya dikendalikan emosi— lebih tepatnya dia yang mengendalikan emosinya sendiri.

Tentang begitu tenang dan lihai nya dia mengendalikan itu semua, seakan-akan menjadi konsumsi harian yang tidak bisa dilewati. Namun, ada kalanya dia bagai bom waktu yang meledak tiba-tiba, seperti kejadian dipemakaman sang adik dua tahun lalu, Hosea– ternyata tidak benar-benar mengenal siapa sahabatnya itu. Selain buruk pada diri sendiri, rupanya dia buruk dalam menjalin pertemanan, pantas saja orang-orang mengenalnya sebelah mata. Tak perlu melihatnya dengan teliti, bagi orang awam dia memang sudah cacat.

Ini bukan hanya tentang insecurity nya melainkan kegunaannya sebagai seorang manusia. Bapak memang selalu benar, jika dia tidak berguna, tapi apa buat? Dia juga lelah dengan kalimat itu, kata orang kerja kerasnya kurang, memang seperti itu adanya, dia kehilangan minat atas tujuan yang direncanakan.

Dia semakin bingung dengan diri sendiri, belajar ilmu psikolog tapi belum bisa membekali diri sendiri, bisanya selalu merepotkan orang lain. Ingin serakah mau selalu diperhatikan orang lain, namun paham betul dia bukan karakter utama di hidup orang lain.

Kelas siang terakhirnya telah selesai, yang sepanjang waktunya dihabisi dengan lamunan juga pikiran-pikiran tak bermanfaat. Kepalanya menoleh ke kanan-kiri, beberapa mahasiswa telah meninggalkan kursinya sambil bercengkrama dengan mahasiswa lain, dia mendengus kecil kembali memasang airpods pada kedua telinganya yang belakangan ini menemani dikala sendiri.

Iri sangat, dia ingin kembali memutar waktu mengembalikan masa-masa dimana semua orang ramah dan menyapanya. Terkadang ada rasa syukur dan sesal telah melewati ini, bersyukurnya karena ternyata manusia semanipulatif itu, dan menyesal karena sudah melukai dirinya sendiri.

Hosea butuh vitamin– dan dia tahu harus mencarinya kemana.

Segera saja Hosea keluar dari kelas berjalan cepat memasang wajah datar karena mood nya yang rusak total karena ulahnya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Segera saja Hosea keluar dari kelas berjalan cepat memasang wajah datar karena mood nya yang rusak total karena ulahnya sendiri.

Hosea sempat terdiam ketika Namu menyebutkan Dira dalam pesannya, dia tidak tahu jika Namu sedekat itu dengan Dira ataukah memang sedari awal dirinya yang terlalu larut dalam kamar gelapnya?

"Hos!"

Hosea memelankan langkahnya, melihat Namu dan Dira yang tengah menunggunya. Dia melepaskan sebelah airpods lalu menyapa keduanya dengan senyum ceria yang dibuat sengaja.

"Halo Dira, ketemu lagi kita." Sapanya membuat Dira tersenyum tipis. "Kak Fathir, makasih atas bantuannya gue pulang duluan ya?"

CHAPTER 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang