44

565 91 7
                                    

Selamat membaca maaf ya lama karna lagi sibuk jadi harus bangun mood lagi haha

**

Kemarin malam, Namu membuat sebuah pilihan. Dia tidak tahu apakah keputusan tersebut akan berakhir baik, sebab dia buntu. Ada dua jalan yang ketika dia pilih tetap harus mengorbankan sesuatu.

Maka pilihannya sudah matang, tak tahu jika ada kompor meleduk yang tiba-tiba mengejutkan lalu datang merubah pilihan yang sudah matang dia pikirkan hampir seminggu lamanya.

Bersama dengan Biru dia menyusuri lorong ruangan dosen. "Lo mau kemana Nam?" Tanya Biru.

"Iya maksud gue ke ruang dosen siapa?" Namu ber-oh ria. "Lo nanya nya nggak jelas, Bang."

"Yaudah sih?! Ketimbang jawab doang." Sewot Biru, dia yang bertanya dia yang emosi, aneh memang.

"Prof. Hanung." Jawab Namu singkat.

"Oh, yang kalau ngomong selalu ada kalimat– Jadi begini mahasiswaku– ya kan?"

"Anjir mulut lo Bang." Namu menggeleng, sambil melihat kanan-kiri. Merasa gugup karena Biru berbicara tepat di kandangnya para dosen. Satu dosen mendengar kemudian menyebar, habislah keduanya.

"Wkwkwk, biarin ah. Harus ada menantang nya sedikit."

"Menantang– ntar kalo ada dosen yang denger terus judul skripsi lo ga di ACC gimana?"

"Goblok, omongannya jelek banget. Jangan gitu lah Nam." Namu tertawa keras, kali ini Biru yang ketar-ketir karna suara tawa Namu yang sungguhan bergema dilorong penuh ruangan.

"Udahlah yang ada nggak kelar-kelar urusan gue." Biru berbalik akan membuka pintu di depannya, lalu kembali membalik badannya pada Namu.

"Prof. Hanung, dosen yang bertanggung jawab atas mahasiswa yang berpotensi dapat beasiswa  kan?"

Namu membatu, tenggorokkannya langsung tercekat. "Maybe?'

Biru terdiam, menatap lekat Namu. "Kok ragu? Setau gue ya emang dia, selain dia emangnya ada lagi?" Namu menggeleng, memberi jawaban ambigu pada Biru.

"Nggak tahu Bang, udah ya? Gue ditungguin."

Namun belum sempat di berbalik, lengannya sudah dicekal oleh Biru. "Ntar malem di rumah kita ngobrol ya Namuj."

Namu memejamkan mata, tamat sudah riwayatnya.

**

Jero menggeleng dengan mulut terisi nasi kuning yang dia beli sehabis berziarah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jero menggeleng dengan mulut terisi nasi kuning yang dia beli sehabis berziarah.

'Naskun Mpok Nana'

Makanan favorit dikala bunda tak memasak, maka Warung Naskun inilah yang menjadi andalannya. Pertama kali dia tertarik karena ulah sahabatnya– Ega, meracuni jika ada sebuah makanan yang dinamakan Naskun. Ega memanggilnya Nasi Kunti, sebab sang penjual– Mpok Nana yang berambut panjang dan selalu mengenakan pakaian ala 90' an.

CHAPTER 2Where stories live. Discover now