2

735 122 29
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**

Dia selalu senang menggoda Putra, sebab setiap kata yang keluar seluruhnya selalu penuh dengan lelucon

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dia selalu senang menggoda Putra, sebab setiap kata yang keluar seluruhnya selalu penuh dengan lelucon.

Sebab Attala tidak bisa membuat lelucon, jadi melihat seseorang membuat lelucon konyol adalah kesenangannya. Banyak yang bilang seminar itu harus menyenangkan, terkadang  sedikit buat dia khawatir apakah seminarnya menyenangkan atau justru membosankan.

Namun sejauh ini, pesertanya selalu biasa saja. Justru beberapa kali dia mengingat wajah seseorang yang sama. Keuntungan memiliki pesona yang menawan ternyata bisa menguntungkan.

Biar dikata jual tampang pun tidak apa, toh ada hasilnya juga.

"Gue balik mas."

"Hati-hati Mas Kean, udah malam. Makasi ya udah isi seminar disini."

Attala menyalami pemuda yang 2 tahun lebih tua darinya. Pamit undur diri dengan tangan penuh paper bag, pemberian panitia penyelenggara.

Banyak yang menyapanya, tak ingin dibilang sombong, senyum simpul ia berikan.

Attala tetap sama, sosok yang terlihat tidak peduli padahal sebenarnya dia peduli. Satu tahun berlalu, ada satu hal yang tak diketahui orang lain.

Mahesa Ayudha selalu dalam pengawasannya.

**

Alunan musik klasik memenuhi ruang berjalan itu, tenang bersisa suara halus deru mesin. Sembari bersenandung ringan, mengisi sunyi kesendiriannya dalam mobil.

Pagar merah muda yang tiap harinya ia lihat terpampang terbuka, sungguh penghuni yang ceroboh. Kedai kecil yang di dirikan kakak tertuanya sudah bersih dengan lampu padam disekitarnya, tanda jika kesibukan pada hari itu telah usai.

Dia melangkah masuk dengan kunci cadangan dalam genggaman. Ya keenamnya sepakat menyimpan kunci rumah masing-masing.

Gelap, namun yang pertama kali menyita perhatiannya adalah, sepasang kaki yang bergelayutan di sofa depan ruang santai, lengkap dengan TV yang masih menyala, seakan-akan menonton seseorang yang tengah tertidur dengan wajah tertutupi bantal.

Memalingkan wajah kearah dapur, mengingat jika pagi tadi dia tidak melihat kesibukan para temannya, sebab ini satu hari kepulangannya setelah membina seminar kampus di luar kota. kegiatannya akhir-akhir ini sangat sibuk dan menyita banyak waktu, terkadang tak sempat pulang sekedar memejamkan mata saja sudah bersyukur.

Tidurnya kacau, jam makannya selalu terlambat, dan yang utama waktunya terlalu banyak terbuang, untuk berkumpul bersama mereka saja dia harus mencocokkan dengan jadwal kampusnya.

Kembali pada seseorang yang nyaman tertidur dengan bantal di wajahnya. Dia baru sadar jika temannya ini memiliki kebiasaan tidur aneh dan agak membahayakan. Bahkan terlintas pemikiran kurang ajar dan nyeleneh seperti,

"Bekap nggak ya?"

Teman rasa anjing, jujur saja dia tidak melakukannya, melainkan menjepit hidung  sang pemilik hingga terbangun kaget sebab pernapasannya seketika terputus tiba-tiba.

"Anjing, argh bangsat!"

Attala terkikik geli, dengan santainya duduk disamping korban yang mengumpat kasar, tak mempedulikan pukul berapa sekarang.

"Babi lo! Dateng-dateng kayak malaikat pencabut nyawa."

"Loh, kan biar lo matinya pas tidur. Nggak tersiksa." Godanya, Attala makin kesini jadi makin kesana.

"Eh bahlul! Beda konsep itu!"

"Ah sama aja."

Attala mengedarkan mata ke segala penjuru ruang, rasanya setiap hari tampak berbeda.  Terlihat dari tatanan beberapa barang yang berpindah dari tempatnya, mungkin besok pagi Hosea akan mengomel disertai lengkingan suaranya.

"Baru balik lo?"

"Ya keliatannya gimana, Put?"

Putra mendecih, cara bicara Attala lama-lama jadi semakin menyebalkan. Tapi karena dia teman dan saudara yang baik, maka segala minus Attala akan dia terima dengan lapang dada dan sedikit sogokan makanan.

Keduanya menoleh bersamaan kearah pintu saat mendengar decitan gerbang dibuka, setelah itu suara pintu rumah yang dibuka paksa.

"Maling?"

Putra menggeleng, maksudnya tidak tahu .

"Ada yang keluar? Kok berisik banget buka pintunya?" Attala berdiri mengambil tongkat baseballnya dan mengendap pelan kearah jendela.

"Lo ngapain mojok disitu?" Dia berhenti saat tak melihat Putra dibelakangnya.

"Lo aja, gue disini." Putra tersenyum berikan gestur tangan melambai. Attala menatap datar, bukan salahnya jika dia menganggapnya sebagai salam perpisahan.

"Sialan lo."

Oke, ini antara hidup dan mati. Lebay tapi tidak ada yang tahu jika saat dia membuka pintu lehernya bisa saja tertebas.

Siluet berbaju hitam, tudung dikepala dan tas ransel yang disampirkan disebelah bahunya.

"Niat banget maling segala bawa tas."

Dua kali dobrakkan Attala masih mengantisipasi dan dalam hitungan ketiga jemarinya meraih knop pintu dengan cepat lalu mengangkat tongkat baseball dalam genggamannya, bersiap untuk memukul tapi-

"ABANG!"

Attala mundur saat melihat kehadiran adiknya yang sudah berantakan, rambut teracak, dan baju yang tampak kotor disisi sampingnya.

"Jer?" Dia memberi jalan pada adiknya untuk masuk, kemudian mengintip keluar lalu kembali masuk setelah memastikan pintu terkunci.

"Lo abis mulung dimana anjir?" Putra mendekat, menelisik Jero yang kumal sekali.

"Bacot lo."

Namanya Attala kalau tidak panik bukan dia, refleks bahu adiknya dipegang erat, dilihat dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.

"Lo oke? Lo kemana dek?"

Jero memandang datar Attala, sorot matanya tidak terbaca. Ditepis tangan Attala, melewati pemuda itu begitu saja.

"Dek? Gue ngomong sama lo."

"Berisik, gue capek."

Pintu kamar yang dahulu ditempati Yudha tertutup rapat. Attala dan Putra saling pandang, Putra yang mengendikkan bahu, dia jadi khawatir dengan sikap sang adik.

"Biasanya emang kayak gitu Put?" Tanyanya.

"Iya, jadi makin galak. Nggak ada imut-imutnya lagi."

Attala seperti melewatkan sesuatu yang penting, dia merasa ada sisi lain yang tengah Jero tunjukkan kepadanya. Bukan Jero yang penurut atau pemberontak, pasti selain itu ada. Tapi apa?

**

He he he

CHAPTER 2Where stories live. Discover now