27

430 75 12
                                    

Kasta tertinggi genre selanjutnya yang aku pengen eksplor

1. Action
2. Horor/thriller (kayak zombie/survival)
3. Angst

Ini tuh genre yang paling susah aku temuin, karena untuk cari cerita yang enak dibaca di genre ini tuh susah banget, sejauh ini aku belum menemukan cerita dengan genre terbaik dari ketiga kasta diatas, siapa tahu ya kan cerita aku bisa jadi cerita terbaik buat aku sendiri, ibaratnya memenuhi ekspetasi diri sendiri xixi. Authornya bacot banget so

Selamat membaca ♡

**

Dira menghilang bak di telan bumi, tadi siang adalah terakhir kalinya dia melihat Dira, melihat tampak sosok perempuan yang berbadan mungil juga rambut sebahu yang di cepol sehingga membuat anak-anak rambutnya turun disekitar sisi wajahnya.

Bagaimana Yudha mengetahuinya? Dia jelas berada di belakang akomodasi itu. Tampak sangat jelas sebab mobil Yudha berada di belakang mobil yang ditumpangi Dira dalam kedipan mata, justru sudah menjauh dari pandangannya tanpa sempat dia halangi.

Berdasarkan ingatan kecilnya, dia mencoba mendatangi kamar kos Dira bersama Namu dan Hosea. Mereka asing dengan wilayahnya, jelas karena wilayah kosnya berada jauh di dalam gang, membuat ketiganya harus berjalan kaki terlebih dahulu.

"Gue.. baru tahu ada kosan disini." Terang Hosea melihat lingkungan yang bisa dibilang padat dan sedikit kumuh.

"Tapi lingkungannya kenapa gini banget ya? Lo yakin, Bang?" Namu meragukan apa yang dia lihat. Seorang Dira tinggal dilingkungan seperti ini, rasanya tidak mungkin bukan? Namu tahu latar belakang perempuan itu, tapi untuk tinggal dilingkungan seperti ini, bukannya suatu pengecualian terutama dia perempuan juga tinggal seorang diri walau rumah kos sekalipun, sebab tak satu kali dia melihat pria berbadan kekar dengan tatto ditangan yang menongkrong di pinggir jalan atau pos.

"Bukan cuma lo yang kaget Nam, gue juga pas pertama kalinya kesini. Bahkan gue harus mastiin dulu apa bener ini kosnya."

Yudha memimpin jalan, sesekali tersenyum kecil ketika bertemu pandang dengan warga sekitar. Sampai ketika berada di depan gerbang kos, langkah ketiganya berhenti saat dua orang berbadan kekar dan besar menghadang mereka.

"Orang mana lo?"

Hosea beringsut mundur kebelakang, berada diantara kedua temannya. Bukannya takut, dia cuma ingin merapatkan diri saja ke Namu maupun Yudha.

"Maaf Om–" Lengan Namu di pukul Hosea. "Kok Om sih? Abang anjir." Bisik Hosea dengan mata memicing pada Namu yang mengangguk kecil dengan mulut terbuka berbentuk huruf 'O'

"Maaf Bang– mau cari yang namanya Dira, kira-kira lihat nggak y–"

"NGAPAIN LO CARI DIRA?"

Ketiganya kompak berjengit, mengontrol kembali jantung yang sempat turun ke lambung. Hosea melirik takut-takut, juga semakin merapatkan diri pada Namu yang berbadan lebih besar dibanding Yudha. Bukan lemah, dia hanya ingin menjaga kesehatan jiwanya saja, berhadapan dengan Attala ataupun Yudha dalam mode diam saja sudah menggetarkan jiwanya untuk segera minta bebas. 

"Sorry Bang kita–"

"Sori apaan?! Kagak paham gua!"

"Maksud saya maaf Bang, kita cari Dira bukan untuk macam-macam. Diranya nggak bisa dihubungin." Terang Namu walau gugup setengah mati, berhadapan dengan pria berbadan besar juga tatto disepanjang lengannya.

"Bacot lo! Nggak macem-macem apaan? Noh kamar kosan dia berantakan gegara lo pada!"

Hosea menoleh pada Yudha. "Siapa, Bang? Kayaknya kita baru kesini deh." Yudha menggeleng, kemudian bersitatap dengan salah satu diantara keduanya. "Lah elu dateng lagi? Siapa nama lo, gua lupa."

CHAPTER 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang