7

620 106 28
                                    

Kalian serius banget sih responnya:, jadi ngeri akunya, Gadara pasti bakal tamat masa iya baru part 6 mau berhenti:v Padahal mah ada niat lain tanya kayak gitu:v

**

Keputusannya bulat, tak bisa ditawar lagi. Dia akan bertemu seniornya itu. Walau penuh perjuangan untuk pinjam si Juki, dia rela memijat kaki pendek Putra yang tidak bagus-bagus amat.

"Emang dasar abang kampret."

"Ya lagi lo punya motor kerjaan masuk bengkel mulu." Timpal Putra, responnya buat yang termuda kesal, belum pernah saja bulu-bulu kakinya Jero tarik keras, bersyukur saja jika dia sedang jinak.

"Eh ngaca, Si Juki juga di servis mulu ya anjir. Nggak inget lo pernah pinjam duit gue, hah?!"

Putra memalingkan wajah, pura-pura menulikan telinga, Jero itu terkadang omongannya suka nyelekit. Nggak abang nggak adek sama-sama bikin nyelekit.

"Heh budek lo?"

Putra masih mengabaikannya, total buat dia kesal setengah mati. Semua tau jika dia tidak suka diabaikan, selain tidak sopan hal seperti itu bisa membuat orang hilang percaya diri. Mereka pikir siapa yang buat dia menutup diri jika bukan karena diasingkan?

Masa bodo dengan kesepakatan tadi, dia menarik satu bulu kaki Putra kencang sampai buat pemuda itu menjerit sakit.

"PUTRA, JANGAN TERIAK-TERIAK." Belum sempat mengumpat pasal cabutan maut, dia juga disemprot oleh Biru yang datang dari dapur membawa codet kayu.

"Itu lo teriak, Bang." Sahut Attala berjalan kearah mereka dengan tampilan kasualnya, celana kain dan jaket bomber favoritnya. Tangannya mengayun ke depan, melempar kunci mobil ke arah Jero yang refleks ditangkap olehnya.

"Bang Biru, mending lo ke dapur lagi. Gue cium bau gosong." Pernyataan Attala buat pupil Biru membola, ingat jika dia sedang memasak ayam goreng, Biru langsung berbalik lari melupakan emosi sesaatnya pada Putra.

"Kelinci gendut, sini lo."

Hah?

Kedua orang yang sempat beradu tadi saling kompak tengok satu sama lain. Seakan bertukar pikiran membahas siapa yang barusan Attala panggil.

"Lo, Bang?"

"Bukan ah, gue nggak gendut." Bantahnya.

"Oh jadi lo bilang gue gendut?!"

"Ng- DUH! JER YA ALLAH." Punggungnya ditubruk oleh badan kekar Jero. Sehari tidak gelut tidak afdol. Attala menghela napas, lelah menghadapi adiknya yang kekanak-kanakan.

Eh? Baru sadar toh?

Jujur Attala sudah terlalu sabar menghadapi Jero, dia orang yang keras kepala dan egois. Tentu sadar jika adiknya juga sama seperti dia, tapi justru memilih mengalah akan segala hal demi memenuhi keinginan Jero. Siapa yang tidak lelah dengan itu? Tentu dia lelah, sekarang pun rasa lelahnya hampir mendekati delapan puluh persen.

"Lepas, Dek." Dari tarikan pelan hingga penuh ekstra, sampai harus mengeluarkan kata-kata yang fatal diucapkan.

"Udah anjing, lepasin."

Seperti robot rusak, dia menoleh perlahan menghadap Attala dengan mata bambinya. Sekarang Attala terlihat menakutkan, dia tidak berani berkontak mata langsung. Dia menyembunyikan kedua tangan yang bergetar dibelakang.

"Lo bukan anak-anak, udah dewasa. Sekali bisa untuk nggak superior? Lo disini yang paling muda, seharusnya nurut. Nggak usah banyak bertingkah, sopan santun lo dimana sama yang lain? Terutama sama gue."

