14

543 99 25
                                    

Hope you enjoy!

**

Kamar kedua dari dapur terbuka, menampakkan Yudha yang tengah menggaruk kepala belakangnya.

"Sepi banget."

Mengambil segelas air putih dan menegguknya sekali teguk. Duduk sebentar di kursi pastry, terdiam sebab rasa kantuk masih dirasakan. Matanya mengerjap saat mendengar nada dering ponsel bergema di dapur.

"Ada masalah?"

"..."

"Kirim semua nama pegawai sampah di kantor ke email gue, orang sadis kayak Papa emang udah nggak ada, tapi mereka lupa kalo Papa punya penerus yang sama kayak dia."

"..."

"Nggak usah sok perhatian, status kita tetep sama. Gue atasan, lo orang suruhan gue."

"..."

"Ya oke, makasi."

Menghela napas sepertinya menjadi suatu hobinya belakangan ini.

"Bang? Sorry gue nggak sengaja nguping."

Attala muncul rapi dengan tas ransel di sebelah bahunya. Dia menutup pintu kamar yang tampak gelap dan sedikit penerangan juga sosok manusia yang tengah terlelap di kasurnya.

"Nggak masalah. Mau berangkat, Ta?" Attala mengangguk.

"Mau roti bakar? Gue buat sebentar."

"Oke thanks." Attala menggantikan Yudha duduk di kursi pastry. Kegiatannya hari ini sibuk sekali, mengurus kegiatan seminar di luar kota lagi, tugas yang kian menumpuk sebab tertunda karna jadwal seminarnya yang selalu ada. Ingin menolak namun panitia nya mengharapkan kehadirannya.

Terkadang ini yang buat dia suka stres sendiri, ditolak tidak enak, diterima menyusahkan diri, tidak merespon disangka sombong, sulit memang jadi orang tampan tuh.

Ada hening diantara keduanya, Yudha sibuk mengoles selai lalu membakar roti nya diatas teflon dengan api sedang, sedangkan Attala dengan laptopnya.

"Gimana rasanya jadi penerus?"

"Pusing. Lo yang semangat, Ta. Apa Jero yang jadi penerusnya?" Sahut Yudha sambil menyajikan beberapa potong roti bakar diatas piring.

"Nggak." Celanya langsung.

"Dunia bisnis nggak semudah itu, Bang. Di balik permainan mereka terkadang ada nyawa sebagai taruhan. Biar gue aja yang tanggung balasan atas tindakan Papa, gue nggak tau proses seperti apa yang dia udah lalui untuk sampai pada masa jayanya sekarang. Jero nggak perlu tahu tentang dunia itu cukup gue, abangnya."

Yudha terdiam menatap Attala dengan sorot dalam. Dia teringat kembali dengan sang kakak yang tengah berjuang melawan jiwa nya sendiri. Kakaknya gila, kacau ketika melawan ego keras milik Papa. Berakhir kehilangan diri diatas kewarasannya.

"Ya, lo benar. Hanya orang kayak kita yang bisa masuk ke dalamnya." Yudha duduk di sebrang Attala, ikut menikmati sarapan paginya.

"Emangnya kita orang kayak gimana, Bang?" Dia terkekeh, lucu rasanya orang macam Yudha yang jarang memberi pengakuan berbicara seperti itu.

"Nggak ada rasa kasihannya."

Ketika Attala ingin menyangkal, pintu kamar lain terbuka memperlihatkan Putra yang tengah mengusap perut toplesnya. Setengah sadar sebab kelopak matanya masih tertutup sebelah, namun tepat saat berbelok masuk ke kamar mandi tubuhnya menabrak tembok hingga terjungkal kebelakang.

"Anjing, Put. Sadar!" Pipinya ditepuk keras oleh tangan besar nan kasar.

"Sakit goblok! Gue masih hidup belum mati-"

CHAPTER 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang