13

545 114 26
                                    

Haloooo

How is today?

Aku menyadari satu hal tentang Gadara, awalnya aku bikin ini karena iseng mau bikin bangtan lokal. Kok makin kesini, ini buku nggak mau lepas dari aku, kayak kalo aku nggak update pasti kepikiran.

Dari sini aku diajarkan menghargai satu hal kecil, kalo aku nggak update aku kehilangan bakat nulis aku, kehilangan kalian, terutama karakter Gadara yang terasa hidup banget.

Maafin aku ya kalo Gadara banyak kurangnya, entah alur, penulisan kata, atau karakter dalam buku ini.

Ily♡

**

"Ngaco banget omongan lo, Ra."

Attala datang membawa box piring bersih ke dalam kontainer. Dia terkejut melihat Naradira di Kafe Biru, semakin heboh saat temannya memperkenalkan diri dengan tidak etis, pelacur dari mana? Meminum alkohol saja perempuan itu tidak sudi, menyentuh pun karena tuntutan pekerjaan.

"Dia pelayan Bar, bohong lo nggak berguna banget, Ra."

Nara- Dira mari dipersingkat saja panggilannya. Dia merengut saat tipuannya tak berhasil.

"Attala lo apaan sih, mulut lo cabe banget." Ketika Attala keluar, Dira merangkulnya dengan akrab, Attala pun sama sekali tidak risih dan tetap melanjutkan aktivitasnya membawa box untuk piring yang tersisa dibelakang.

Jero yang sehabis membersihkan meja dari kejauhan melihat bagaimana akrabnya kedua insan itu dari awal. Kok agak menjengkelkan ya kawan, ditambah dia melihat perempuan sok asik itu merapatkan tubuh ke abangnya.

"Idih, Attala tau aja yang bening-bening." Celetuk Putra mendekatinya, bikin Jero semakin jengkel. Bukan apa-apa nih, lagi ditempat kerja itu harus profesional.

"Berisik lo. Napas bau naga diem aja."

"Buset dah." Putra melongo, galak bener adiknya Attala ini. Senggol dikit kepala hilang.

"Jer! Yah Jer, jangan di gangguin orang lagi pendekatan!" Teriak Putra yang tidak diubris sama sekali oleh Jero, sebab dia tengah berjalan cepat membawa tumpukkan piring kotor ke belakang.

Pergi ke belakang itu pilihan yang salah, sekujur tubuhnya seketika panas. Jika dia gila mungkin saja piring-piring ditangannya akan terbang kearah keduanya.

"Nih kotor."

Attala tersentak saat Jero meletakkan piringnya dengan kasar. Dia langsung memusatkan perhatiannya pada Jero yang semula pada Dira.

"Dek, pelan-pelan. Nanti pecah, kena tangan lo." Attala berdiri mengeringkan tangan, kemudian menghampiri Jero untuk melihat keadaan tangan adiknya.

"Nggak ada yang luka kan?" Telapak tangannya dibolak-balik. Ini kenapa jadi gini hey?

Niat untuk marah atas alasan yang tidak jelas jadi mereda mendapat perhatian Attala. Jero sedikit tersentuh, ingat sedikit. Dia tidak mudah luluh gitu saja, perhatian kayak gini bukan apa-apa.

"Udah makan? Mau dimasakin apa, heum? Apa mau beli sesuatu?"

Oke ini tidak bisa. Bodo amat dengan gengsi, Attala menang.

"Pengen soto ayam deh, Bang."

Attala mengangguk. "Bisa gantiin gue nyuci? Gue mau cari soto."

Jero mengangguk cepat, tersenyum sampai kedua gigi kelincinya menyembul keluar. Dira yang sedari tadi melihat interaksi kedua saudara di depannya, menyembunyikan senyum ketika melihat perubahan suasana Jero.

CHAPTER 2Where stories live. Discover now