Attala meledak, benar-benar meledak.

"Gue nggak peduli saat lo nyuruh-nyuruh gue ini itu, yang gue mau cuma satu. Dengerin gue, Jer. Itu doang."

Jero kambuh. Jemarinya berkeringat dan bergetar tidak normal. Bahkan sikunya sampai terantuk sudut meja kaca dibelakangnya.

Kondisinya berantakan, dan jadi kacau saat dia pergi keluar rumah tanpa ada yang menyusulnya.

Putra menghampiri sahabat bodohnya itu, hampir melayangkan pukulan jika Namu tidak datang menghalanginya.

"Bego lo, tolol!"

"Kalo capek istirahat, bukan jadi tolol!"

Attala mengakui itu, rasa lelah dan emosi sesaat menguasainya. Putra pantas memukulnya walaupun itu tidak terjadi.

Semua orang berhenti dari aktivitasnya hanya untuk menenangkan Putra yang mengamuk. Amarah Putra itu bukan satu hal yang mudah untuk diredakan, pemuda yang biasanya banyak tawa dan penuh lelucon ketika marah tak bisa mereka kendalikan.

"Lo paham dia nggak sih sebenernya? Lo disini yang nggak pernah pahamin dia. Adek lo itu lagi berusaha mandiri, nggak mau ngelibatin hal sepele sama lo. Dia mau urus masalahnya sendiri, Ta. Nggak mau lagi berlindung di bawah ketiak lo."

Attala mengangkat kepalanya, Putra lebih mengenali siapa Jero sedangkan dia tidak. Hanya berani berteriak tanpa mau bertindak.

"Gue harus apa, Put?"

**

"Bang, gue ikut lo."

Deka mendongakkan kepala, merasa tidak yakin dengan permintaan juniornya.

"Jangan, bukan tempat lo."

Dia menggeleng, kepalan ditangannya semakin kuat. Tanda dia serius dengan permohonannya.

"Nggak. Kalo terjadi sesuatu sama lo nanti gue yang kena."

"Club kan? Gue pernah ke situ sama abang gue." Bohongnya. Dia hanya ingin mencari tempat pelampiasan.

"Yaudah oke. Kalo ada apa-apa jangan salahin gue ya?"

"Siap, Bang."

Dia yang katanya tidak pernah clubbing nyatanya langsung sangat akrab dengan tempat ramai itu. Berbaur dengan mudah seakan sudah sering ke tempat seperti itu. Namun satu hal yang Jero abaikan, minuman alkohol. Dia sama sekali tidak menyentuh itu, sedikit pun. Melirik saja tidak, dia takut hal-hal yang akan jadi pelampiasannya ini dimasa depan akan menjadi boomerang baginya.

Jero berdiri pamit buang air kecil, selepas setelah kepergiannya, salah satu teman perempuan Deka berbisik kearahnya.

"Nggak. Masih suci dia, jangan ngotorin dia." 

"Ah elah, nggak seru lo. Dia kesini juga udah kotor, Ka."

Deka setuju dengan itu, kemana pula keluarganya, bocah yang dia yakin polos seperti Jero dibiarkan pergi seorang diri ke tempat berdosa ini.

"Gue kasih bonus deh, itu cowok hot banget anjing. Tipe gue banget."

Saat mendengar kata bonus, entah mengapa Deka langsung menyetujui itu. Tanpa memperkirakan apa yang akan terjadi ke depannya. Mengabaikan senyum ceria dan polos, pemuda yang baru kembali duduk dari melepas hajatnya. Jero hanya mengetahui, jika disini dia akan melupakan ingatan tentang amarah Attala, walau sesaat.

Bukan untuk menormalisasikan hal tabu menjadi hal candu.

**

Tumbenan ye, udah update wkwk. Eh Gadara nggak ada problem tuh nggak seru. Hambar kaya rasa nyaman aku kalo nggak ditambah bumbu cinta ke dia xixi.

CHAPTER 2Where stories live. Discover now